Kasus COVID-19 Dekati Jakarta, Begini Kondisi Epidemiologi di Jawa Timur

Menurut dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Djazuly Chalidyanto, angka kasus COVID-19 naik juga bisa didorong sejumlah hal. Apa sajakah itu?

oleh Agustina Melani diperbarui 24 Jun 2020, 18:27 WIB
Diterbitkan 24 Jun 2020, 11:54 WIB
Ilustrasi Covid-19, virus corona
Ilustrasi Covid-19, virus corona. Kredit: Gerd Altmann via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Jumlah pasien Corona COVID-19 di Jawa Timur mencapai angka 10 ribu pada Selasa, 23 Juni. Total pasien positif Corona COVID-19 mencapai 10.092 orang seiring ada tambahan pasien terkonfirmasi positif Corona COVID-19 sebanyak 274 orang.

Hal itu berdasarkan dari data Dinas Kominfo Jawa Timur, ditulis Rabu (24/6/2020). Angka kasus positif Corona COVID-19 di Jawa Timur itu mendekati DKI Jakarta. Berdasarkan laporan media harian COVID-19 pada 23 Juni 2020 pukul 12.00 WIB, jumlah kasus positif Corona COVID-19 mencapai 10.250 orang di DKI Jakarta.

Menurut dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Djazuly Chalidyanto, angka kasus COVID-19 naik juga bisa didorong sejumlah hal antara lain tes COVID-19 yang masif dan tingkat penularan yang cepat.

Oleh karena itu, menurut Djazuly, ada sejumlah indikator lainnya yang perlu dilihat untuk perkembangan kasus COVID-19.

Djazuly menuturkan, indikator itu berdasarkan ukuran epidemiologi antara lain attack rate (AR) atau jumlah kasus terkonfirmasi yang dibandingkan dengan besar populasi, case fatality rate (CFR) atau jumlah kasus kematian dibandingkan dengan jumlah kasus konfirmasi, care recovery rate (CRR) atau jumlah kasus kesembuhan, positif rate atau jumlah kasus terkonfirmasi berbanding jumlah yang diperiksa dan bilangan reproduksi efektif (Rt) atau tingkat penularan.

Oleh karena itu, Djazuly menuturkan, Jawa Timur meski kasus positif COVID-19 tembus 10 ribu tetapi juga melihat attack rate (AR)  atau angka kejadian serangan infeksi masih di bawah DKI Jakarta. Ia mengatakan, di Jawa Timur, setiap 100 ribu penduduk akan tertular COVID-19 sebanyak 25 orang.

"Jadi kalau DKI Jakarta itu, AR sekitar 95 orang per 100.000 penduduk. Sedangkan Jawa Timur, 25 orang per 100.000. Surabaya sekitar 150 per 100.000 penduduk, " ujar dia.

Djazuly mengatakan, kalau tingkat penularan membaik ditunjukkan pada 17 Juni 2020. "Per 17 Juni sudah baik, di bawah 1. Baik batas atas maupun batas bawahnya. Rt ini dinamis bisa naik turun tergantung pengendalian dan kedisiplinan masyarakat," kata dia.

Ia mengatakan, berdasarkan data 23 Juni 2020, angka kesembuhan COVID-19 di Jawa Timur mencapai 29,6 persen dan Surabaya 34,2 persen. Sedangkan secara nasional 40,2 persen dan DKI Jakarta 51 persen. Sementara itu, angka kematian, di Jawa Timur dan Surabaya masing-masing 7,4 persen. Secara nasional, angka kematian karena COVID-19 mencapai 5,3 persen dan DKI Jakarta 5,8 persen.

Djazuly mengatakan, dalam angka kesembuhan dan kematian juga perlu melihat penyakit peserta atau comorbid yang dialami pasien COVID-19. "(Penyakit penyerta-red) sebagai pemicu tingkat kesembuhan dan kematian pasien COVID-19,” tutur dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

3 Hal untuk Tekan COVID-19

Ilustrasi coronavirus, virus corona, koronavirus, Covid-19
Ilustrasi coronavirus, virus corona, koronavirus, Covid-19. Kredit: Fernando Zhiminaicela via Pixabay

Oleh karena itu, menurut Djazuly ada tiga hal yang harus dilakukan secara menyeluruh. Pertama, tes COVID-19 lebih ditingkatkan diikuti dengan tracing yang baik. Kedua, fasilitas pelayanan diperkuat. Ketiga, kedisiplinan masyarakat harus lebih ditingkatkan.  "Ketiganya harus dilakukan secara bersamaan," tutur dia.

Terkait kedatangan Presiden Joko Widodo ke Jawa Timur memantau penanganan COVID-19, Djazuly menuturkan, hal tersebut menunjukkan perhatian besar kepada Jawa Timur dan Surabaya sebagai salah satu daerah strategis di Indonesia.

"Saya yakin apakah beliau akan memastikan apakah upaya yang dilakukan Jatim dan Surabaya khususnya sudah sesuai dengan standar atau belum, berkaitan dengan tes masifnya yang sudah masif atau belu, kesiapan fasilitas kesehatannya, karena angka kematian cukup tinggi," kata dia.

"Tapi ini perlu dilihat lagi kasus kematiannya lebih karena ada komorbid atau murni karena COVID-19, serta kepatuhan masyarakat dalam mengikuti protokol," ia menambahkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya