Dicopot Jadi Ketua MK Karena Pelanggaran Etik, Anwar Usman: Jabatan Milik Allah

Anwar Usman merespons putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan dirinya melakukan pelanggaran etik berat dan dijatuhi sanksi diberhentikan dari jabatan Ketua MK.

oleh Yusron FahmiMuhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 09 Nov 2023, 06:55 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2023, 11:44 WIB
MK Tolak Legalisasi Ganja untuk Medis
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membacakan putusan saat sidang uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap UUD 1945 atau legalisasi ganja untuk medis di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (20/7/2022). MK menolak uji materi UU Narkotika terhadap UUD 1945 terkait penggunaan ganja medis untuk kesehatan dan menilai materi yang diuji adalah kewenangan DPR dan pemerintah. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Anwar Usman merespons putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan dirinya melakukan pelanggaran etik berat dan dijatuhi sanksi diberhentikan dari jabatan Ketua MK.

"Kan saya sudah bilang, jabatan milik Allah," kata Anwar Usman, Jakarta, Rabu (8/11/2023), dikutip dari Antara.

Dia mengatakan tidak ada komentar khusus perihal putusan MKMK tersebut.

Terkait perkara baru uji materi Undang-Undang (UU) Pemilu yang akan bergulir hari ini, Anwar mengaku akan mengikuti amar putusan yang dijatuhkan MKMK terhadap dirinya.

"Sesuai dengan amar putusan," ucap dia singkat.

MKMK menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi, yakni melanggar Prinsip Ketidakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, serta Prinsip Kepantasan dan Kesopanan dalam Sapta Karsa Hutama.

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan amar putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa (7/11).

Dengan demikian, Anwar tidak lagi menjabat sebagai Ketua MK. MKMK pun memerintahkan Wakil Ketua MK untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan Ketua MK yang baru, terhitung 2x24 jam sejak putusan dibacakan.

Tidak hanya itu, Anwar tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir. Dia juga tidak diperbolehkan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum mendatang.

"Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pemilihan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," ucap Jimly.

 

Permohonan Uji Materi Pasal 169 Huruf q UU Pemilu

MK Gelar Sidang Perdana Uji Materi UU KPK
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah) memimpin sidang uji materi UU KPK di Gedung MK, Jakarta, Senin (30/9/2019). Panel Majelis Hakim Konstitusi menyoroti ketiadaan nomenklatur UU KPK hasil revisi tersebut. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 

Di sisi lain, perkara permohonan uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu kembali muncul. Perkara yang diajukan oleh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Brahma Aryana itu akan memulai sidang perdana pada hari ini, Rabu.

Gugatan Brahma teregistrasi dengan nomor 141/PUU-XXI/2023. Dalam petitumnya, Brahma meminta frasa "Yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah" pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu diubah menjadi "Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi”.

Terkait Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 itu, MKMK memebenar permohonan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNUSIA untuk tidak mengikutsertakan Anwar Usman dalam memeriksa perkara. Diketahui, mahasiswa UNUSIA bernama Tegar Afriansyah dan Isfa’zia Ulhaq sebelumnya mengajukan laporan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi kepada MKMK.

"Permintaan pelapor BEM UNUSIA agar tidak mengikutsertakan hakim terlapor dalam pemeriksaan perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 dapat dibenarkan," demikian dikutip dari salinan Putusan NOMOR: 2/MKMK/L/11/2023.

Anwar Usman Tidak Bisa Ajukan Banding

MKMK Putuskan Hakim Konstitusi Terbukti Lakukan Pelanggaran Kode Etik
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie membacakan sidang putusan dugaan pelanggaran etik terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (7/11/2023). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengatakan Anwar Usman tidak bisa mengajukan banding atas sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK.

“Putusan MKMK sudah kita umumkan tadi, langsung berlaku sejak ditetapkan, sehingga tidak perlu adanya majelis banding,” kata Jimly saat konferensi pers usai pembacaan putusan MKMK di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa (7/11) malam.

Jimly menjelaskan majelis banding dibentuk apabila sanksi yang dijatuhkan adalah pemberhentian tidak dengan hormat. Sementara, putusan MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK kepada Anwar Usman.

“Majelis banding itu diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) kalau sanksinya itu pemberhentian tidak hormat dari anggota, tapi ini (putusan MKMK) kan bukan (diberhentikan) dari anggota. Jadi kita tafsirkan itu tidak berlaku ketentuan majelis banding itu,” katanya.

MKMK juga memberi rekomendasi kepada MK untuk merevisi PMK Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK, terutama dengan meniadakan mekanisme majelis kehormatan banding atau bilamana dinilai sangat diperlukan, sebaiknya diatur dalam undang-undang, bukan diatur sendiri oleh MK.

“Ke depan sebaiknya peraturan MK ini diperbaiki, jangan ada majelis banding. Enggak perlu. Jeruk makan jeruk, yang bentuk majelis banding siapa? dia juga. Kecuali kalau memang dianggap penting sebaiknya diatur di undang-undang, jangan diatur sendiri dalam PMK,” kata Jimly.

Infografis MK Kabulkan Gugatan Syarat Kepala Daerah Kurang 40 Tahun Bisa Maju Pilpres. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis MK Kabulkan Gugatan Syarat Kepala Daerah Kurang 40 Tahun Bisa Maju Pilpres. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya