YouTube Luncurkan Shorts, Fitur Serupa TikTok

YouTube diketahui telah merilis fitur baru bernama Shorts yang disebut-sebut mirip dengan TikTok.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 02 Mar 2021, 15:45 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2021, 15:45 WIB
Ilustrasi YouTube, Aplikasi YouTube
Ilustrasi YouTube, Aplikasi YouTube. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat

Liputan6.com, Jakarta - YouTube baru saja mengumumkan fitur baru di platformnya dengan nama Shorts. Sesuai namanya, fitur ini memungkinkan pengguna untuk mengunggah video pendek di platform YouTube.

Fitur anyar ini disebut mirip dengan TikTok, sebab video yang ditampilkan secara portrait. Namun seperti dikutip dari GSM Arena, Selasa (2/3/2021), fitur ini baru tersedia di Amerika Serikat, dan pengguna global diperkirakan akan menyusul dalam waktu dekat.

Saat ini, fitur Shorts sendiri masih dalam tahap Beta, sehingga belum seluruh pengguna di Amerika Serikat bisa menjajalnya. Hanya perusahan diketahui sudah menguji coba fitur ini dalam 12 bulan terakhir.

Sejak diuji coba, YouTube Shorts diketahui telah ditonton 3,5 miliar kali. Karenanya, wajar apabila YouTube ingin menghadirkan konten video pendek di platformnya.

Sebagai informasi, video pendek memang tengah naik daun dalam beberapa tahun terakhir. Salah satunya adalah TikTok yang kini dilaporkan berhasil mencapai 1 miliar pengguna aktif bulanan.

Selain YouTube, Instagram juga diketahui telah menghadirkan fitur serupa TikTok, yakni Reels. Fitur ini hadir pertama kali pada Agustus 2020 dan memungkinkan pengguna membuat video berdurasi 15 detik.

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

37 Persen Karyawan di Departemen TIK Nonton Youtube Saat Jam Kerja

Ilustrasi Youtube
Ilustrasi Youtube (Photo by Sara Kurfeß on Unsplash)

Di samping itu, keamanan siber dapat melibatkan tugas atau pekerjaan yang bersifat rutin dan berulang. Karena itu, ia juga secara tidak langsung dapat memengaruhi produktivitas dan motivasi untuk bekerja.

Sejak pandemi Covid,-19, tren pekerjaan jarak jauh semakin mengaburkan batas antara waktu bekerja dan kegiatan pribadi. Itu berdampak pada situasi di mana karyawan sering kali teralihkan dari pekerjaannya.

Laporan terbaru perusahaan keamanan siber Kaspersky menyatakan, di antara aktivitas yang paling umum dilakukan staf keamanan TI saat bekerja adalah membaca berita (42 persen), menonton video di YouTube (37 persen), dan menonton film atau serial TV (34 persen).

Bahkan, sepertiga dari responden dari sekitar 5.200 praktisi TIK dan keamanan siber di seluruh dunia mengaku melakukan olahraga fisik (31 persen) dan membaca literatur profesional (33 persen) saat jam kerja.

Selain itu, nyaris separuh (46 persen) karyawan keamanan TI meyakini kolega mereka meninggalkan pekerjaan karena beban kerja tinggi. Sementara 41 persen karyawan di seluruh departemen juga mengafirmasi pendapat ini.

Di satu sisi, ini tampak kontradiktif dengan begitu banyak jam kerja yang dihabiskan untuk aktivitas senggang. Namun, 48 persen benar-benar menjelaskan peralihan mereka dari pekerjaan disebabkan oleh kebutuhan untuk istirahat di antara tugas, bukan diakibatkan kebosanan atau kurangnya pekerjaan.

"Saya rasa ini bukanlah masalah yang membuat karyawan teralihkan dari pekerjaannya. Harus ada kontrol atas kinerja tugas, dan bukanlah berapa jam kerja yang dihabiskan untuk hobi," ujar Andrey Evdokimov, Head of Information Security di Kaspersky.

Selain itu, kata Evdokimov, menonton video mungkin merupakan hal wajar karena aktivitas ini memberikan wawasan tentang cara menyelesaikan masalah. Namun secara umum, menurut dia, "Jika pekerjaan tidak menarik bagi seorang karyawan dan kurangnya manajemen tugas, mereka akan menemukan cara untuk melakukan sesuatu yang berbeda, bahkan dari kantor sekali pun."

Efisiensi menurun perlu perhatian

Selain itu, saat bekerja dari rumah diterapkan, beberapa tugas dan pertemuan sekarang mungkin dijadwalkan di luar standar 9-5. Selama hari kerja yang lebih panjang, menjadi lebih penting bagi para karyawan untuk mengambil waktu beristirahat, sehingga mereka dapat tetap produktif selama periode yang diperpanjang ini.

"Pada dasarnya karyawan harus memiliki target, KPI, objektif, dan tolok ukur yang mencirikan kualitas dan kecepatan pekerjaan mereka. Jika kinerja tidak terpengaruh, maka tidak ada masalah dengan fakta bahwa seseorang teralihkan dari pekerjaan," tutur Sergey Soldatov, Head of Security Operations Center di Kaspersky.

Namun, dia menekankan apabila efisiensi kerja seseorang menurun, maka hal itu harus menjadi perhatian.

"Tugas manajerial adalah memberi tahu karyawan tentang produktivitas yang buruk sedini mungkin sehingga mereka dapat menemukan cara untuk memecahkan masalah tersebut," kata Soldatov.

(Dam/Ysl)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya