Bos Bekraf Ungkap Adanya Perlakuan Tak Adil kepada Perajin Batik

Ketua Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Triawan Munaf mendorong talenta perajin batik untuk dihargai.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Jun 2018, 19:45 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2018, 19:45 WIB
Batik rongkong khas Kabupaten Luwu Utara (Lutra), Sulsel mulai jadi kejaran wisatawan (Liputan6.com/ Eka Hakim)
Batik rongkong khas Kabupaten Luwu Utara (Lutra), Sulsel mulai jadi kejaran wisatawan (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Triawan Munaf mengakui saat ini, usaha dan kreasi para pembatik belum dihargai dengan layak. Sebab masih kerap terjadi perlakuan tidak adil terhadap perajin batik tanah air. 

"Nasib pembatik, kalau kita ke toko (yang menjual batik), komisi kepada, driver atau orang yang mengantar (wisatawan) itu lebih besar. Ini praktik yang sangat merusak menurut saya. Itu mengerdilkan pembatiknya, mengerdilkan kreatornya," ujar dia saat ditemui, di Restoran Seribu Rasa, Jakarta, Jumat (29/6/2018).

Dia menyampaikan, praktik ini kerap dia amati ketika berwisata ke beberapa destinasi wisata tanah air. "Kalau kita belanja. Pas balik ada komisi buat yang mengantar. Kalau kita belanja Rp 1.000.000 itu Rp 300.000 untuk mereka. 30 persen itu," ujar dia.

Gerah dengan praktik demikian, Triawan Munaf mengakui, tema ini sering dia bawa ketika berkomunikasi dengan Pemerintah Daerah. Tujuannya agar segera menertibkan kebiasaan tersebut.

"Saya sudah minta Pemda untuk menertibkan. Nasib pembatik ini berilah mereka 'kemewahan' atas pekerjaan mereka. Yang berbakat terus di push. Kita mesti hargai mereka, talenta dan keuletan mereka," kata dia.

"Jadi jangan hanya menguntungkan untuk middle man-nya saja. Si toko-nya seolah-olah tergantung sekali kepada yang mengantar itu," tegas dia.

 

 

Batik Produksi Industri Kecil RI Siap Mejeng di Paris

Koleksi batik Khanaan untuk Ramadan
Berikut koleksi modest wear dengan motif batik kontemporer yang kekinian dari Khanaan. (Foto: Dok. Zalora)

Sebelumnya, produk batik produksi industri kecil dan menengah (IKM) dalam negeri berpartisipasi dalam ajang pameran kelas dunia yang bertajuk Indonesia Batik For The World di UNESCO Headquarters, Paris, Perancis. Pameran yang dijadwalkan berlangsung pada 6-12 Juni 2018 tersebut, bakal dihadiri sebayak 5.000 pengunjung dari berbagai negara.

Direktur Jenderal IKM Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Gati Wibawaningsih mengatakan,‎ keikutsertaan ini juga diharapkan dapat memperluas pasar ekspor kain wastra Nusantara terutama ke negara-negara di Eropa.

“Melalui pameran ini, kami berupaya melestarikan batik sebagai warisan bangsa yang telah diakui oleh UNESCO sejak 2 Oktober 2009 sebagai Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa 29 Mei 2018.

Dalam rangkaian pameran tersebut, akan dilaksanakan lokakarya mengenai ragam kain batik dan sejarahnya, proses pembuatan kain batik, serta perkembangan industri batik di Indonesia. Selain itu rencananya juga diisi dengan peragaan busana dan pertunjukan seni daerah.

"Jadi, kami akan memperlihatkan kepada dunia terhadap kualitas batik kita yang punya daya saing tinggi. Saat ini, Indonesia menjadi market leader yang menguasai pasar batik dunia,” kata dia.

Kemenperin mencatat, nilai ekspor batik dan produk batik nasional mencapai USD 58,46 juta pada 2017, dengan tujuan pasar utama ke Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.

Bahkan, potensi perdagangan produk pakaian jadi di dunia yang mencapai USD 442 miliar, menjadi peluang besar bagi industri batik dalam negeri untuk semakin meningkatkan pangsa pasarnya mengingat batik sebagai salah satu bahan baku produk pakaian jadi.

“Dalam pameran ini, Ditjen IKM memberikan fasilitasi booth kepada para IKM Batik Tulis kelas premium yang sesuai dengan selera pasar Eropa. Kami akan boyong pengrajin kain batik yang antara lain berasal dari Semarang, Kudus, Cirebon, dan wilayah Jawa Timur,” jelas dia.

Gati menyatakan, selama ini, industri batik telah berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional, di antaranya melalui penyediaan ribuan lapangan kerja dan menyumbang devisa negara dari ekspor. Industri batik nasional yang didominasi oleh para pelaku IKM, tersebar di 101 sentra seluruh Indonesia dengan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 15 ribu orang.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, pihaknya terus mendorong para pengrajin dan peneliti industri batik nasional agar terus berinovasi mendapatkan berbagai varian warna alam. Upaya ini untuk mengeksplorasi potensi batik Indonesia sehingga memperkaya ragam kain wastra Nusantara dengan warna alam.

“Di samping itu, kami memiliki program e-Smart IKM yang bertujuan mendorong pelaku usaha untuk masuk dalam pemasaran online. Hal ini sebagai salah satu langkah strategis untuk menuju implementasi revolusi industri 4.0 sekaligus memperluas pasar ekspor," tandas dia.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya