Kisah Non-Muslim yang Masuk Surga karena Menghormati Orang yang Berpuasa

Seorang Majusi masuk surga karena menghormati orang berpuasa di Ramadhan; kisah inspiratif tentang toleransi dan hidayah yang luar biasa.

oleh Mabruri Pudyas Salim Diperbarui 01 Mar 2025, 17:15 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2025, 17:15 WIB
Ilustrasi anak, ibu, sahur, buka puasa, Islami
Ilustrasi anak, ibu, sahur, buka puasa, Islami. (Image by freepik)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Menghormati orang yang sedang menjalankan ibadah puasa bukan hanya sebatas etika sosial, tetapi juga merupakan bentuk penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan. Dalam kehidupan bermasyarakat yang majemuk, sikap saling menghormati menjadi fondasi penting untuk menciptakan harmoni sosial, termasuk dalam hal menghormati orang yang sedang menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan.

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh dengan rahmat, ampunan, dan hidayah dari Allah SWT. Pada bulan ini, pintu-pintu surga dibuka lebar, pintu-pintu neraka ditutup, dan syaitan-syaitan dibelenggu. Bulan ini menjadi momen istimewa bagi umat Muslim untuk meningkatkan ketakwaan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui ibadah puasa dan berbagai amalan lainnya.

Dalam konteks kehidupan beragama, sikap saling menghormati antara pemeluk agama yang berbeda merupakan wujud dari nilai-nilai toleransi. Islam sendiri mengajarkan untuk saling menghormati dan tidak memaksakan keyakinan kepada orang lain, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran:

"Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam)" (QS. Al-Baqarah: 256).

Sikap menghormati ini ternyata memiliki dampak spiritual yang luar biasa, bahkan bisa menjadi jalan hidayah bagi seseorang, sebagaimana tergambar dalam kisah seorang Majusi yang akan dibahas dalam artikel ini. Simak kisah selengkapnya berikut ini sebagaimana telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (27/2/2025).

Makna Hidayah dan Keistimewaan Bulan Ramadhan

Hidayah dalam Islam memiliki makna petunjuk atau bimbingan dari Allah SWT kepada jalan yang benar. Hidayah merupakan anugerah terbesar yang Allah berikan kepada hamba-Nya, karena dengan hidayah itulah seseorang dapat menemukan jalan kebenaran dan keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran: "Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk (hidayah) kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki" (QS. Al-Qasas: 56).

Bulan Ramadhan memiliki keistimewaan yang luar biasa dalam Islam. Selain sebagai bulan diwajibkannya puasa, Ramadhan juga dikenal sebagai bulan diturunkannya Al-Quran, bulan penuh ampunan, dan bulan pembebasan dari api neraka. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu" (HR. Bukhari dan Muslim).

Ramadhan menjadi waktu yang tepat untuk mendapatkan hidayah karena pada bulan ini, kadar keimanan dan ketakwaan umat Muslim umumnya meningkat. Atmosfer spiritual yang tercipta selama bulan Ramadhan memberikan lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk merenung, introspeksi diri, dan membuka hatinya untuk menerima petunjuk Allah SWT. Tidak heran jika banyak orang yang mendapatkan hidayah dan memutuskan untuk memeluk Islam pada bulan yang penuh berkah ini.

Allah SWT memberikan hidayah melalui berbagai cara yang terkadang tidak terduga. Hidayah bisa datang melalui perenungan atas kebesaran alam, melalui kesulitan hidup, melalui perantara orang lain, atau bahkan melalui tindakan sederhana seperti menghormati ibadah orang lain. Sebagaimana kisah seorang Majusi yang mendapatkan hidayah setelah menunjukkan sikap hormat terhadap umat Muslim yang sedang berpuasa, membuktikan bahwa Allah SWT memiliki banyak cara untuk menunjukkan jalan kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki.

Kisah Majusi yang Menghormati Orang Puasa

Majusi Pengikut Zoroastrianisme
Sumber: freepik.com... Selengkapnya

Dikisahkan dalam kitab "Nuzhatul Majalis" dan juga "Durratun Nasihin fi Al-Wad's wa Al-Irsyad" karya Syaikh Usman bin Hasan, pada suatu hari di bulan Ramadhan yang terik, ada seorang lelaki Majusi (penyembah api) yang pergi ke pasar bersama anaknya. Siang itu, matahari Ramadhan begitu menyengat sehingga membuat suhu udara kota semakin panas, menambah rasa lelah dan haus bagi kaum Muslimin yang sedang menjalankan ibadah puasa.

Di tengah kesibukan pasar dan hiruk pikuknya aktivitas jual beli, anak Majusi tersebut tanpa sengaja makan di depan umum. Bagi anak itu, makan di siang hari adalah hal yang biasa karena mereka bukan pemeluk agama Islam dan tidak menjalankan ibadah puasa. Namun, hal ini justru mendapat perhatian dari sang ayah.

Ketika melihat putranya menyantap makanan dengan lahapnya tanpa menghiraukan kaum Muslim di sekitar yang sedang menahan lapar dan dahaga, sang ayah lantas memukul anaknya. Ia memarahi anaknya dengan berkata, "Mengapa engkau tidak menjaga kehormatan kaum Muslimin pada bulan Ramadhan? Seharusnya engkau pandai menghormati umat Islam yang sedang menjalankan puasa, tapi mengapa kamu tidak tahu diri dengan cara makan di tengah pasar?"

Tindakan sang ayah Majusi ini menunjukkan sikap toleransi dan penghormatan yang tinggi terhadap umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa. Meskipun ia bukan seorang Muslim, ia memahami pentingnya menghormati praktik keagamaan orang lain dan mengajarkan nilai-nilai tersebut kepada anaknya. Inilah bentuk etika sosial yang tinggi, yang menunjukkan bahwa menghormati perbedaan adalah bagian dari nilai-nilai kemanusiaan universal.

Tak lama setelah kejadian tersebut, lelaki Majusi itu meninggal dunia. Pada malam harinya, ada seorang ulama yang bermimpi melihat lelaki Majusi tersebut berada di salah satu istana megah di surga, dikelilingi nikmat yang tiada tara. Melihat pemandangan ini, sang ulama merasa heran dan bertanya, "Wahai fulan, bukankah engkau seorang Majusi (penyembah api)? Mengapa engkau bisa berada di surga?"

Lelaki yang dahulu Majusi itu menjawab, "Memang benar, dulu aku adalah seorang Majusi. Tetapi, saat tiba waktu kematian, aku mendengar suara dari atas, 'Wahai para Malaikat-Ku, jangan kalian biarkan orang itu sebagai Majusi. Muliakanlah dia dengan Islam karena telah menghormati bulan Ramadhan'. Sebelum aku meninggal, Allah memuliakanku dengan memberi hidayah sehingga aku memeluk agama Islam sebab aku memuliakan bulan Ramadhan dengan menjaga kehormatan kaum Muslimin yang menjalankan ibadah puasa."

Kisah ini menegaskan bahwa hidayah adalah hak prerogatif Allah SWT semata. Allah memberikan hidayah kepada siapa saja yang Dia kehendaki, bahkan kepada seorang yang sebelumnya bukan Muslim. Sikap lelaki Majusi yang menghormati ibadah puasa umat Muslim menjadi sebab ia mendapatkan hidayah di akhir hayatnya, sehingga ia meraih husnul khatimah dan ditempatkan di surga.

Hikmah dari Kisah Majusi yang Masuk Surga

Ilustrasi Anak Kecil Puasa
Ilustrasi anak kecil puasa (copyright Freepik)... Selengkapnya

Kisah seorang Majusi yang mendapatkan hidayah karena menghormati orang yang berpuasa mengajarkan kita bahwa penghormatan terhadap ibadah orang lain dapat membuka pintu hidayah. Tindakan sederhana berupa menghormati praktik keagamaan orang lain, meskipun berbeda keyakinan, ternyata memiliki nilai yang sangat besar di sisi Allah SWT. Hal ini menegaskan pentingnya sikap toleransi dan saling menghargai dalam kehidupan beragama.

Allah SWT sangat menghargai sikap hormat terhadap kaum Muslim yang sedang beribadah. Dalam kisah Majusi tersebut, sikap menghormati orang yang sedang berpuasa menjadi sebab ia mendapatkan hidayah dan dimasukkan ke dalam surga. Ini menunjukkan bahwa Allah SWT melihat ketulusan hati seseorang, bukan hanya status keagamaannya. Sikap hormat terhadap nilai-nilai keagamaan dapat menjadi jalan bagi seseorang untuk mendapatkan ridha Allah SWT.

Pentingnya menghormati bulan Ramadhan berlaku bagi semua orang, termasuk non-Muslim. Bulan Ramadhan bukan hanya bulan istimewa bagi umat Islam, tetapi juga momentum untuk menyebarkan nilai-nilai kebaikan dan toleransi kepada semua manusia. Saling menghormati perbedaan, termasuk dalam hal praktik keagamaan, dapat menciptakan harmoni sosial dan memperkuat ikatan kemanusiaan.

Kisah Majusi ini juga mengajarkan bahwa peluang hidayah bisa datang kapan saja hingga akhir hayat. Selama seseorang masih hidup, pintu hidayah dan rahmat Allah SWT senantiasa terbuka. Bahkan di detik-detik terakhir kehidupan, seseorang masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan hidayah dan meraih husnul khatimah. Sebagaimana firman Allah SWT: "Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam" (QS. Al-Anbiya: 107).

Pelajaran Berharga untuk Umat Islam

Ilustrasi buka puasa, sahur, Islami, Ramadan
Ilustrasi buka puasa, sahur, Islami, Ramadan. (Photo by Thirdman from Pexels)... Selengkapnya

Kisah Majusi yang mendapatkan hidayah karena menghormati orang puasa memberikan refleksi mendalam bagi umat Islam. Jika seorang non-Muslim bisa dimuliakan Allah SWT karena menghormati orang yang berpuasa, bagaimana dengan Muslim sendiri? Sudah sepatutnya kita sebagai umat Islam lebih menjunjung tinggi nilai-nilai ibadah puasa dan menghormati bulan Ramadhan, tidak hanya dengan menjalankan ibadah puasa, tetapi juga dengan menjaga perilaku, tutur kata, dan sikap selama bulan suci ini.

Umat Islam memiliki tanggung jawab moral yang lebih besar dalam menjaga kehormatan bulan Ramadhan. Sebagai penganut agama Islam, kita dituntut untuk tidak hanya menjalankan ibadah puasa secara lahiriah, tetapi juga memahami dan menghayati makna spiritual di baliknya. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh terhadap sikap dia meninggalkan makan dan minumnya" (HR. Bukhari). Hal ini menegaskan bahwa esensi puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menahan diri dari perbuatan tercela.

Kisah ini juga mengajak kita untuk meningkatkan kesadaran akan makna ibadah puasa dan hikmahnya. Puasa memiliki dimensi spiritual yang dalam, sebagaimana dijelaskan dalam hadits qudsi: "Seluruh ibadah anak Adam untuk dirinya kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya" (HR. Bukhari dan Muslim). Puasa adalah ibadah yang istimewa, yang memiliki kedudukan khusus di sisi Allah SWT, sehingga pahalanya langsung ditentukan oleh-Nya tanpa hitungan.

Bulan Ramadhan hendaknya dijadikan momentum untuk meraih hidayah dan meningkatkan kualitas keimanan. Sebagai bulan penuh berkah, Ramadhan menawarkan kesempatan emas bagi umat Islam untuk memperbaiki diri, meningkatkan ibadah, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tak heran jika Ramadhan sering disebut sebagai bulan pendidikan spiritual, di mana seorang Muslim dilatih untuk mengendalikan hawa nafsu, meningkatkan kepekaan sosial, dan memperkuat hubungan dengan Allah SWT.

Kisah-Kisah Lain Tentang Hidayah Melalui Penghormatan

Ilustrasi puasa, buka puasa, sahur
(Photo by Dan DeAlmeida on Unsplash)... Selengkapnya

Selain kisah Majusi yang mendapatkan hidayah karena menghormati orang yang berpuasa, terdapat juga kisah-kisah lain tentang non-Muslim yang mendapatkan hidayah karena menghormati syiar Islam. Salah satunya adalah kisah Abu Thalib, paman Rasulullah SAW. Meskipun tidak pernah secara terbuka menyatakan keislamannya, Abu Thalib dikenal sangat melindungi dan mendukung dakwah Rasulullah SAW. Sikap menghormati dan melindungi syiar Islam ini, menurut sebagian ulama, menjadi sebab ia mendapatkan keringanan azab di akhirat, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits bahwa ia ditempatkan di tempat yang dangkal dari neraka dan tidak di kedalaman neraka karena jasanya melindungi Rasulullah SAW.

Ada pula kisah tentang Raja Najasyi (Negus) dari Ethiopia, yang meskipun pada awalnya bukan seorang Muslim, memberikan perlindungan kepada kaum Muslimin yang berhijrah ke negerinya. Sikap hormat dan perlindungan yang ia berikan kepada umat Islam akhirnya menjadi jalan hidayah baginya, sehingga ia memeluk Islam. Ketika Raja Najasyi wafat, Rasulullah SAW bahkan menshalatkan jenazahnya dari jauh (shalat ghaib), menunjukkan pengakuan atas keislamannya.

Dalam sejarah Islam, terdapat banyak contoh sahabat Nabi yang sangat menghormati bulan Ramadhan dan bulan-bulan mulia lainnya. Umar bin Khattab RA misalnya, dikenal sangat menjunjung tinggi kehormatan bulan Ramadhan. Ia bahkan memberlakukan hukuman tambahan bagi orang yang melakukan pelanggaran di bulan Ramadhan. Ini menunjukkan betapa bulan Ramadhan memiliki kedudukan yang istimewa dalam pandangan para sahabat Nabi.

Sikap hormat yang ditunjukkan oleh para sahabat terhadap bulan Ramadhan menjadi teladan bagi generasi-generasi berikutnya. Mereka tidak hanya menjalankan ibadah puasa, tetapi juga meningkatkan ibadah-ibadah lainnya seperti shalat malam, membaca Al-Quran, bersedekah, dan berbagai amalan baik lainnya. Sikap ini mencerminkan pemahaman mereka yang mendalam tentang keistimewaan bulan Ramadhan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Peran teladan dalam penyebaran nilai-nilai Islam tidak bisa dipandang remeh. Melalui sikap dan perilaku yang mencerminkan ajaran Islam, seseorang bisa menjadi duta yang efektif bagi agamanya. Sebagaimana dalam kisah Majusi, sikap menghormati orang yang berpuasa ternyata memiliki dampak spiritual yang luar biasa. Ini mengingatkan kita akan pentingnya menjadi teladan yang baik dalam masyarakat, karena sikap dan perilaku kita bisa menjadi jalan hidayah bagi orang lain.

Kisah-kisah tersebut mengajarkan kita bahwa hidayah bisa datang melalui berbagai cara, termasuk melalui sikap hormat terhadap nilai-nilai keagamaan. Allah SWT memberikan hidayah kepada siapa saja yang Dia kehendaki, melalui sebab-sebab yang terkadang tidak terduga. Sebagai manusia, tugas kita adalah berusaha menjadi pribadi yang menghormati perbedaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, karena siapa tahu, sikap kita bisa menjadi jalan hidayah bagi orang lain.

Kesimpulan dan Refleksi

Hindari Makanan Ini saat Buka Puasa (Pexels.com)
Ilustrasi momen berbuka puasa (Foto/Sumber: Pexels.com/Thirdman)... Selengkapnya

Kisah seorang Majusi yang mendapatkan hidayah dan masuk surga karena menghormati orang yang berpuasa mengajarkan kita betapa pentingnya sikap saling menghormati dalam kehidupan beragama. Tindakan sederhana berupa menghormati praktik keagamaan orang lain ternyata memiliki nilai yang sangat besar di sisi Allah SWT, bahkan bisa menjadi jalan hidayah dan keselamatan di akhirat. Hal ini menegaskan pesan universal Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, yang mengajarkan nilai-nilai toleransi, kasih sayang, dan saling menghargai.

Refleksi dari kisah ini juga mengingatkan kita akan besarnya rahmat Allah SWT yang tidak terbatas. Allah memberikan hidayah kepada siapa saja yang Dia kehendaki, melalui berbagai cara yang terkadang tidak terduga. Sebagaimana firman Allah SWT: "Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu" (QS. Al-A'raf: 156). Sikap menghormati orang yang berpuasa, sebagaimana ditunjukkan oleh sang Majusi, menjadi jalan baginya untuk mendapatkan rahmat Allah SWT yang tak terbatas itu.

Mari kita jadikan bulan Ramadhan sebagai momentum untuk meningkatkan ketakwaan dan memperkuat nilai-nilai toleransi dalam masyarakat. Bagi umat Islam, mari hormati bulan Ramadhan dengan menjalankan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya, tidak hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menahan diri dari perbuatan dan perkataan tercela. Bagi non-Muslim, menghormati orang yang berpuasa adalah bentuk toleransi yang indah, yang mencerminkan penghargaan terhadap keyakinan dan praktik keagamaan orang lain.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayah dan rahmat-Nya kepada kita semua, dan menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang mengamalkan nilai-nilai toleransi dan saling menghormati dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin Ya Rabbal 'Alamiin.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya