Perusahaan Teknologi Ramai-Ramai Menentang Kebijakan App Store Apple

Perusahaan-perusahaan teknologi bergabung dalam sebuah koalisi bernama Coallition for App Fairness, menentang kebijakan App Store yang selama ini dinilai tidak adil.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 28 Sep 2020, 16:21 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2020, 16:21 WIB
Aplikasi di smartphone
Sekarang kamu bisa beli aplikasi di App Store dan melakukan pembayaran digital lewat DANA.

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan teknologi beramai-ramai menentang kebijakan toko aplikasi App Store  milik Apple.

Perusahaan-perusahaan yang dimaksud mulai dari Epic Games (pengembang Fortnite), Spotify, Basecamp, Match Group (pemilik Tinder), Tile, Blix, dan Deezer.

Mengutip The Verge, Senin (28/9/2020), mereka membentuk Coalition for App Fairness alias Koalisi untuk Keadilan Aplikasi.

Kelompok ini memiliki tujuan membuat aturan yang sifatnya 'level playing field' atau kesetaraan dalam bisnis aplikasi dan memberikan kebebasan ke pengguna untuk memilih aplikasi di perangkatnya.

Selain bergerak bersama, masing-masing dari perusahaan tengah berselisih dengan Apple karena kebijakan di App Store.

Adanya koalisi ini menandakan bahwa perusahaan teknologi melakukan upaya terkoordinasi, sehingga para pengembang dapat memprotes aturan Apple melalui jalan yang formal.

Tujuannya adalah membentuk organisasi di mana pengembang dapat bergabung, terutama pengembang yang tidak memiliki sumber daya untuk melawan Apple.

"Koalisi terbuka pada perusahaan berskala apapun dan di industri apapun yang berkomitmen untuk melindungi pilihan konsumen, membina kompetisi, dan membuat kesetaraan untuk semua aplikasi dan pengembang gim secara global," kata Koalisi tersebut.

CEO Epic Games Ikutan Gabung di Koalisi Penentang Apple

Fortnite
Pengembang gim Fortnite menuntut anak berusia 14 tahun karena berbuat curang. (Doc: Epic Games)

CEO sekaligus pendiri Epic Games Tim Sweeney mengatakan, Epic bergabung dengan Koalisi Kesetaraan aplikasi untuk membela hak fundamental bagi kreator untuk membuat aplikasi dan berbisnis langsung dengan konsumen masing-masing.

Ada tiga isu dari Apple yang disoroti oleh koalisi ini. Pertama adalah pembebanan biaya 30 persen untuk tiap layanan yang terjual (in-app purchase) dari App Store.

Kedua, kurangnya opsi kompetisi untuk distribusi aplikasi di iOS, dan ketiga, klaim bahwa pengguna Apple menggunakan kontrol atas iOS untuk mengutamakan layanan-layanan miliknya sendiri.

Tudingan ini bukanlah hal yang baru. Spotify sebelumnya pernah mengirimkan gugatan atas Apple yang dianggap melakukan monopoli. Gugatan ini dilayangkan ke Komisi Uni Eropa.

Basecamp belum lama ini juga mengklaim Apple menolak untuk menyetujui update aplikasi email Hey, kecuali jika upaya berlangganan dilakukan melalui AppStore.

Tuntutan ke Apple

Ilustrasi App Store
Ilustrasi App Store (Foto:Shutterstock)

Sementara, Epic juga belum lama berkeberatan atas pengenaan biaya layanan sebesar 30 persen untuk in-app purchase. Gara-gara masalah ini pula, gim terkenal Fortnite dihapus dari App Store.

Koalisi ini pun meminta kepada Apple agar pengembang tidak dipaksa untuk menggunakan toko aplikasi ekslusif dan menuntut agar semua pengembang memiliki akses yang sama dengan pemilik platform (Apple) atas informasi-informasi yang ada.

Tak hanya itu, pengembang tak boleh dipaksa membayar biaya yang tidak masuk akal yang bersifat diskriminatif, atau bagi hasil agar aplikasinya bisa tetap ada di App Store.

Apple pun tampaknya tidak merasa tersudut atas hal ini. Pasalnya, sejumlah aplikasi milik perusahaan anggota Koalisi masih ada di App Store dan mau tidak mau harus mematuhi kebijakan Apple sebagai pemilik platform.

(Tin/Isk)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya