Bikin Bangga, Mahasiswa UGM Ciptakan Teknologi Pengikat Limbah Merkuri

Pada umumnya, produk karbon yang ada di Indonesia hanya mampu untuk menjernihkan air, namun tak bisa mengurangi zat berbahaya dari kandungan air limbah

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Apr 2018, 19:30 WIB
Diterbitkan 16 Apr 2018, 19:30 WIB
UGM
Mahasiswa UGM yang membesut produk inovasi pengikat limbah merkuri. (Foto: Brilio.net)

Liputan6.com, Jakarta - Limbah tambang berupa merkuri masih menjadi permasalahan utama bagi pelestariaan lingkungan.

Tak sedikit tambang emas di Indonesia yang masih menggunakan merkuri dalam proses penambangan. Hal tersebut diketahui saat menjalani program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di kawasan Seteluk, Sumbawa Barat.

Berawal dari itu, sekelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang tergabung dalam SuperC6 membuat riset terkait limbah tambang.

Beranggotakan empat mahasiswa UGM dari latar belakang berbeda, SuperC6 terdiri atas M Rifqi Al-Ghifari (Kimia 2014) sebagai ketua, Bagas Ikhsan (Kimia 2014), Charlis Ongkho (Teknik Fisika 2015) dan M Ilham Romadhon (Akuntansi 2015).

Tim kecil ini berhasil membuat inovasi baru di bidang lingkungan, yakni berhasil membuat produk karbon magnetik yang mampu menyerap kandungan merkuri dari limbah. Mereka membuat material karbon berupa bubuk yang mudah diaplikasikan.

Pada umumnya, produk karbon yang ada di Indonesia hanya mampu untuk menjernihkan air, namun tak bisa mengurangi zat berbahaya dari kandungan air limbah. SuperC6 ini mencoba membuat produk yang bisa mengatasi zat-zat berbahaya, salah satunya limbah merkuri dari tambang emas.

Ditemui brilio.net di Gedung Perpustakaan UGM, M Rifqi Al-Ghifari atau akrab disapa Amin menceritakan, pada awal penelitian sempat mendapat tantangan dari dosen untuk mengembangkan risetnya agar lebih aplikatif di masyarakat.

Amin pun menerima tantangan tersebut dan mengajak beberapa temannya untuk membuat proyek sosial. Atas kesepakatan bersama, Amin dan kawan-kawan membentuk kelompok bernama SuperC6.

Super C6

UGM
Mahasiswa UGM yang membesut produk inovasi pengikat limbah merkuri. (Foto: Brilio.net)

Tim yang bernama SuperC6 ini membuat produk inovatif berupa komposit magnetik karbonaktif dalam bentuk bubuk. Sejauh ini Amin dan tim melihat masyarakat penambang di Indonesia belum menemukan langkah tepat untuk mengatasi limbah merkuri agar sesuai ketentuan dari pemerintah, yakni 0,001 persen.

Menurut hemat Amin, pemerintah daerah dan Badan Lingkungan Hidup setempat telah melakukan sosialisasi. Namun demikian secara teknis para penambang masih kesulitan untuk mengatasi masalah limbah karena keterbatasan alat.

"Penambang nggak punya alat untuk meneliti dan membuat produk yang bisa mengatasi merkuri. Kalau pabrik sudah jelas mereka memiliki alat skala besar yang bisa menyaring dan memilah limbah tersebut," terang mahasiswa asal Bogor itu.

Amin dan tim mencoba menjembatani permasalahan para penambang emas dengan membuat produk komposit magnetik karbonaktif skala rumahan. Dalam hal ini, Super C6 mengambil sampel air limbah para penambang emas di kawasan Kulon Progo.

"Kita mengambil sampel air kemudian coba analisis dan masukkin material karbon sesuai ukuran. Ternyata hasilnya ada perubahan," terang Amin.

Material Lebih Mudah

Mangrove yang Dipenuhi Sampah
Kondisi hutan mangrove yang tertimbun sampah di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (14/4). Sampah yang mayoritas berasal dari limbah domestik rumah tangga itu berdampak buruk bagi ekosistem di lingkungan sekitar. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Berbeda dengan produk temuan yang telah ada, Super C6 mencoba membuat produk inovasi karbon dengan material murah dan mudah ditemui di masyarakat.

"Kita membuat material murah yang punya pembeda dengan yang lain. Kita buat karbon aktif yang kita reaksikan dengan magnet," tambah Amin.

Sejauh ini para penambang belum mampu mengatasi limbah tambang khususnya merkuri. Amin menceritakan bahwa penambang hanya menampung air limbah dalam beberapa kolam.

"Para penambang hanya membuat penampungan limbah dalam beberapa lubang. Kolam pertama didiamkan kemudian mengalir ke kolam kedua dengan kadar lebih rendah. Tapi nggak pengaruh sih, kandungan mercury-nya justru jadi sedimen atau mengendap di bawah," jelas Amin.

Proses pengendapan tidak serta merta menghilangkan kandungan merkuri yang ada dalam limbah. Siklus dampak dari limbah merkuri ini baru bisa dirasakan sekitar belasan hingga puluhan tahun.

Oleh sebab itu, penambang perlu produk karbon magnetik buatan dari SuperC6 yang telah terbukti mengikat merkuri. Tak hanya membuat materialnya, SuperC6 turut membuat alat penyaring kecil yang disambungkan pada pipa atau selang limbah.

Modal yang dikeluarkan SuperC6 selama mencari formula yang pas mencapai jutaan rupiah. Temuan SuperC6 telah beberapa kali diikutsertakan dalam lomba.

Tak sedikit prestasi yang diperoleh tim Super C6 seperti juara I Bussiness Plan Competition yang diadakan Fakultas MIPA UGM tahun 2017 lalu. Nggak cuma itu, SuperC6 juga telah masuk final di ajang kompetisi PGN Innovation, Kalijaga Research & Innovation, dan Economic Fair.

Produk karbon buatan SuperC6 ini belum akan dijual di pasaran. Amin menyebutkan produknya masih dalam tahapan penelitian, oleh sebab itu mereka masih ingin mencari hak paten dan memantapkan produknya terlebih dahulu.

"Takutnya nanti diikuti orang lain kalau dijual umum. Sekarang kita masih dalam proses pengembangan dan mulai cari investor dan lembaga kerja sama," tambah Amin. Tim SuperC6 berencana mengembangkan riset lebih mendalam dan mengembangkan produk dalam skala besar.

Reporter: Vindiasari Putri 

Sumber: Brilio.net

(Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya