Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan bank digital di Indonesia yang semakin bertumbuh, harus diiringi dengan kesadaran tentang keamanan data dan waspada akan kejahatan siber dari para nasabah.
Teguh Aprianto, Cyber Security Researcher & Consultant mengatakan, terjadi peningkatan kejahatan siber dengan modus rekayasa sosial (social engineering) selama pandemi.
Advertisement
Baca Juga
Dilansir siaran pers Jenius, pandemi dinilai secara tidak langsung mendorong perubahan perilaku masyarakat dalam mengadopsi teknologi untuk memenuhi berbagai kebutuhan sehari-hari, termasuk kebutuhan perbankan.
"Sayangnya, hal ini diikuti dengan meningkatnya kejahatan siber yang mengintai para pengguna platform digital, salah satunya yang marak terjadi adalah dengan modus social engineering," kata Teguh, ditulis Sabtu (30/10/2021).
Nasabah pun harus lebih berhati-hati saat menerima telepon, pesan singkat, atau pesan lewat media sosial yang mengaku dari pihak bank tertentu, yang meminta data atau informasi pribadi dan rahasia, atau masuk ke suatu tautan tertentu.
Menurut Teguh, penyedia layanan juga harus bertanggung jawab untuk menjaga keamanan data dan dana nasabah.
"Namun nasabah juga perlu waspada untuk turut melindungi data milik mereka agar tidak disalahgunaan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab," imbuhnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kurangnya Pemahaman Soal Rekayasa Sosial
Sementara itu, bank digital BTPN, Jenius, melakukan studi yang bertajuk Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap Data-Data Pribadi yang Bersifat Rahasia.
Studi ini dilakukan pada September 2021 dan melibatkan 637 responden berusia 21 hingga 30 tahun.
Mereka menemukan, hanya satu dari 10 responden anggota masyarakat digital savvy yang memahami dan menyadari modus kejahatan siber berupa rekayasa sosial.
Tujuh dari 10 masyarakat digital savvy belum paham bahwa nama dan tanggal kedaluwarsa di kartu debit, merupakan informasi rahasia yang sama pentingnya dengan informasi lain seperti PIN, nomor CVV, dan 16 digit kartu.
Dari hasil survei juga ditemukan, lima dari 10 anggota masyarakat, pernah dihubungi oknum kejahatan siber, dan satu dari lima responden mengaku teperdaya memberikan data pribadi melalui WhatsApp call, link, website, dan akun media sosial palsu.
Terkait hal ini, Irwan Tisnabudi, Digital Banking Head Bank BTPN mengatakan, data dan dana nasabah adalah prioritas di Jenius.
Menurut Irwan, Jenius dilengkapi dengan sistem keamanan berlapis untuk memastikan keamanan bertransaksi dan penyimpanan data.
"Kami juga menggunakan teknologi berstandar internasional, isolasi dan proteksi data berlapis, dan diawasi oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," ujarnya.
Advertisement
Upaya Jaga Keamanan Data Nasabah
Irwan mengklaim, kasus-kasus penipuan yang terjadi pada nasabah Jenius adalah kejahatan siber dengan modus rekayasa sosial.
"Oleh sebab itu, kami meluncurkan program Jenius Aman untuk mengedukasi masyarakat tentang keamanan data pribadi agar dapat terhindari dari kejahatan siber yang terus berkembang," kata Irwan.
Seiring peningkatan kasus rekayasa sosial, Jenius menambahkan beberapa langkah keamanan guna memperkecil risiko penyalahgunaan akun Jenius oleh oknum yang tidak bertanggung jawab akibat pengguna yang teperdaya memberikan informasi rahasia.
Langkah itu termasuk kode OTP atau one-time password. Penambahan langkah keamanan itu mencakup kebijakan satu perangkat yang terhubung, menutup akses log in melalui situs 2secure.jenius.co.id.
Mereka juga menutup akses unlink device melalui aplikasi atau situs dan mengalihkannya ke Jenius Help 1500365 atau Kantor Cabang Sinaya Bank BTPN.
Irwan mengatakan, layanan perbankan digital mengedepankan nilai kemudahan dan kenyamanan pengguna, serta memberikan kontrol sepenuhnya kepada pengguna dalam mengelola akunnya.
"Kami menyadari penambahan langkah keamanan ini berdampak pada kenyamanan dalam menggunakan Jenius, namun langkah tersebut diambil guna melindungi pengguna dari tindak kejahatan siber," kata Irwan.
Irwan mengungkapkan, mereka telah menambahkan kapasitas layanan Jenius Help, sehingga proses unlink device dapat diselesaikan dalam waktu dua jam, yang sebelumnya membutuhkan dua hari kerja.
(Gio/Ysl)
Infografis Beragam Model Kejahatan Siber
Advertisement