Liputan6.com, Jakarta - Hingga akhir 2021, sebanyak 38 persen dari populasi dunia atau sekitar hampir 3 miliar orang ternyata belum kebagian akses internet. Informasi ini berasal dari laporan Perkembangan Dunia yang disajikan oleh China International Development Knowledge Center.
Mengutip Gizchina, Jumat (24/6/2022), menurut laporan yang sama, 96 persen dari hampir 3 miliar orang yang belum mendapatkan akses internet ini tinggal di negara-negara berkembang.
Baca Juga
Laporan ini juga mengklaim, pada 2020, jumlah pengguna internet di area urban alias perkotaan di seluruh dunia tercatat sebesar 75,6 persen.
Advertisement
Jumlah tersebut hampir dua kali lipat dari angka pengguna internet di area pedesaan yang mencapai 38,8 persen.
Terlepas dari upaya dari semua lapisan masyarakat untuk menjembatani kesenjangan cakupan digital, ada beberapa faktor yang membuat internet masih belum dirasakan oleh 3 miliar orang di dunia. Berikut adalah beberapa faktor yang menghambat inklusi digital:
- Tingginya biaya akses internet relatif terhadap pendapatan di beberapa negara dan wilayah
- Ketidakmampuan untuk membayar biaya terminal seluler, seperti smartphone
- Kurangnya keterampilan digital bagi beberapa kelompok.
Laporan tersebut juga mengklaim sejumlah hal yang membuat lalu lintas internet global di 2020 meningkat sebesar 15,9 kali dibandingkan satu dekade lalu.
Faktor yang dimaksud meliputi percepatan penyebaran konstruksi infrastruktur informasi generasi baru, peningkatan teknologi digital yang cepat, hingga kebangkitan platform digital di berbagai bidang.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informsasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ekonomi digital global terus meningkat
Sekadar informasi, dari 2019 ke 2020, ekonomi digital dunia terus meningkat. Selama pandemi, peran dukungan teknologi digital dalam produksi dan berbagai layanan sangatlah penting.
Pada 2020, laju pertumbuhan ekonomi digital di negara berkembang mencapai 3,08 persen. Sementara di negara maju menjadi 2,99 persen. Keduanya sama-sama tumbuh positif.
Transaksi digital juga menjadi kekuatan penting yang mendorong perdagangan global. Sejauh ini, skala ekspor perdagangan layanan pengiriman digital global tumbuh dari USD 1,2 triliun pada 2005 menjadi USD 3,1 triliun pada 2020.
Jumlah tersebut jauh melebihi tingkat pertumbuhan perdagangan barang dan jasa selama periode yang sama.
Laporan ini juga mengklaim, jalur produksi otomatis dan robot akan menggantikan sejumlah besar pekerja yang terlibat dalam pekerjaan berulang dan mekanis.
Hal ini bahkan bisa menyebabkan hilangnya pekerjaan tradisional padat karya berskala besar.
Perkiraan laporan itu juga mengungkap, mesin akan mengambil alih 85 juta pekerjaan di seluruh dunia antara 2020 dan 2025.
Advertisement
Upaya BAKTI Hadirkan Internet hingga Pelosok Indonesia
Masih soal akses internet, kebutuhan akses internet yang memadai dan merata meningkat baik di kota maupun pelosok.
Guna menjawab kebutuhan akan akses internet di pelosok, Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) menggelar proyek penyediaan akses satelit untuk wilayah yang tidak bisa dijangkau secara terestrial.
Di bawah inisiasi BAKTI, Kacific Broadband Satellites Group bersama mitra lokal PT Bis Data Indonesia (Bignet) dan PT Primacon Interbuana (Primacom) menyelesaikan pembangunan lebih dari 2.500 lokasi akses internet satelit dalam lima bulan.
Seperti diketahui, BAKTI bertugas untuk menyediakan akses internet yang setara dengan akses di kota untuk masyarakat yang tinggal di wilayah 3T. BAKTI menggunakan dan mengelola data dari Universal Service Obligation (USO) dari operator seluler Indonesia, guna menyediakan infrastruktur dan layanan telekomunikasi.
Mengutip keterangan yang diterima Tekno Liputan6.com, Senin (13/6/2022), dalam menghadirkan akses internet merata ke daerah yang dianggap tidak layak secara bisnis, Kacific, Bignet, dan Primacom bekerja sama dengan BAKTI, menyediakan akses internet broadband.
Akses internet ini disediakan ke sekolah-sekolah, pusat pelatihan kejuruan, pusat kesehatan masyarakat, lokasi wisata, balai desa, hingga kantor pemerintah. Logistik pun menjadi tantangan dalam penyelesaian pembangunan proyek di lokasi terpencil di seluruh Indonesia.
Sekadar informasi, Kacific menjadi salah satu penyedia layanan internet satelit terbesar untuk proyek BAKTI. Pasalnya perusahaan ini mampu memenuhi permintaan bandwidth berkecepatan tinggi dengan harga paling kompetitif.
Jembatani kesenjangan digital
Kacific juga menjadi satu-satunya penyedia yang menawarkan layanan satelit Ka-band dengan kecepatan lebih dari 85 Mbps. Sehingga bisa dengan mudah memenuhi persyaratan BAKTI untuk menghadirkan akses internet berkecepatan minimal 10Mbps.
CEO Kacific Christian Patouraux mengatakan, layanan satelit akan dipakai untuk mendukung peningkatan kuantitas dan kualitas layanan transmisi program BTS Lastmile BAKTI dan program lainnya.
"Indonesia dengan cepat dapat melakukan implmentasi terhadap perencanaan mengesankan untuk konektivitas nasional. Banyak negara akan sangat diuntungkan jika mereka memiliki pendekatan serupa (yang dilakukan BAKTI) untuk mengatasi kesenjangan digital," kata Patouraux.
BAKTI dan Kacific disebut-sebut memiliki misi yang sejalan, yakni ingin menjembatani kesenjangan digital dengan menyediakan akses intrenet berkecepatan tinggi dan terjangkau di daerah-daerah yang terpencil dan kurang terlayani.
Akses internet di sebuah wilayah pun diklaim bisa menjangkau kantong-kantong populasi di kondisi geografis menantang.
(Tin/Ysl)
Advertisement