Tak Punya Kantor Tetap, Karyawan Telegram Kerja di Mana?

Pavel Durov, CEO Telegram mengungkap gaya kerja karyawan perusahaan yang nomaden alias berpindah-pindah. Seperti apa?

oleh Jeko I. R. diperbarui 03 Agu 2017, 10:30 WIB
Diterbitkan 03 Agu 2017, 10:30 WIB
Pendiri Telegram Temui Kemkominfo
Menkominfo Rudiantara menerima kunjungan pendiri sekaligus CEO Telegram, Pavel Durov setibanya di kantor Kemenkominfo, Jakarta, Selasa (1/8). Pertemuan Menkominfo dengan Durov untuk menindaklanjuti pemblokiran Telegram. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Berbeda dengan perusahaan teknologi besar seperti Facebook atau Google, Telegram justru dikenal tertutup jika bicara soal kantor. Ya, meski dianggap sudah 'mapan', hingga kini layanan pesan instan asal Rusia itu tidak mengungkap secuil informasi pun soal kantornya.

Namun, belum lama ini pendiri sekaligus CEO Telegram Pavel Durov buka-bukaan soal kantor Telegram yang diketahui berpusat di Rusia. Ia mengungkap, karyawan Telegram kini bekerja dengan sistem remote, bisa di mana saja alias berpindah-pindah.

Sekadar informasi, Durov mendirikan kantor Telegram dalam sebuah bangunan kecil di Berlin, Jerman. Setelah beberapa tahun, Telegram pun ekspansi ke beberapa negara.

Barulah ia berpikir sebaiknya Telegram tak perlu memusatkan satu kantor di negara asalnya. Jadi, selama ini karyawannya bekerja di mana-mana, ada yang menyewa rumah, apartemen (via Airbnb). Mereka berpindah setelah beberapa minggu atau bulan, layaknya nomaden.

Menurut informasi yang dilansir Fortune pada Kamis (3/8/2017), karyawan Telegram juga ada yang bekerja di sebuah vila di wilayah pegunungan, penthouse mewah di kota New York, hotel yang ada di London, hingga rumah kabin di danau Finlandia. Durov mengistilahkan cara kerja timnya sebagai "pengembara" yang berpindah-pindah.

Menurut pria lulusan Saint Petersburg University itu, gaya kerja nomaden ini adalah salah satu bentuk upaya Telegram mencegah perusahaan dari konflik politik dan ekonomi dari suatu negara.

Pasalnya, Durov belajar dari carut marut kondisi di Rusia yang ternyata berdampak besar di kehidupannya. Ia pun mengaku kondisi itu mengakibatkan bisnis pertama yang dirintis runtuh begitu saja.

"Saya tak ingin lagi mengulang kesalahan yang sama, dengan bertumpu pada yurisdiksi tunggal. Jadi, sebagus apa pun tempat kerja kita kan tidak tahu regulasi seperti apa yang akan dilakukan," ujar Durov.

Melihat dari kultur karyawan Telegram yang ogah-ogahan kerja di kantor, sepertinya Telegram meman belum ada rencana membuka kantor di Indonesia. Hal itu pun dibenarkan oleh Durov baru-baru ini dalam kunjungannya di Jakarta. Kendati demikian, ia menyebut Telegram telah memiliki perwakilan di Indonesia.

"Untuk membuka kantor di Jakarta, kami belum memutuskannya. Namun, kami sudah memiliki perwakilan di sini," ujarnya. Ditemui secara terpisah, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan pihaknya memang tak memaksa Telegram memiliki kantor di Indonesia. Alasannya, layanan tersebut berbeda dari layanan lain yang mencari iklan.

"Telegram sendiri kan mirip organisasi nonprofit, berbeda dari layanan lain yang mencari iklan. Jadi, perlakuannya juga berbeda," ujarnya saat ditemui di kantor Kemkominfo. Terlebih, menurut Rudiantara, komunikasi yang terjalin antara pihaknya dan Telegram sekarang sudah dapat dilakukan secara langsung.

(Jek/Cas)

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya