Pengamat: Investor Asing dan Grab Jangan Sampai Rugikan Pengusaha Lokal

Meski pemerintah membutuhkan investasi asing, namun jangan sampai investor asing (termasuk Grab) yang masuk justru merugikan pelaku usaha lokal.

oleh Iskandar diperbarui 06 Jul 2020, 12:30 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2020, 12:30 WIB
Ojek Online Gunakan Pelindung Pembatas Antar Penumpang
Driver Grab Bike mengenakan Grab Protect pelindung yang membatasi antara pengemudi dan penumpang saat diluncurkan di Jakarta, Selasa (9/6/2020). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutus bersalah PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Indonesia) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) atas dugaan diskriminasi terhadap mitra pengemudi mereka.

Pengamat hukum bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta DR Yudho Taruno Muryanto menilai keputusan KPPU telah didasari oleh fakta yang kuat dan melalui proses persidangan terbuka.

Ia menuturkan keputusan itu justru akan menjadi preseden baik karena memberikan jaminan adanya persaingan yang sehat dalam kegiatan bisnis di Indonesia.

"Dalam konteks persaingan usaha pada prinsipnya Undang-Undang (UU) ini mengatur untuk kepantingan antar para pelaku usaha. Pelaku usaha itu bisa orang perorangan, badan usaha, kelompok atau asosiasi. Dalam konteks kasus ini ada beberapa pelaku usaha yang dalam tanda kutip merasa ada diskriminasi,” ungkap Yudo, dikutip Senin (6/7/2020).

Ia menegaskan, setiap pelaku usaha wajib tunduk kepada UU persaingan usaha tersebut. Pasalnya, aturan itu akan memberikan jaminan dan kepastian bahwa kegiatan bisnis dijalankan secara sehat dan fair.

"Selama mereka (pelaku usaha) melakukan usaha di Indonesia, mereka harus tunduk terhadap UU. Tidak peduli lokal atau asing harus tunduk pada UU,” paparnya.

Ia menambahkan meski pemerintah membutuhkan investasi asing, namun jangan sampai investor asing (termasuk Grab) yang masuk justru merugikan pelaku usaha lokal.

"Kita ingin adanya fair play, dan UU persaingan usaha mengatur hal tersebut,” ucap Yudo memungkaskan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

Kronologi KPPU Denda Grab Rp 30 Miliar atas Dugaan Diskriminasi

Ojek Online Gunakan Pelindung Pembatas Antar Penumpang
Driver Grab Bike mengenakan Grab Protect pelindung yang membatasi antara pengemudi dan penumpang saat diluncurkan di Jakarta, Selasa (9/6/2020). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutus bersalah PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Indonesia) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) atas dugaan diskriminasi terhadap mitra pengemudi mereka.

Grab Indonesia sebagai terlapor 1 dikenakan sanksi Rp 7,5 miliar atas pelanggaran pasal 14, serta Rp 22,5 miliar atas pelanggaran pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Sehingga secara total Grab Indonesia dikenakan denda Rp 30 miliar.

Sementara untuk PT TPI sebagai terlapor 2 dikenakan sanksi Rp 4 miliar atas pelanggaran pasal 4, dan Rp 15 miliar atas pasal 19 huruf d, dengan total denda Rp 19 miliar.

Kasus ini awalnya diinisiasi oleh KPPU pada 2019 lalu dengan laporan Nomor 13/KPPU-I/2019. Perkara ini ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan mengenai dugaan pelanggaran integrasi vertikal (Pasal 14), tying-in (Pasal 15 ayat 2), dan praktek diskriminasi (Pasal 19 huruf d).

"Di awal perkara, KPPU menduga telah terjadi beberapa pelanggaran persaingan usaha melalui order prioritas yang diberikan Grab kepada mitra pengemudi di bawah TPI yang diduga terkait rangkap jabatan antar kedua perusahaan tersebut," jelas KPPU, seperti dikutip Sabtu (4/7/2020).

Dalam proses persidangan, Majelis Komisi menilai perjanjian kerjasama penyediaan jasa oleh Grab Indonesia selaku perusahaan penyedia aplikasi dan TPI selaku perusahaan yang bergerak di bidang jasa sewa angkutan khusus, bertujuan untuk menguasai produk jasa penyediaan aplikasi angkutan sewa khusus berbasis teknologi di Indonesia, dan mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah mitra dan orderan dari pengemudi mitra non-TPI.

 

Praktik Diskriminasi

Ojek Online Gunakan Pelindung Pembatas Antar Penumpang
Driver Grab Bike mengenakan Grab Protect pelindung yang membatasi antara pengemudi dan penumpang saat diluncurkan di Jakarta, Selasa (9/6/2020). Penumpang ojek online (ojol) kini tak perlu khawatir menggunakan transportasi ini di tengah pandemi Corona. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Majelis Komisi menilai tidak adanya upaya tying-in yang dilakukan Grab Indonesia terhadap jasa yang diberikan oleh TPI. Majelis menilai bahwa telah terjadi praktek diskriminasi yang dilakukan oleh Grab dan TPI atas mitra individu dibandingkan mitra TPI. Seperti pemberian order prioritas, masa suspend, dan fasilitas lainnya.

"Praktek tersebut telah mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat terhadap mitra non-TPI dan mitra individu," jelas KPPU.

Terkait hal ini, Majelis Komisi memerintahkan agar para terlapor melakukan pembayaran denda paling lambat 30 hari setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap.

Pembelaan Grab

Grab Indonesia lantas angkat bicara soal berbagai putusan tersebut. Perusahaan menyesalkan putusan KPPU meskipun pihaknya telah menyampaikan argumentasi dan pembuktian, didukung oleh saksi dan ahli yang dihadirkan dalam persidangan.

Perusahaan mengklaim, pihaknya tidak melihat adanya aturan yang dilanggar atau pihak yang dirugikan dalam kerjasama dengan TPI, apalagi menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat.

"Kami menyadari ada banyak mitra pengemudi kami yang ingin mendapatkan manfaat dari platform Grab untuk mendapatkan penghasilan yang jujur, tetapi tidak memiliki sarana berupa kendaraan, terlebih untuk dapat memiliki mobil pribadi. Oleh karena itu, kami bekerja sama dengan PT TPI untuk memfasilitasi akses sebagian mitra pengemudi ke layanan penyewaan mobil yang hemat biaya sehingga mereka dapat terus mencari nafkah seperti yang lainnya," tulis Grab dalam keterangannya.

Grab juga menyatakan tidak memberikan perlakuan istimewa kepada mitra pengemudi yang terdaftar di TPI.

"Jika mitra pengemudi Grab yang terdaftar di TPI secara konsisten memberikan layanan berkualitas kepada penumpang, tentu saja mereka berhak atas manfaat program yang sama dengan semua mitra pengemudi lainnya," lanjut Juru Bicara Grab Indonesia.

Dengan demikian, Grab Indonesia akan terus berupaya untuk melindungi brand dan reputasinya dari tuduhan tidak berdasar yang dibuat oleh KPPU.

"Dengan memperhatikan prinsip ini, kami akan mengajukan banding terhadap putusan KPPU tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," tegasnya.

Dukungan Hotman Paris

[Bintang] Hotman Paris
Preskon film Stop Bullying (Adrian Putra/bintang.com)

Kantor pengacara Hotman Paris turut bersuara atas keputusan denda kepada Grab Indonesia dan TPI tersebut. Selaku kuasa hukum keduanya, Hotman Paris menilai bahwa tindakan yang dilakukan KPPU merupakan preseden buruk terhadap citra usaha di Indonesia di tengah situasi pandemi saat ini.

"Di saat Presiden Joko Widodo sedang bekerja keras untuk membujuk investor asing agar berinvestasi di Indonesia, KPPU justru menghukum investor asing Grab dan TPI yang telah menanamkan modal besar di Indonesia dan telah membuka lapangan pekerjaan yang sangat luas, dengan pertimbangan-pertimbangan yang tidak sesuai fakta persidangan," tuturnya.

Hotman melanjutkan, seluruh koperasi mitra Grab yang merupakan pesaing TPI tidak pernah merasa terdiskriminasi dengan hadirnya TPI. Namun, KPPU dinilai memaksakan kehendak menyatakan Grab bersalah tanpa ada dasar hukum yang jelas.

"Anehnya, Grab yang memberi dampak positif bagi perekonomian Indonesia justru dihukum dengan nilai denda yang sangat fantastis tanpa pertimbangan hukum yang jelas," sambungnya.

Atas hal itu, Hotman meminta agar Jokowi melakukan pengawasan terhadap KPPU. Menurutnya, jika ada lembaga masih melakukan hal ini tanpa dasar hukum yang jelas, maka investor asing bisa kehilangan minat menanamkan modalnya di Indonesia.

Pihaknya juga akan segera melakukan proses hukum terkait tuduhan itu.

"Atas putusan KPPU tersebut, Grab dan TPI akan segera menempuh upaya hukum dengan mengajukan permohonan keberatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan," ujar Hotman.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya