Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Ririek Adriansyah mengungkap lanskap industri telekomunikasi di 2022.
Meski masih hidup di bawah bayang-bayang pandemi, Ririek memperkirakan industri telekomunikasi akan tumbuh di 2022, termasuk di Indonesia.
Baca Juga
"Industri telko dibandingkan sebelum pandemi, rata-rata secara umum sudah mulai membaik, lebih baik dari saat awal pandemi. Memang di beberapa negara sempat turun, tetapi hari ini lebih baik," kata Ririek, dalam Diskusi IndoTelko, Kamis (2/12/2021).
Advertisement
Ia mengungkap, di Indonesia industri telekomunikasi diprediksi mengalami tren positif, tidak seperti saat belum ada pandemi.
Dirut Telkom ini menyebut layanan yang akan tumbuh adalah layanan mobile data. Sementara layanan legacy seperti SMS dan panggilan justru terus menurun.
"Layanan data mobile akan tumbuh, namun unit price-nya ada tren menurun. Industri berharap harga akan membaik," kata Ririek.
Yang menjadi perhatian ATSI, karena konsumsi data tumbuh tinggi dengan trafiknya tumbuh besar, operator dituntut untuk lakukan investasi pada jaringan.
Layanan lain yang juga akan meningkat di industri telekomunikasi adalah fix broadband. Ia mencatat, saat ini sudah lebih dari 10 juta rumah yang menggunakan layanan fix broadband, hal ini didukung kegiatan work from home yang diterapkan saat pandemi. Tren ini bakal terus berlanjut meski kondisi pandemi mulai membaik.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Industri Telko Diperkirakan Tumbuh 3 Persen Pada 2022
Ririek memperkirakan, industri telekomunikasi di Indonesia akan tumbuh sekitar 3 persen pada 2022, dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan diyakini terjadi dalam hal konektivitas, antara 2022 dan 2024, yakni sekitar 4 persen.
Selain itu juga di bidang IoT yang diyakini tumbuh lebih besar. Bidang IoT meliputi layanan IT, data center, cloud, dengan prediksi pertumbuhan 8 persen.
Selain itu, bisnis digital juga akan tumbuh setidaknya 12 persen pada 2022-2024. "Hal ini sejalan dengan fakta, saat pandemi lalu masyarakat jadi lebih contactless dan terus menggunakan berbagai layanan digital," kata Ririek.
Ia memaklumi jika bisnis ICT dan digital akan tumbuh lebih tinggi ketimbang pertumbuhan konektivitas. Pasalnya, meski pandemi berakhir, sejumlah survei menyatakan sebagian masyarakat bakal tetap menggunakan kebiasaan saat pandemi, misalnya menggunakan layanan video conference untuk membantu aktivitas sehari-hari.
Ririek juga menyoroti kehadiran 5G di Indonesia. Meski masih terbatas, ke depannya ia meyakini operator akan melakukan pembangunan infrastruktur 5G dengan lebih masif, begitu juga dengan use case yang kian meluas.
"Kami yakini dalam 1-2 tahun mendatang use case 5G makin matang, sehingga keberadaan 5G akan memberikan hasil positif secara finansial bagi operator," katanya.
Advertisement
Restrukturisasi Bisnis dan Beralih ke Digital
Selain itu, Ririek juga menyoroti operator telekomunikasi baik di dunia maupun Indonesia yang akan merestrukturisasi portofolio bisnis. Sebagai contoh, Singtel yang medivestasi 70 persen tower-nya di Australia. Operator di Indonesia pun diprediksi lakukan hal yang sama.
"Di Indonesia more or less sama, terjadi dinamika sejenis, dengan Indosat Ooredoo dan Tri merger, Indosat dilaporkan menjual tower, dan ada kabar mereka akan menjual data centernya," kata Ririek.
Begitu juga XL Axiata yang mengumumkan akuisisi terhadap LinkNet. XL juga beberapa waktu belakangan melepas sejumlah tower-nya. Telkomsel pun demikian, melepas tower yang kemudian dibeli oleh perusahaan anak Telkom, Mitratel.
"Secara keseluruhan bisa dikatakan, digitalisasi akan makin meluas, sehingga wajar jika operator terus mencari sumber pertumbuhan baru selain konektivitas. Dalam hal konektivitas, diperkirakan akan ada konsolidasi antaroperator, atau konsolidasi bisnis fix dan mobile, termasuk bisnis-bisnis pendukungnya, seperti industri tower dan data center," kata Ririek.
Ririek juga memperkirakan, pengeluaran belanja modal (capex) akan terus meningkat karena adanya konsumsi data yang tinggi. Untuk itu, diperlukan investasi baru dan kemitraan antara operator dengan berbagai pihak lainnya.
(Tin/Isk)
Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia
Advertisement