Sejarah, Makna, dan Tradisi Imlek
Perayaan Imlek berasal dari 3.500 tahun silam. Beberapa orang meyakini tradisi tersebut bermula dari Dinasti Shang (1600-1046 SM). Konon pada saat itu, masyarakat mengadakan upacara pengorbanan untuk menghormati dewa, dan leluhur di awal atau akhir setiap tahun.
Perayaan Imlek lantas berkembang menjadi salah satu bentuk syukur rakyat Tionghoa jelang menyambut tahun baru. Tradisi Imlek biasanya dilakukan secara turun temurun, dan berbeda di setiap daerah serta negara.
Imlek juga dianggap sebagai salah satu festival tradisional paling penting di Tiongkok. Perayaan ini menandakan awal musim semi, dan awal tahun baru berdasarkan kalender lunar. Pentingnya Tahun Baru Imlek tertuang dalam dalam sejarah. Momen ini menjadi kesempatan krusial bagi keluarga untuk bersatu kembali dan menghabiskan waktu bersama.
Imlek sendiri berasal dari bahasa Hokkien yang umum digunakan di kalangan Tiongkok. Arti dari ‘imlek’ adalah ‘kalender bulan’. Oleh karena itu, Tahun Baru Imlek juga dapat diartikan sebagai tahun baru yang dihitung berdasarkan kalender bulan.
Menurut perhitungan kalender bulan, para petani butuh 29,5 hari untuk menunggu pergantian bulan baru, dan 12 putaran bulan membutuhkan 354 hari. Dalam setiap pergantian tahun, akan ada pula pergantian menuju musim semi, dan itu merupakan waktu bagi petani untuk bercocok tanam.
Tradisi Imlek
Terdapat sejumlah tradisi yang dihidupkan oleh masyarakat Tionghoa saat merayakan Imlek. Beberapa di antaranya ialah sebagai berikut.
Mendekorasi Rumah
Makna tradisi Imlek salah satunya adalah dekorasi rumah menjelang perayaan. Imlek identik dengan warna merah, sehingga masyarakat yang merayakan dianjurkan untuk menghias seluruh rumah dengan dekorasi khas warna merah. Setiap pintu dan jendela biasanya akan dicat ulang agar lebih indah, serta dihias dengan berbagai macam kertas bertulis kalimat atau kata bijak.
Tak heran jika warna merah sangat mendominasi perayaan Imlek. Warna tersebut memang dipercaya dapat membawa keberuntungan dan kesejahteraan. Selain itu, warna merah diyakini punya kekuatan untuk mengusir Nian atau mahluk buas yang hidup di dasar laut serta gunung. Nian konon keluar saat musim semi atau saat tahun baru tiba.
Pantang Makan Bubur
Bubur adalah salah satu jenis makanan kerap disantap sebagai sarapan. Namun, memakan bubur hari Imlek rupanya dianggap sebagai hal yang tabu. Sebagian masyarakat Tionghoa menilai bubur merupakan simbol kemiskinan. Menurut keyakinan mereka, memakan bubur saat tahun baru Imlek akan membuat keberuntungan menjauh dan berganti menjadi kesialan.
Alih-alih bubur, orang keturunan Tionghoa umumnya bakal menyajikan makanan yang menjadi simbol hoki, kesejahteraan, dan keharmonisan keluarga seperti kue keranjang, jeruk santang atau mandarin, hingga mie goreng.
Pantang Makan Durian dan Salak
Selain bubur, masyarakat Tionghoa di Indonesia juga pantang mengonsumsi durian dan salak saat Imlek. Buah-buahan dengan kulit kasar berduri ini nyaris tak pernah disajikan saat Imlek karena dianggap tabu serta merepresentasikan kehidupan yang sulit.
Kulit buah tajam konon melambangkan kesialan, ketidakharmonisan, dan pertengkaran, sehingga tidak pernah disajikan saat Imlek. Sebagai gantinya saat Imlek, masyarakat Tionghoa akan mengonsumsi buj dan sajian yang penuh dengan makna positif.
Memberi Angpau
Angpau atau hongbao adalah amplop berwarna merah yang berisi uang tunai. Angpau biasanya menjadi salah satu tradisi perayaan Imlek yang diberikan sebagai hadiah untuk menyambut tahun baru Imlek. Angpao memiliki makna pemberian rezeki, di mana warna merah angpau melambangkan kekuatan, kesejahteraan, dan hoki.
Angpau biasanya diberikan oleh anggota yang sudah berkeluarga, sementara yang menerima angpau adalah anak-anak atau orang yang belum menikah. Dalam kepercayaan Tionghoa, uang di dalam angpau tidak boleh mengandung angka 4 karena dianggap membawa sial.
Tujuan Imlek
Dalam merayakan hari raya Imlek, kebiasaan serta tradisi yang ada di masyarakat sangatlah spesifik serta sangat bervariasi di berbagai daerah. Namun, Imlek adalah bentuk perayaan besar yang juga dapat dirasakan oleh siapa saja.
Tak hanya berperan untuk menyatukan, Imlek juga bertujuan untuk mengenang para leluhur serta menguatkan iman di dalam doa bersama demi menapaki kemakmuran menuju tahun baru. Dilansir dari Absolute Soul Secrets, perayaan Imlek juga bertujuan untuk menghilangkan nasib buruk.
Menurut kepercayaan, tradisi Imlek akan membuat orang Tinghoa mendapatkan berkah di tahun baru dengan melakukan dekorasi rumah, dilengkapi berbagai hiasan yang menggambarkan keakraban, kebahagiaan, kekayaan, serta keberuntungan. Perayaan Imlek pun diyakini memberi ketenangan atas tantangan hidup yang akan dijalani, dengan seiiring bertambahnya usia.