Pesan Mantan Komut Garuda Indonesia ke Triawan Munaf
Pimpinan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), Sahala Lumban Gaol berharap, agar jajaran Komisaris dengan Direksi Garuda Indonesia, mesra dan saling bergandengan tangan dalam memimpin maskapai berplat merah itu.
Menurutnya, Dewan Komisaris untuk lebih lagi memberikan perhatian dalam pengambilan keputusan Garuda. Tantangan tidak mudah, makanya harus ada kerjasama antara jajaran komisaris dan direksi.
"Jangan jadi dewan komisaris hanya menerima laporan saja. Tapi satu tim, mencari inovasi, solusi dan kreatifitas," tutur pria yang juga mantan Komisaris Utama Garuda Indonesia itu.
Menurut Sahala, Garuda Indonesia itu tidak sesederhana yang dipikirkan banyak orang. Namun, di dalamnya, ada dua profesi utama yang luar biasa.
"Pertama, pilot. Profesi ini sangat banyak aturan, dialah kunci keselamatan penumpang selama perjalanan, makanya perlu dibina dan kedekatan dengan pilot itu harus dipelihara," tuturnya.
Lalu, ada lagi awak kabin. Tugas mereka memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh pelanggan Garuda Indonesia. Posisi ini pun wajib diberikan pelatihan-pelatihan, sehingga nantinya menciptakan awak kabin yang sangat profesional.
Mantan Komisaris Utama Garuda Indonesia ini juga meminta, agar kedepannya, komisari utama yang baru bisa menciptakan strategi bisnis yang lebih baik lagi.
"Tentu kedepannya kita harap semua yang disini, khususnya komisaris yang baru bisa membawa hal-hal yang baik bagi Garuda. Terlebih pada strategi bisnis," katanya.
Sahala meminta, strategi bisnis tidak lagi memikirkan harga tiket atau peningkatan penumpang, tapi bisa beralih ke aspek lain yang dimiliki Garuda group pada umumnya. Misalnya seperti bisnis logistik dan kargo, sebab pangsa pasar ini masih tinggi terutama di dalam negeri saja.
Â
Â
Pebisnis Tak Punya Ambisi Bikin Industri Kuliner Indonesia Sulit Mendunia
Triawan Munaf mengatakan, jarang ada pelaku usaha kuliner yang mau didorong untuk mengembangkan bisnisnya di luar negeri. Menurutnya, banyak pengusaha yang bertahan dengan pencapaian yang telah diperoleh, hal ini yang kemudian membuat kuliner Indonesia sulit mendunia.
"Yang sudah ada di sana makanan bagus, tempat bagus, disuruh scaled up tidak mau, maunya begitu saja sudah. Jadi tantangannya bukan hanya mau enggak mau tapi tidak ada sampai sekarang yang punya ambisi besarkan kulinernya di luar negeri," ujar Triawan saat ditemui di Kaum, Jakarta, Jumat (27/9/2019).
Triawan mengakui, kulianer Indonesia memang masih kalah bersaing jika dibandingkan dengan Thailand yang sudah banyak membuka gerai di seluruh dunia. Padahal dari sisi rasa dan kualitas kuliner Indonesia tidak saing.
"Kita tidak bisa seperti Thailand membawa makanan keluar, karena memang tidak ada pelakunya. Susah banget dan makanya sampai sekarang kita terus eksplore buka restoran di luar negeri. Kita bantu semuanya," jelasnya.
Hingga kini, salah satu andalan Indonesia adalah kopi. Kopi kini tak lagi diekspor dalam bentuk bahan baku tetapi sudah dalam bentuk olahan yang diproduksi oleh Upnormal. Dia berharap semakin banyak pelaku ekonomi kreatif yang mau memacu diri memasarkan produk ke luar negeri.
"Kita tidak bisa mengikuti model Korea, Singapur, Jepang, kita luas banget. Kita tidak hanya harus turun ke hilir, packaging dan lain lain, tapi ke hulu juga. Gimana misalnya untuk kualitas biji kopinya sudah baik," tandasnya.
Â
Janjikan Bioskop Bakal Menjamur di Daerah Saat Jadi Kepala Bekraf
Kepala Badan Ekonomi Kreatif mengatakan ada kesepakatan yang dibangun Lotte Grup dan CJ E&M untuk membangun bioskop di daerah-daerah Indonesia.
"Lotte dan CJ investasi di perbioskopan. Kita tekankan pada Chairman CJ, jangan hanya di mal lagi, mal lagi," kata Triawan di Seoul, Korea Selatan, Selasa (17/5/2016).
"Kita minta mereka investasi dan menyanggupi di kebutuhan kita untuk punya layar yang banyak sekali di Indonesia," imbuh dia.Â
Ayah dari penyanyi Sherina Munaf ini juga menyampaikan jumlah layar lebar di Indonesia masih kalah jauh dibanding negara lain. Diharapkan pula ada peningkatan kualitas produksi film dalam negeri. Dengan demikian, bioskop nantinya tidak hanya diisi film asing.
"Kalau sekarang yang meledak film cuma 1, baru AADC 2," ujar Triawan.
Pada kesempatan yang sama dia juga mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo merasa kesal setelah blusukan ke CJ Creative Center, di Seoul, Korea Selatan. Penyebabnya adalah perbedaan hasil film sejarah yang dibuat Negeri Ginseng dan Indonesia.
"Presiden juga bilang kesal, kenapa enggak bisa buat begitu (film sejarah). Pembuatan drama saja masih kita ekspor dari Turki dan India," ujar Triawan.
Dia menjelaskan, film sejarah di Indonesia seringkali dibuat sembarangan, tanpa memperhatikan detail. Bahkan, riset sejarah keseluruhan pun dilakukan seadanya.
"Kita mau buat konten sejarah. Nah, sering konten sejarah dibuat terburu-buru dan riset yang asal. Kostum Majapahit gimana? Mungkin karena modal juga masih kurang," tutur Triawan.
Berita Terbaru
Tips Menstruasi Lancar: Panduan Lengkap untuk Siklus Haid yang Sehat
25 Orang Warga Sipil Pakistan Dipenjara Usai Serang Fasilitas Militer
Tips Menulis Motivation Letter yang Efektif untuk Meraih Beasiswa
Jangan Remehkan, Ini 5 Manfaat Kemiri untuk Kesehatan Tubuh
Pentingnya Bahasa Ibu dalam Pendidikan Usia Dini, Jangan Sepelekan Perannya
Tradisi Payango, Warisan Adat Gorontalo dalam Membangun Rumah Impian
Aplikasi MyTelkomsel Bisa Dipakai untuk Belanja Produk UMKM
Pengusaha Soroti Antrean Panjang Kendaraan di Pelabuhan Bandar Bakau Jaya, Ada Apa?
Ruben Amorim Tegaskan Sikap Terhadap Bintang Manchester United usai Melontarkan Pernyataan Kontroversial
Kecelakaan Kerja, Pria di Bekasi Kota Tewas Usai Tertimpa Ekskavator
Tips Menurunkan Darah Tinggi: Panduan Lengkap untuk Hidup Sehat
VIDEO: Viral Ibu Kantin Buang Makanan Diduga Dagangan Siswa, Kemenag Brebes Klarifikasi