Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 telah memukul sejumlah industri. Sebagai contoh, sebagian besar pelaku usaha di industri logistik merasakan masalah, seperti pengiriman barang menjadi telat serta biaya operasional yang membengkak.
Selain itu, pandemi juga memaksa semua orang untuk melakukan segala aktivitas di rumah, termasuk belanja secara online.
Baca Juga
Perubahan tersebut menjadi faktor penting yang memaksa para pelaku usaha untuk mengubah proses bisnis konvensional ke digital. Namun selama ini, digitalisasi masih berjalan lambat. Namun, dengan adanya pandemi Covid-19, momen ini menjadi titik percepatan untuk menerapkannya dalam proses bisnis.
Advertisement
Ex-Direktur Eksekutif Nielsen, Yongky Susilo, menilai krisis yang terjadi sekarang berbeda dengan krisis sebelumnya, di mana banyak orang hanya dapat beraktivitas di dalam rumah.
"Hal ini mengubah pola pikir dan gaya hidup yang sekaligus mendorong para pebisnis untuk mengotomasi bisnis mereka agar bergerak lebih cepat dalam menerapkan digitalisasi sebagai investasi masa depan," ujar Yongky dalam webinar bertema "Supply Chain Digital Ready", belum lama ini.
Namun, hal tersebut juga perlu didukung dengan berbagai faktor, seperti infrastruktur, kebijakan, dan skill individu.
Sementara menurut Lead Partner Technology Services Crowe Indonesia, Marko Suswanto, baik individu maupun perkembangan teknologi harus berjalan berdampingan. Kenyataannya, perkembangan teknologi yang sekarang bertumbuh sangat kencang dan tidak diiringi dengan peningkatan kemampuan individu dalam mengoperasikannya.
Yang harus diperhatikan adalah keberhasilan penerapan digitalisasi tidak hanya diukur hanya dari pergantian kebiasaan dari penggunaan kertas ke digital.
Digital Native Reps Google Cloud, Asryan Aghati, melihat para pebisnis juga perlu menerapkan otomasi untuk mengubah proses operasional bisnis mereka menjadi lebih efisien dan efektif.
Â
Pebisnis Harus Manfaatkan Momen Ini
Tentunya, momen ini perlu dimanfaatkan oleh para pebisnis guna melakukan digitalisasi sebagai bentuk investasi di masa depan.
Dengan begitu, opportunity cost bisnis akan berkurang drastis, pengelolaan bisnis akan berjalan lebih efektif, dan meningkatkan level kompetitif perusahaan di masa mendatang.
Hal ini sejalan dengan pendapat Presiden ISCEA Indonesia, Prof. Nyoman Pujawan, yang mengatakan bahwa pengelolaan arus kas dipengaruhi oleh dua elemen, pendapatan dan biaya.
"Jika keduanya dapat dikontrol dengan mekanisme supply chain yang baik, keuangan perusahaan akan menjadi sehat serta meningkatkan efektivitas komunikasi antar-divisi dalam operasional bisnis," ucap Nyoman.
Â
Advertisement
Digitalisasi Supply Chain
Sementara CTO Paper.id, Yosia Sugialam, menambahkan komunikasi bukan sekadar dari hubungan internal perusahaan, tapi juga dari eksternal, hubungan antara buyer dan supplier.
"Proses transaksi antara buyer dan supplier bisa berjalan lebih efektif dengan menggunakan faktur dan pembayaran digital untuk mempermudah transaksi antara buyer dan supplier hingga mendapatkan akses pendanaan usaha yang lebih mudah untuk bisnis," paparnya.
Yosia meyakini hal tersebut bisa menjadi faktor penting guna mendongkrak perkembangan bisnis, terutama saat pandemi seperti sekarang ini.
"Dengan penerapan digitalisasi di supply chain, beragam proses operasional bisnis dapat berjalan lebih cepat dengan hasil yang lebih maksimal, salah satunya proses penagihan," ujarnya.
Untuk diketahui, di kala pandemi, proses penagihan berjalan lebih lambat. Banyak pebisnis meminta untuk memperpanjang tempo agar kas bisnis tetap aman.
Untuk mengatasi masalah ini, solusi supply chain financing dinilai dapat diterapkan untuk memberikan pendanaan usaha, agar bisnis tetap berjalan lancar, terutama bagi UMKM.
Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia
Advertisement