Aplikasi My Blue Bird Tak Ingin Bersaing dengan Kompetitor

Persaingan layanan pemesanan transportasi makin ketat. Lantas, mengapa aplikasi My Blue Bird disebut tak ingin bersaing dengan kompetitor?

oleh Jeko I. R. diperbarui 09 Des 2016, 16:40 WIB
Diterbitkan 09 Des 2016, 16:40 WIB
Blue Bird
Febby Intan, Marketing Director Blue Bird Indonesia. Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza

Liputan6.com, Jakarta - Diwartakan sebelumnya, Blue Bird pernah menyatakan ingin memperkuat strateginya dalam bersaing dengan penyedia layanan berbasis aplikasi seperti Uber dan Grab.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah merombak ulang aplikasi pemesanan online, My Blue Bird, menjadi lebih praktis dan interaktif. Kini, bagaimana perkembangkan aplikasi taksi yang identik dengan warna biru ini?

Dijelaskan Febby Intan, Marketing Director Blue Bird Indonesia, aplikasi My Blue Bird menunjukkan performa signifkan, terlebih pada jumlah pengguna. Ia mengungkapkan, jumlah pengguna aktif aplikasi tersebut kini berkisar 250 ribu orang.

"Mainly ada di Jabodetabek, pertumbuhan dari bulan ke bulan juga meningkat 10 sampai 15 persen," kata Febby kepada Tekno Liputan6.com seusai pengumuman kemitraan Blue Bird dan Mastercard di kawasan Senayan, Jakarta, Jumat (9/12/2016).

Pertumbuhan pengguna aktif aplikasi My Blue Bird, dinilai Febby berkelanjutan. Dalam arti, jumlah pengguna tidak mengalami penurunan dari bulan ke bulan.

"Untungnya, pengguna kami jumlahnya tidak sekali melejit, lalu langsung turun. Secara monthly basis itu sustainable dan kami yakin akan perlahan meningkat," ujar Febby optimistis.

Lantas, bagaimana kiat Blue Bird menggenjot awareness masyarakat terhadap aplikasinya agar bisa bersaing dengan kompetitor?

Febby mengatakan, Blue Bird tidak ambil pusing dengan hal itu. Bahkan, pihaknya tidak mengganggap ini sebagai persaingan. "Kita lebih mengutamakan untuk bisa meng-improve servis dari technology point of view dan juga memberikan fitur-fitur lebih berarti buat customer. Maksudnya, kita memanfaatkan strength yang kita punya, yang mereka tidak ada," tutur Febby.

"Memang, saat ini kita belum bisa head-to-head secara langsung, karena (aplikasi) kita kan juga baru dirilis bulan Mei 2016 lalu. Jadi, saat ini kita masih melihat apa yang customer butuhkan saat pemesanan, saat di dalam kendaraan, bahkan setelah selesai melakukan perjalanan. Ini yang masih kita gerakkan. Kita juga mencari mitra kerja sama untuk memberikan benefit yang valuable kepada customer, seperti Mastercard," papar Febby menambahkan.

Terkait kemitraan Blue Bird dengan Mastercard berupa metode cashless payment via kartu kredit berlogo Mastercard, ia juga mengatakan berapa persentase pengguna yang memakai metode nontunai di aplikasi My Blue Bird, mengingat sistem ini juga perlahan mulai diadopsi oleh penyedia layanan lainnya.

"Sama seperti pertumbuhan pengguna aktif, kami sudah memiliki sekitar 15 persen pengguna yang memakai nontunai, sisanya masih menggunakan cash dan voucher," ungkap Febby.

Untuk mengingkatkan jumlah pengguna aktif dan menggenjot metode nontunai, oleh karena itu menurut Febby, pihaknya harus menciptakan elemen excitement dari sisi konsumen. Dalam arti, tidak seperti layanan lain yang menggembar-gemborkan promosi saja, tetapi juga bagaimana caranya membuat 'cerita' dari promosi agar konsumen merasa tertarik untuk mencoba.

(Jek/Why)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya