Liputan6.com, Jakarta - Twitter menyebut pihaknya terus mengambil tindakan pada informasi menyesatkan terkait Covid-19, terutama tweet yang berisiko membahayakan orang lain.
Hasilnya sejak Juli-Desember 2020, Twitter menindak 10.320.924 akun. Menurut Twitter, jumlah akun yang ditantang mencerminkan jumlah tindakan proaktif anti-spam yang diimplementasikan dan menarget manipulasi platform dan difokuskan pada diskusi terkait Covid-19.
Baca Juga
Twitter mengakui, pihaknya melakukan berbagai tindakan proaktif yang secara spesifik difokuskan terkait Covid-19.
Advertisement
"Kami telah menangguhkan 597 akun dan menghapus sebanyak 3.846 konten," kata Twitter, dikutip dari Laporan Transparansi periode Juli-Desember 2020.Â
Dikatakan, sejak Twitter memperkenalkan panduan Covid-19 pada 2020, hingga kini perusahaan menindak 11,7 juta akun, menangguhkan 1.496 akun, dan menghapus 43.100 konten di seluruh dunia.
Informasi ini berdasarkan update Laporan Transparansi periode Juli-Desember 2020. Twitter mengakui, sepanjang beberapa tahun terakhir, pihaknya mengalami berbagai tantangan global yang menantang. Salah satunya adalah pandemi corona.
Perusahaan menyebut, transparansi berkelanjutan jadi upaya Twitter melindungi percakapan publik dan hal tersebut selalu menjadi prioritas. Twitter mengatakan, pandemi Covid-19 sangat berdampak pada cara Twitter beroperasi selama paruh kedua 2020.
"Pembatasan dan penyesuaian terkait Covid-19 yang berbeda-beda di tiap negara yang dialami tim kami mempengaruhi efisiensi kerja dalam moderasi konten dan kecepatan penerapan kebijakan kami," kata Twitter.
Tingkatkan Penggunaan Machine Learning
Dalam menerapkan kebijakan dan moderasi konten, Twitter meningkatkan penggunaan machine learning dan otomatisasi untuk mengambil tindakan pada konten-konten berpotensi menyesatkan dan manipulatif.
Twitter melaporkan, impressions pada tweet yang melanggar peraturan menyumbang 0,1 persen dari total impresi semua tweet yang dikicaukan sejak 1 Juli hingga 31 Desember 2020.
"Dalam periode ini Twitter menghapus 3,8 juta tweet yang melanggar aturan. 77 persen dari tweet tersebut memiliki jumlah impresi kurang dari 100 sebelum akhirnya dihapus," katanya.
Sementara, 17 persen menerima 100-1.000 impresi dan hanya 6 persen cuitan yang dihapus menerima lebih dari 1.000 impresi.
"Kami berupaya menghapus konten berbahaya dan melanggar aturan dengan cepat dan terukur, baik di tengah krisis kesehatan global atau ketika pemilu nasional berlangsung," kata Twitter.
Â
Advertisement
Permintaan Hukum Global
Twitter menyebut, menjaga privasi tiap pengguna adalah prioritas perusahaan. "Kami memberikan beberapa atau semua informasi yang diminta untuk merespon 30 persen dari permintaan ini. Total permintaan 4.376 permintaan," kata pihak Twitter.
Menurut Twitter, India merupakan negara dengan sumber permintaan informasi pemerintah terbanyak. Permintaan dari India menyumbang 25 persen dari volume global dan 15 persen dari sejumlah akun global telah dispesifikasi.
Selain India, permintaan dari AS atas informasi juga cukup besar. Dikatakan, sebanyak 22 persen dari total permintaan global Twitter berasal dari AS.
AS mengajukan volume permintaan darurat global tertinggi (34 persen), diikuti Jepang (17 persen), dan Korea Selatan (16 persen).
Dapat Permintaan Penghapusan Konten
Tidak hanya permintaan informasi, Twitter juga mendapat permintaan penghapusan konten. Selama Juli-Desember 2020, Twitter menerima 38.524 tuntutan hukum untuk menghapus konten pada 131.933 akun.
"Kami menahan atau menghapus sebagian atau pun semua konten yang dilaporkan sebagai tanggapan atas 29 persen tuntutan hukum global ini, total sebanyak 11.091 konten," kata Twitter.
Jumlah tersebut turun 9 persen dibandingkan periode pelaporan sebelumnya. Permintaan penghapusan konten ini melibatkan jumlah akun terbesar yang pernah ada dalam satu periode pelaporan.
Dikatakan Twitter, sebanyak 199 akun jurnalis dan media yang terverifikasi dari seluruh dunia patuh pada 361 tuntutan hukum, meningkat 26 persen sejak periode pelaporan sebelumnya.
94 persen jumlah tuntutan hukum global berasal dari lima negara, yakni Korea Selatan, Turki, Rusia, India, dan Jepang.
(Tin/)
Advertisement