Liputan6.com, Surabaya - Ketua Badan Pengawas Pemilu Provinsi Jawa Timur (Bawaslu Jatim) A Warits menyatakan, pihaknya terus mendorong adanya pengawasan partisipatif dari masyarakat terhadap penyelenggaraan Pilkada 2024.
"Karena memang penyelenggaran negara kita itu dalam konstitusi kita, pembukaan UUD 1945 memandatkan kepada kita semua, kedaulatan rakyat itu menjadi sesuatu yang pokok dalam penyelenggaran negara kita. Pencapaian tujuan-tujuan kita bernegara itu harus menempatkan kelewatan rakyat sebagai sesuatu yang pokok," tutur Warits, di Surabaya (25/6/2024).Â
Baca Juga
Warits menekankan, melalui pilkada 2024 ini kedaulatan rakyat harus dijaga bersama melalui pengawasan partisipatif pada ruang-ruang publik yang harus diciptakan.
Advertisement
"Karena pemilu itu suara rakyat, maka harus dijaga bersama. Jangan sampai hilang," tukasnya.Â
Pengawasan partisipatif sendiri, kata Warits, merupakan aktifitas memastikan proses tahapan-tahapan Pilkada dengan cara mengumpulkan data, informasi, serta menginventarisasi temuan kasus terkait pelaksanaan Pilkada yang dilakukan oleh kelompok masyarakat atau organisasi yang independen dan non partisan.Â
"Pengawasan partisipatif bertujuan agar terselenggaranya proses penilaian jujur, adil, bersih dan transparan serta hasilnya bisa diterima oleh semua pihak baik peserta Pilkada maupun masyarakat luas," papar Warits.Â
Dari sekian tahapan Pilkada, Warits mengungkapkan semua tahapan memiliki titik rawan pengawasan di dalamnya.Â
"Titiknya di banyak hal, kalau sekarang di Pintarlih dulu, nanti di tahapan pencalonan. Pencalonan itu harus kita jaga juga, terus kampanye. Kampanye itu terutama jangan melanggar dan terutama jangan sampai ada intimidasi. Jangan sampai ada intimidasi dari pihak-pihak yang punya wewenang sampai penyelenggara pemilu terlibat bermain. Dan memaksa orang untuk mengarahkan maupun menangkan calon tertentu. Nah itu saya pikir harus kita jaga bersama," ungkap Warits.Â
Â
Wujudkan Pilkada yang Baik
Karena banyak munculnya 'serangan fajar' pada Pemilu terakhir, Warits berpesan, supaya Pilkada ini dijaga bersama-sama, bersinergi bersama agar jujur, adil dan aman dari segala kecurangan.Â
"Ya kita jaga bareng-bareng lah. Karena tidak mungkin Bawaslu sendiri, KPU itu hanya punya 6 orang dengan sekretariatnya di setiap kelurahan. 3 PPS, 3 sekretariat PPS. Ini punya 6 ditambah PKD 7 orang kan. 7 orang setiap desa menjaga kelurahan yang jumlah penduduknya ribuan. Belasan ribu bahkan puluhan ribu. Lalu disitu mau menjaga 'serangan fajar'. Diserang sendiri aja belum tentu mampu. Oleh karena itu harus dijaga bersama-sama," pesan Warits.
Warits mengatakan, warga negara itu baru bisa memilih dalam Pilkada kalau kondisi mentalnya tidak gila atau waras. Artinya orang yang bisa memilih, orang yang berpikir dan normal.Â
"Jangan sampai pikiran rakyat yang bisa memilih itu dibeli dengan harga yang sangat murah, bahkan, masa pikiran rakyat itu lebih murah dari seekor ayam? Nah, itu kan pengkhinaan terhadap rakyat.
Karena kalau tidak berpikir itu tidak boleh memilih kok. Misalnya, orang gila itu di undang-undang diatur, tidak boleh masuk DPT. Sehingga sinergi antara kita semua, untuk mewujudkan Pilkada yang lebih baik. Saya pikir penting," ujarnya.
Advertisement