Kisah Pendamping ODGJ di Liponsos Keputih Surabaya

Sebelum jadi pendamping orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Liponsos Keputih, Surabaya, Dwi Ahmad ditempatkan di bagian keamanan

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Nov 2020, 08:17 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2020, 06:00 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Jalan MERR IIC Surabaya, Jawa Timur. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Mencintai pekerjaan dan bersyukur dengan apa yang dimiliki saat ini menjadi pegangan bagi Dwi Ahmad Fauzi, pendamping orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Liponsos Keputih, Surabaya, Jawa Timur dalam menjalani pekerjaannya.

Pria kelahiran 1988 ini mulai bekerja di Liponsos Keputih Surabaya sejak 2009. Awal bekerja, ia ditempatkan di bagian keamanan. Kemudian ia mendapatkan kepercayaan sebagai pendamping dan diberikan pelatihan untuk pendampingan ODGJ.

Pengalaman di bidang keamanan juga turut membantu Dwi dalam bekerja sebagai pendamping karena sudah terbiasa hadapi ODGJ.

"Ya, pertama kali di barak ODGJ, ya biasa saja, mungkin sudah, meskipun di keamanan, mungkin sudah menangani orang-orang kayak begitu juga, jadi InsyaAllah sudah biasa,” ujar Dwi, seperti dikutip dari laman instagram @surabaya, ditulis Sabtu, (14/11/2020).

Dwi pun berbagi cerita menjalani kegiatan untuk mendampingi ODGJ. Dwi mendampingi ODGJ setiap hari. Kegiatan dilakukan Dwi mulai dari pengobatan, memakaikan pakaian, mengarahkan untuk makan, dan minum. Ia menuturkan, salah satu kegiatan penting dan sulit yaitu memakaikan baju.

"Kalau makan kita juga menyesuaikan semuanya itu,” kata dia.

Selain itu, kadang juga ada dinas luar misalkan untuk pengobatan di RSJ Menur dan Lawang. “Kami mengawal sampai sana, dan pulang lagi,” tutur dia.

Ia menambahkan, saat shift pagi, mendapatkan tugas untuk memandikan. Pihaknya menyiapkan logistik untuk mandi dan terus memandikan. Kemudian memakai baju.

"Ada waktu sedikit lama juga, karena kalau disuruh pakai baju enggak mau juga, harus keliling, nyari, mengantarkan baju, bawa celana, sampai dapat semua,” ujar dia.

Kemudian, pihaknya menyiapkan makan pagi sekitar jam 08.00 WIB. Selain itu, siapkan meja, piring bagi para ODGJ.

"Lalu dibariskan semua, terus kita suruh duduk di bawah, terus kita bagikan secara merata,” kata dia.

Setelah makan pagi, Dwi cuci piring, dan melakukan kegiatan bersih-bersih lainnya.Kemudian ada pengobatan pagi pada pukul 09.00 WIB. Lalu lanjutkan kegiatan ke lapangan. Dwi menuturkan, kadang ada yang mendapatkan dinas ke luar, rumah sakit, dan berjaga di Liponsos Keputih Surabaya untuk pengawasan.

"Ada yang potong rambut, potong kuku juga di sana itu. Sama ngecek-ngecek client juga, kalau ya ada yang terpeleset, atau apapun juga kayak begitu langsung kita rawat luka langsung di sini. Kita punya tim perawat juga di sini,” tutur dia.

Dwi mengaku senang menjalani tugas sebagai pendamping ODGJ. Bahkan ia senang sebagai pendamping ketimbang saat di bagian keamanan. Ia menuturkan, kejadian lucu saat bekerja menghibur dirinya.

“Kalau perasaan sebenarnya ya senang. Senang di pendamping ketimbang keamanan. Kejadian lucu pasti ada kayak begitu, itu yang membuat kita menghibur sekali,” ujar dia.

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Mendapat Dukungan Keluarga

Dwi juga beruntung mendapatkan dukungan keluarga untuk bekerja di Liponsos Keputih. Bahkan bekerja di Liponsos Keputih juga sudah seperti keluarga sendiri.

"Setiap hari di sini, sampai jam lebih banyak di sini, itu dia (istri) enggak nuntut apa-apa atau enggak boleh itu, enggak. Di sini sudah, seperti kayak keluarga apa-apa begitu,” ujar dia.

Bagi pria yang sudah bekerja 11 tahun di Liponsos Keputih, hal menyenangkan ketika mengantarkan pulang pasien ke rumah bertemu keluarga.

Apalagi ketika pasien itu dari nol yang tidak bisa ditanya pada pertama kali masuk.  Kemudian membangun kepercayaan dengan pasien hingga akhirnya mau cerita. Dari kepercayaan dengan bercerita tersebut diharapkan dapat diberitahukan alamat sehingga membantu pemulangan kepada keluarga.

"Paling menyenangkan atau paling berkesan itu mungkin kalau dari nol itu (pasien-red) enggak bisa ditanya kayak begitu ya kalau pertama kali masuk, sampai kita mengantarkan pulang, sampai rumah ketemu sama keluarga,” ujar dia.

Di sisi lain, ketika sudah dipulangkan, ada keluarga yang masih menolak. Bahkan ada yang sudah dianggap meninggal dunia.

Tak hanya mengantarkan kepada keluarga, ia juga menceritakan ada keluarga yang mencari bertahun-tahun pasien tetapi tidak bertemu. "Kadang juga sudah dikira meninggal,” ujar dia.

Dwi belajar bersyukur dari pekerjaan yang dijalaninya. Ia melihat ada juga seseorang yang tidak memiliki apa-apa. Dwi juga belajar tidak banyak mengeluh. Ia juga mengingatkan kepada generasi muda untuk tidak sombong.

"Bersyukur saja dengan apa yang sudah dipunyai sekarang. Jangan banyak mengeluh. Sedangkan di sini banyak sekali orang yang tidak punya apa-apa. Jadi jangan sampai terlalu sombong,” ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya