Liputan6.com, Jakarta - Pesawat eksplorasi Jupiter, Juno, telah mengelilingi planet nyaris lima tahun.
Dan pada 4 Juli 2018, Juno telah mencapai wilayah atmosfer Jovian, yakni wilayah kutub utara yang berada di atas planet.
Advertisement
Dalam penelusuran terbarunya, Juno berhasil menangkap pemandangan aurora yang menghiasi kutub utara Jupiter.
Advertisement
Baca Juga
Foto yang diambil juga dibantu oleh teleskop Hubble milik Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA.
Ada fakta menarik yang disampaikan NASA setelah mengamati pergerakan aurora tersebut.
Setelah diteliti, ukuran aurora yang menyelimuti sebagian besar kutub utara di Jupiter ternyata sangat besar. Saking besarnya, ukuran aurora ini bahkan lebih besar ketimbang ukuran Bumi.
Berdasarkan informasi yang dilansir New Atlas pada Sabtu (1/9/2018), foto aurora diabadikan dengan tool ultraviolet sensing milik Hubble.
Hasil akhir foto ini pun diproses oleh Badan Antariksa Eropa (ESA) dengan memilah dua komposit foto yang berbeda.
Seperti diketahui, Jupiter diketahui memiliki kumpulan cahaya aurora yang berpendar di wilayah kutub utara dan selatan.
Aurora berwarna campuran magenta dan putih ini diduga muncul karena adanya badai matahari.
Penelitian terbaru astronom NASA mengungkap, cahaya aurora yang 'membalut' planet raksasa ini ternyata memiliki arus listrik bertegangan tinggi.
Saking tingginya, tegangan dari aurora itu bisa mencapai 400.000 volt. Mereka menilai tegangan tinggi itu adalah salah satu penyebab mengapa cahaya aurora bisa berpendar begitu terang.
Ditemukan Sejak 2011
Menurut laporan The Verge, penelitian yang dipublikasikan lewat jurnal bertajuk Nature tersebut diambil langsung dari penerawangan Juno, pesawat milik NASA yang mengeksplorasi Jupiter selama bertahun-tahun.
Diketahui, cahaya aurora di planet terbesar di Tata Surya ini ditemukan pada 2011. Menurut Journal of Geophysical Research, aurora terjadi akibat badai matahari yang secara tak langsung mengganggu magnetosfer Jupiter.
John Clarke, seorang ilmuwan di Center for Space Physics, mengatakan bahwa hadirnya cahaya aurora di Jupiter dapat membantu para peneliti mempelajari seberapa besar pengaruh cahaya matahari ke planet terbesar di tata surya ini.
"Hadirnya aurora tersebut memang disebabkan oleh badai matahari. Meski begitu, kami tidak bisa memastikan apakah cahaya matahari yang masuk ke Jupiter memiliki porsi besar atau kurang dari itu," ujar Clarke.
Advertisement
Cahaya Aurora Sering Hilang Muncul
Astronom Leicester University William Dunn mengungkap, fenomena alam menakjubkan ini ternyata tidak berlangsung secara terus menerus.
Ia kadang muncul, tetapi juga sering menghilang dalam waktu yang tak bisa diperkirakan.
"Ada sebuah gesekan konstan yang terjadi antara angin matahari dan magnetosfer yang terjadi di Jupiter," kata William Dunn, salah satu astronom yang mengamati cahaya tersebut.
"Kami tak yakin cahaya tersebut berasal dari badai yang terjadi pada kedua kutub. Akan tetapi, kami ingin memahami interaksi tersebut dan efek apa yang akan berdampak pada planet itu," lanjut pria yang juga tengah mengemban studi di laboratorium UCL Mullard Space Science ini.
"Dengan mempelajari bagaimana cahaya tersebut muncul, kami tentu bisa mengeksplor lebih banyak daerah yang dikontrol oleh medan magnetik Jupiter dan tentunya dipengaruhi oleh cahaya Matahari," Dunn menambahkan.
Ia menjelaskan, dengan mempelajari pola tersebut, para astronom bisa mengerti pentingnya menelaah objek magnetik yang terjadi di galaksi, mulai dari planet, exoplanet hingga bintang-bintang.
Pada Maret 2016, sebuah badai geomagnetik menyebabkan orang-orang yang tinggal di wilayah utara Bumi dapat melihat Aurora Borealis. Cahaya aurora ini juga diyakini terjadi akibat interaksi angin matahari dengan medan magnet dan atmosfer Bumi.
Lalu, apakah cahaya aurora yang muncul di Jupiter terjadi seperti yang ada di Bumi? Kepastian itu sampai sekarang masih dicari.
(Jek/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: