UU PDP dan Literasi Masyarakat Bisa Jadi Kunci Tingkatkan Kepercayaan Digital

Pemerintah dan DPR sendiri baru-baru ini mengesahkan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), untuk memberikan kerangka aturan komprehensif pelindungan data pribadi masyarakat dalam ekosistem digital

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 29 Des 2022, 15:27 WIB
Diterbitkan 29 Des 2022, 10:00 WIB
Ilustrasi dompet digital, e-wallet, pembayaran dengan QR Code
Ilustrasi dompet digital, e-wallet, pembayaran dengan QR Code. Kredit: David Dvořáček via Unsplash

Liputan6.com, Jakarta - Digital trust atau kepercayaan digital, dirasa semakin penting untuk dibangun demi mendorong masuknya masyarakat ke dalam ekosistem digital.

Apalagi, saat ini terjadi peningkatan penetrasi pengguna internet, di tengah maraknya berbagai kejahatan siber seperti pencurian identitas.

Survei Indikator Politik Indonesia pada Oktober 2022 mencatat, sekitar 41,6 persen masyarakat Indonesia meragukan, atau merasa data pribadi yang didaftarkan di aplikasi digital tidak terjamin kerahasiaannya.

Di riset tersebut, meski mayoritas (75.1 persen) belum pernah mendengar atau mengetahui tentang rancangan UU PDP. Namun mayoritas masyarakat menyatakan semakin percaya data pribadi akan terlindungi jika UU PDP diberlakukan (61.4 persen).

Pemerintah dan DPR sendiri baru-baru ini mengesahkan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), untuk memberikan kerangka aturan komprehensif pelindungan data pribadi masyarakat dalam ekosistem digital.

"Dengan adanya Undang-Undang PDP, seluruh peraturan yang lain dikelompokkan menjadi satu peraturan," kata Erwandi Hendarta, praktisi hukum dan pengacara dari HHP Law Firm, mengutip siaran pers, Kamis (29/12/2022).

"Meskipun peraturan pidana yang mengikat semua pihak ini telah dihadirkan ke dalam ekosistem digital, peraturan ini tidak dapat bergerak sendiri melainkan memerlukan partisipasi proaktif dari para pemangku kepentingan lainnya dan masyarakat umum sebagai konsumen," ujarnya.

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) VIDA menambahkan, hadirnya kerangka regulasi dan literasi masyarakat, perlu jadi upaya bersama untuk mendorong digital trust di kalangan masyarakat, menuju target inklusi keuangan Pemerintah di tahun 2024.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Akses Layanan Digital yang Inklusif

Ilustrasi transformasi digital
Ilustrasi transformasi digital. Dok: Unsplash/Adeolu Eletu

"Dalam hal literasi keuangan, masyarakat perlu memperhatikan empat komponen utama yaitu mengetahui produk digital, bijak memanfaatkan, risiko dan kontrol, dan penyelesaian masalah," kata Adrian Anwar, Chief or Revenue VIDA.

Mereka menilai, selain terus meningkatkan literasi keuangan masyarakat, penetrasi teknologi di Indonesia juga harus ditingkatkan.

"Selain aspek keamanan, pemberian akses layanan digital yang inklusif juga harus nyaman dan dapat digunakan oleh seluruh kalangan masyarakat," kata Adrian.

Ia menyebut, dengan pemahaman ini, diharapkan masyarakat akan lebih mudah memanfaatkan layanan keuangan digital secara aman dan nyaman, serta tentu bisa membantu pemulihan ekonomi pasca pandemi secara inklusif, melalui identitas digital.

Regulator industri keuangan juga mengamini pentingnya memperhitungkan kepercayaan konsumen atau trust, dalam keberlangsungan berbagai aktivitas ekonomi vital di ranah digital.

 


Berbagai Tantangan

Ilustrasi bank digital. Clay Banks/Unsplash
Ilustrasi bank digital. Clay Banks/Unsplash

Ini seperti ditegaskan oleh Tomi Joko Irianto, Analisis Senior Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Berbagai tantangan seperti perlindungan data pribadi, keamanan siber, e-KYC dalam mengukur kemampuan lembaga jasa keuangan untuk mengenal konsumernya secara elektronik, termasuk keandalan sistemnya, kualitas kredit skornya, layanan kepada konsumennya, serta edukasi kepada publik terhadap manfaat dan layanan lembaga keuangan nonbank menjadi hal penting yang perlu diperhatikan oleh seluruh stakeholder karena berdampak pada keberlangsungan bisnis maupun perlindungan konsumen."

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate juga memiliki pandangan serupa, yang mendorong standarisasi identitas digital dengan penggunaan sertifikat elektronik sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Memenuhi Standar Kepercayaan Transaksi

Ilustrasi talenta digital. Marvin Meyer/Unsplash
Ilustrasi talenta digital. Marvin Meyer/Unsplash

"Pemerintah mendukung pemanfaatan layanan fintech yang semakin terpercaya, melalui fasilitas otentikasi secara elektronik oleh Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE)," kata Johnny dalam Closing Ceremony Indonesia Fintech Summit & Bulan Fintech Nasional 2022 di Yogyakarta (12/12/2022).

Menurut Menkominfo, otentikasi oleh PSrE menjadi penting dalam memenuhi standar kepercayaan transaksi, khususnya di tingkat internasional.

"Kami mengundang untuk bersama-sama mendukung upaya tata kelola ruang digital dan implementasi Undang-Undang PDP secara penuh serta mengajak para lembaga keuangan untuk saling bekerja sama dalam mendorong pemanfaatan sertifikat elektronik, menggencarkan edukasi mengenai inovasi ini dalam mewujudkan layanan transaksi keuangan yang semakin aman dan semakin nyaman," pungkasnya.

(Dio/Ysl)

Infografis Jurus Pemerintah Atasi Serangan Siber dan Poin Penting RUU PDP. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Jurus Pemerintah Atasi Serangan Siber dan Poin Penting RUU PDP. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya