Surabaya dan Badung Terancam Sulit Adopsi Smart City karena Hal Ini

Selain Surabaya, Kabupaten Badung juga dinilai memiliki kebijakan yang tidak ramah dengan penggelaran infrastruktur digital untuk terwujudnya kota pintar (smart city).

oleh Iskandar diperbarui 29 Mei 2023, 13:57 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2023, 13:00 WIB
(Foto: Dok Humas Pemkot Surabaya)
Balai Kota Surabaya (Foto: Dok Humas Pemkot Surabaya)

Liputan6.com, Jakarta - Tiga kota di Indonesia: Jakarta, Medan, dan Makassar masuk dalam daftar kota pintar (smart city) dunia, merupakan bagian dari IMD Smart City Index Report (SCI Report) yang dirilis The Smart City Observatory (SCO).

Terkait hal ini Menteri Negara BUMN, Erick Thohir, terkejut Surabaya tidak masuk ke dalam kategori smart city di Indonesia. Menurut dia, seharusnya Indonesia memiliki setidaknya 10 kota pintar.

Tak hanya itu, pimpinan DPRD pun heran lantaran Kota Surabaya tidak masuk dalam SCO, dan mempertanyakan penilaian yang digunakan.

"Kok aneh, Surabaya yang merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia tidak masuk kota pintar," kata Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya A.H. Thony, dikutip dari Antara, Senin (29/5/2023).

Dia mempertanyakan parameter penilaian. Jika variabelnya meliputi smart environment, Surabaya saat ini sebagian besar sudah berbasis informasi dan komunikasi.

"Begitu juga dengan smart branding, smart economy, smart living, smart society, dan smart goverment--Kota Surabaya sudah menerapkannya," klaim Thony.

Ketua Umum Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI), Riant Nugroho, menilai tidak masuknya Surabaya sebagai kota pintar dikarenakan adanya misinterpretasi dalam pembuatan kebijakan yang diambil oleh Pemkot Surabaya sehingga tidak "ramah" terhadap pagelaran infrastruktur digital.

Selain Surabaya, menurut dia, Kabupaten Badung juga memiliki kebijakan yang tidak ramah dengan pagelaran infrastruktur digital.

“Pemkot Surabaya dan Pemkab Badung membuat kebijakan yang justru mematikan berkembangnya smart city. Pemkot Surabaya membuat Perda yang mengenakan tarif sewa tinggi terhadap penggelaran infrastruktur digital berupa kabel fiber optic," kata Riant melalui keterangannya.

Ia menambahkan, Surabaya pun melarang penyelenggara infrastruktur untuk membangun jaringan telekomunikasi kepada masyarakat. Juga telah melakukan pemotongan kabel fiber penyelenggara infrastruktur digital secara paksa yang menyebabkan gangguan massal kepada masyarakat.

Bagaimana dengan Badung?

Tower BTS
Ilustrasi Tower BTS (iStockPhoto)

Sedangkan Pemkab Badung, Riant, memaparkan mereka telah melakukan kontrak eksklusif dengan salah satu tower provider, sehingga pihak lain tidak dapat membangun menara BTS. Jika ada pihak lain yang mendirikan BTS, maka Pemkot Badung akan memotong dan membongkar BTS tersebut.

"Kontrak eksklusif ini memiliki kecenderungan memenangkan salah satu pihak secara tidak langsung, sehingga bertendensi korupsi dan persaingan usaha tidak sehat. Dua daerah ini hanya menggencarkan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), tanpa mempertimbangkan efek domino tersedianya infrastruktur digital,” ungkap Riant.

Penerapan sewa oleh pemkot terhadap operator telekomunikasi yang melakukan penggelaran infrastruktur digital di Surabaya dinilai Riant merupakan ketidaktepatan pendekatan terhadap fasilitas publik.

Karena penggelaran infrastruktur digital berada di bahu jalan, menurut Riant, sejatinya Pemkot Surabaya tidak bisa mengenakan sewa. Riant menjelaskan, aset daerah merupakan barang yang dibeli dan dimiliki pemda atau pemkot melalui APBD yang bisa dikapitalisasi.

"Aset milik pemda atau pemkot harus ada transaksi pembeliannya, sertifikatnya, pengalihan hak dan tercatat di neraca. Contohnya tanah atau bangunan milik pemda yang bisa dikenakan sewa. Sedangkan jalanan merupakan bagian dari fasilitas milik publik yang dikuasai oleh pemda atau pemkot," papar Riant.

"Karena jalanan merupakan fasilitas publik sehingga tidak bisa disewakan, maka pemkot hanya menguasai. Pemda hanya melakukan penataan," ia melanjutkan. 

Kepala Daerah dan DPRD Diimbau untuk Memajukan Masyarakat

Smart City
Ilustrasi Smart City (Doc: Fastcompany.net)

Menurut Riant, saat ini yang harus disadari kepala daerah dan DPRD adalah keberadaannya untuk melayani dan memajukan masyarakat. Langkah untuk melayani dan memajukan masyarakat tidak semata-mata PAD.

Jika nilai PAD tidak sigifikan dibandingkan pertumbuhan ekonomi daerah akibat adanya infrastruktur digital yang ada, maka Pemda Badung dan Pemkot Surabaya harus membatalkan Perda yang sudah dibuat tersebut dengan pendekatan cost and benefit analysis.

Agar Pemkot Surabaya dan Pemda Badung tegak lurus dengan pemerintah pusat, Riant meminta mereka membaca dengan seksama UU PAD dan UU terkait barang milik pemerintah pusat atau daerah, sehingga dapat menghapus biaya sewa tinggi dan kontrak eksklusif oleh salah satu pihak.

“Jika jalan disewakan pemda maka akan terjadi kejahatan publik. Sedangkan Pemda Badung ada kontrak eksklusif ada potensi menguntungkan salah satu pihak dan menciptakan persaingan usaha tidak sehat. KPK dan KPPU perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap praktik yang dilakukan Pemkot Surabaya dan Pemkab Badung,” Riant memungkaskan.

Infografis Sampah Antariksa dan Potensi Bahaya Masa Depan. (Liputan6.com/Trieyasni)

Infografis Sampah Antariksa dan Potensi Bahaya Masa Depan. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Sampah Antariksa dan Potensi Bahaya Masa Depan. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya