Perang Tarif Mulai Rambah Layanan Internet Fixed Broadband?

Topik mengenai perang tarif yang terjadi di penyedia internet fixed broadband menjadi pembahasan dalam event Selular Business Forum 2022.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 29 Okt 2022, 12:00 WIB
Diterbitkan 29 Okt 2022, 12:00 WIB
Ilustrasi Internet, Wifi, Jaringan
Ilustrasi Internet, Wifi, Jaringan (Photo created by macrovector on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Vice President Marketing Management PT Telkom Edi Kurniawan menyatakan, perang tarif saat ini juga merambah penyedia layanan internet fixed broadband. Hal itu diungkap Edi di acara Selular Business Forum 2022.

Ia menuturkan, ada sejumlah penyedia internet fixed broadband memberikan iklan yang tidak masuk akal. Salah satunya adalah membayar enam bulan, tapi bisa mengakses jaringan internet yang ditawarkan untuk jangka waktu satu tahun.

"Itu tidak masuk akal. Ada yang cuma bayar tujuh bulan bisa pakai setahun, berarti free-nya lima bulan. Ada yang bayar enam bulan, tetapi pakainya setahun jadi free-nya enam bulan," tuturnya dalam siaran pers yang diterima, Sabtu (29/10/2022).

Persaingan harga tidak masuk akal ini juga terkait tarif yang jor-joran. Ia mencontohkan, ada penyedia layanan internet fixed broadband menyediakan internet kecepatan 100 mbps dengan harga hanya Rp 300.000.

"Kami sampai botak itu mengukurnya gimana, ternyata setelah diukur beneran, ternyata kecepatan tidak 100 mbps. Sebab, kami jualan Rp 300.000, pelanggan mendapat 40 mbps dan beneran, karena kami tidak ingin tipu-tipu," tuturnya menjelaskan.

Lebih lanjut ia menjelaskan, infrastruktur untuk penyedia internet ke satu pelanggan, IndiHome harus mengeluarkan anggaran Rp 4,5 juta.

Oleh sebab itu, ia menuturkan, bisa dibayangkan apabila harus memasang harga Rp 300.000 ketika menarik kabel ke satu pelanggan biaya Rp 4,5 juta.

Kendati demikian, ia memastikan, IndiHome memberikan kualitas layanan yang memadai bagi para pelanggannya.

Hal itu dilakukan dengan menyediakan konten menarik, seperti bekerja sama dengan 14 rekanan OTT, seperti Netflix, MOLA, Vidio, WeTV, termasuk variasi paket sesuai kebutuhan pelanggan.

 

Masih Batas Wajar

Ilustrasi Internet, Digital, Gaya Hidu Digital
Ilustrasi Internet, Digital, Gaya Hidu Digital. Kredit: Nattanan Kanchanaprat via Pixabay

Di sisi lain, Ketua Umum APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) Muhammad Arif menuturkan, sebagian besar rumah tangga sudah atau akan segera memiliki akses ke penyedia layanan broadband yang tetap cepat sekaligus andal.

Kondisi ini tentu membuat kompetisi penyedia jaringan internet, bahkan tidak hanya di Pulau Jawa. Dengan demikian, menurutnya, kompetisi kini sudah meluas sampai ke luar Pulau Jawa dengan semakin banyaknya peralihan aktivitas masyarakat dari offline ke online.

"Meski demikian, perang harga layanan fixed broadband masih dalam batas wajar dan APJII sangat mendukung pemerintah terus mengawasi sekaligus menjaga iklim kompetisi bisnis fixed broadband yang sehat," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Umum Mastel (Masyarakat Telekomunikasi Indonesia) Sarwoto Atmosutarno menyebut, pelanggan akan cenderung melakukan survei terlebih dulu untuk mengetahui kualitas jaringan sebelum memutuskan berlanggan.

Oleh sebab itu, ketika pelanggan sudah memilih suatu layanan akan sangat sulit untuk beralih ke produk lainnya. Karenanya, ia menyarankan penyedia layanan internet fixed broadband harus kreatif.

"Misalnya, menjaga kualitasnya serta menawarkan paket bundling dengan berbagai layanan streaming untuk menjaga pelanggan maupun pelanggan baru," tuturnya.

Pentingnya Melindungi Kekayaan Intelektual di Ruang Digital

Ilustrasi Hak Cipta
Ilustrasi hak cipta. (Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay)

Di sisi lain, pada era digital, kekayaan intelektual (hak cipta) sangat rawan disalahgunakan, seperti untuk pembajakan atau tindak kejahatan.

Oleh karena itu, penting untuk melindungi kekayaan intelektual demi keamanan dan pertanggungjawaban yang sah. Namun, butuh upaya keras dalam literasi kekayaan intelektual di ruang digital.

Dalam webinar yang digelar Kemkominfo bersama bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi di Makassar, Ketua Umum Relawan TIK Indonesia Fajar Eri Dianto, memaparkan beberapa jenis kekayaan intelektual.

"Hak cipta meliputi iptek, sastra, dan seni; serta hak kekayaan industri yang meliputi hak paten, hak merek, hak desain industri, hak tata sirkuit terpadu, hak rahasia dagang, dan hak indikasi geografis," kata Fajar, dikutip Jumat (28/10/2022).

Ia menjelaskan manfaat utama hak kekayaan intelektual adalah perlindungan menyeluruh dalam pemilikan dan pengelolaan karya intelektual, mencakup perlindungan hukum, pemasaran, lisensi dan audit lisensi, serta manfaat royalti.

“Manfaat lainnya adalah memfasilitasi penemu atau pemegang lisensi untuk mendapatkan perlindungan asuransi terhadap temuan yang memiliki nilai komersial,” tuturnya memungkaskan.

Relawan TIK Bangka Belitung Veris Juniardi menambahkan, cara melindungi hak kekayaan intelektual adalah dengan mendaftarkannya ke Kementerian Hukum dan HAM, yaitu lewat situs merek.dgip.go.id atau hakcipta.dgip.go.id.

 

Masa Berlaku Hak Cipta

Ia mengungkapkan masa berlaku perlindungan merek adalah 10 tahun sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran merek, sedangkan untuk hak cipta berlaku seumur hidup ditambah masa 70 tahun.

"Ada beberapa hal risiko apabila kekayaan intelektual tidak dilindungi. Risiko itu berupa kerugian materil dan kerugian moral. Secara moral, kekayaan intelektual akan kehilangan hak pengakuan, hak pemilikan, dan hak kredibilitas karya," ujarnya.

Sementara secara komersial atau material, Veris menambahkan, apabila kekayaan intelektual tidak dilindungi, si pemilik kehilangan hak royalti, timbul pembajakan atau plagiarisme, serta risiko disalahgunakan untuk kejahatan.

“Ingat, kekayaan intelektual itu dilindungi oleh undang-undang (UU), seperti UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek; UU Nomor 20/2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis; UU Nomor 19/2022 tentang Hak Cipta; serta UU Nomor 28/2014 juga tentang Hak Cipta,” kata Veris.

Sementara itu, pelanggaran hak cipta atas kekayaan intelektual orang lain, menurut Praktisi Media dan Penyiar Radio Karmila, merupakan salah satu masalah dalam hal budaya digital.

Pelanggaran itu menyangkut plagiarisme di ruang digital. Namun, dimaklumi terkadang mereka yang melakukan plagiat tidak menyadari bahwa apa yang ia lakukan merupakan pelanggaran hukum.

“Memang dibutuhkan kecakapan digital dalam hal budaya menghargai hasil karya orang lain di ruang digital. Plagiarisme dalam bentuk apapun harus dicegah,” tutur Karmila.

(Dam/Isk)

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia
Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya