Liputan6.com, Jakarta - Sebuah laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa enkripsi dan kemudahan akses Telegram membuat platform chatting tersebut banyak digunakan oleh para pelaku kejahatan siber.
Laporan The Financial Times (FT) dan Cyberint menemukan, ada peningkatan lebih dari 100 persen dalam penggunaan Telegram oleh penjahat siber.
Advertisement
Baca Juga
"Layanan pesan terenkripsi semakin populer di kalangan pelaku ancaman yang melakukan aktivitas penipuan dan menjual data curian," kata analis ancaman siber Cyberint Tal Samra.
"Itu (layanan pesan terenkripsi) lebih nyaman digunakan ketimbang dark web," kata Samra seperti dilansir Engadget, Selasa (21/9/2021).
Samra juga menambahkan, selain lebih nyaman daripada dark web, Telegram juga dinilai cenderung kurang diawasi oleh pihak berwenang.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pengaruh Kebijakan Privasi WhatsApp
Laporan tersebut menemukan, jumlah aktivitas kriminal di aplikasi Telegram melonjak usai munculnya perubahan kebijakan privasi WhatsApp.
Sebelumnya, para pengguna WhatsApp sempat memprotes kebijakan aplikasi milik Facebook itu. Pasalnya, WhatsApp meminta penggunanya untuk menerima kebijakan yang memungkinkan mereka berbagi data dengan Facebook.
WhatsApp pun mengklarifikasi bahwa mereka tidak akan bisa membaca komunikasi pribadi penggunanya, meski tidak sedikit orang yang memilih bermigrasi ke Telegram.
Dalam laporan FT dan Cyberint, ditemukan jaringan besar hacker yang berbagi dan menjual kebocoran data di kanal Telegram dengan puluhan ribu pelanggan.Â
Advertisement
Respon Telegram
Mereka mengungkapkan, ada banyak "email:pass" dan "combo" yang disebutkan dalam aplikasi tersebut selama setahun terakhir. Jumlah tersebut dilaporkan meningkat empat kali lipat.
Terdapat juga dump data yang beredar di Telegram dan berisi 300 ribu hingga 600 kombinasi email dan kata sandi untuk game dan email.
Selain itu, pelaku kejahatan siber juga menjual informasi keuangan sepeti nomor kartu kredit, salinan paspor, dan alat peretasan melalui aplikasi.
Telegram pun mengklaim sudah menghapus saluran/ channel, tempat di mana sekumpulan data dalam jumlah besar termasuk email dan kata sandi dijual. Penghapusan dilakukan setelah FT melaporkan temuan mereka pada perusahaan.
Telegram juga mengatakan, mereka "memiliki kebijakan untuk menghapus data pribadi yang dibagikan tanpa persetujuan."
Pihak Telegram juga mengaku memiliki "kemampuan moderator profesional yang terus bertambah" yang menghapus 10 ribu komunitas publik setiap harinya, karena melanggar syarat dan ketentuannya.
Infografis Waspada WhatsApp Rentan Dibobol Hacker
Advertisement