Liputan6.com, Jakarta - Isu masalah kesetaraan gender di industri teknologi masih terus bergulir. Seperti yang diketahui, posisi pekerja wanita di perusahaan-perusahaan raksasa berbasis teknologi --khususnya yang bermarkas di Silicon Valley-- masih dipandang sebelah mata hingga saat ini.
Sebuah data terbaru yang dirilis firma hukum Fenwick & West LLP, memperlihatkan bagaimana pekerja wanita hanya mengisi 11% posisi eksekutif di perusahaan-perusahaan teknologi yang ada di Silicon Valley.
Sejumlah perusahaan raksasa teknologi sendiri perlahan memang kian mempercayai sosok wanita sebagai pekerja atau bahkan mengisi posisi petinggi perusahaannya. Namun sayang jumlahnya belum banyak.
Apple dilaporkan laman Re/code menjelang akhir tahun 2014 kemarin merilis data keragaman pekerja di perusahaan. Di dalam data tersebut tercatat bahwa komposisi gender pekerja di Apple terdiri dari 70% pria dan 30% wanita.
Selain Apple, sebelumnya Yahoo, Google dan Facebook pun mengungkapkan data keragaman pekerja, dan hasilnya masih sama-sama masih mengecewakan. Di Facebook contohnya, 69% pekerja di media sosial milik Mark Zuckerberg itu adalah pria, sementara wanita hanya 31%.
Salah satu bos perempuan di Facebook, Sheryl Sandberg, pernah berkomentar kepada USA Today bahwa kurangnya keragaman dalam perusahaan teknologi yang selama ini didominasi laki-laki cukup menyedihkan.
Selama bertahun-tahun, perusahaan teknologi di Silicon Valley kerap menolak berbagi statistik tentang keragaman karyawan mereka kepada publik. Namun belakangan ini, sejumlah perusahaan bersedia merilis datanya karena tekanan dari aktivis hak-hak sipil, Jesse Jackson. Dia muncul pada pertemuan pemegang saham Google dan Facebook dan menuntut perusahaan untuk merilis informasi tersebut.
Industri teknologi saat ini memang masih didominasi kaum laki-laki. Data dari Statista menunjukkan bahwa lima perusahaan besar teknologi, yaitu Google, Yahoo, Intel, Hewlett-Packar (HP), dan LinkedIn, mayoritas tenaga kerjanya laki-laki.
(dhi/isk)