Ini Alasan Perlindungan Data untuk Perusahaan Masih Rumit dan Mahal

Keamanan siber atau sistem perlindungan data adalah ilmu yang kompleks. Untuk mendeteksi ancaman siber bahkan memerlukan keahlian yang mencakup berbagai peran dan keterampilan.

oleh Iskandar diperbarui 07 Jun 2024, 11:00 WIB
Diterbitkan 07 Jun 2024, 11:00 WIB
Ilustrasi data pribadi, perlindungan data pribadi, privasi pengguna.
Ilustrasi data pribadi, perlindungan data pribadi, privasi pengguna. Kredit: Tayeb MEZAHDIA via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Keamanan data yang buruk dapat mengakibatkan hilangnya data, waktu henti operasional, dan bahkan masalah hukum yang harus dihadapu organisasi atau perusahaan.

Namun, sistem perlindungan data yang baik masih sangat rumit untuk diadaptasi dan biayanya pun sangat mahal. Salah satu alasan yang menyebabkan hal ini termasuk kurangnya ahli keamanan siber.

Keamanan siber adalah ilmu yang kompleks. Untuk mendeteksi ancaman siber bahkan memerlukan keahlian yang mencakup berbagai peran dan keterampilan, belum lagi pengalaman bertahun-tahun dalam menganalisis perilaku ancaman.

Hal ini mungkin sulit ditemukan dalam diri seorang karyawan, terutama karena dunia sedang menghadapi kekurangan tenaga profesional keamanan siber.

Kondisi ini pun dibenarkan oleh Wakil Presiden Eksekutif Synology, Jia-Yu Liu. Ia mengatakan hingga saat ini sejumlah organisasi atau perusahaan masih dihadapkan dengan strategi perlindungan data yang rumit dan mahal.

“Organisasi dihadapkan pada strategi perlindungan data yang terlalu rumit dan mahal,” katanya, dikutip Jumat (7/6/2024).

Untuk menepis hal tersebut, Synology memperkenalkan ActiveProtect, perangkat perlindungan data yang dirancang khusus dan menggabungkan manajemen terpusat dengan arsitektur yang skalabel.

“Dengan ActiveProtect, Synology ingin menyelesaikan tantangan (perlindungan data rumit dan mahal) tersebut,” ujar Jia-Yu Liu.

ActiveProtect diklaim secara signifikan bisa mengurangi biaya operasional dengan memberikan kecepatan backup hingga 7 kali lebih cepat serta rasio deduplikasi biasa lebih dari 2:1.

Dunia modern saat ini tak dipungkiri bergantung pada data, dan tanpa data, segalanya akan terhenti dengan cepat. Bisnis menggunakan data untuk segala hal: dari penjualan, pemasaran, logistik, hingga kepegawaian.

Apa yang terjadi jika data tersebut hilang? Hasil yang diperoleh setiap perusahaan berbeda-beda, dan kemungkinan besar dampaknya sangat buruk.

Besarnya jumlah data yang disimpan, diproses, dan dikelola setiap hari sangatlah mengejutkan. Menurut laporan Invenioit, para ahli memperkirakan bahwa industri data global akan tumbuh hingga lebih dari 180 zettabytes pada tahun 2025.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Mengapa Ahli Keamanan Siber Begitu Mahal?

Ilustrasi cyber security
Semakin maju dunia teknologi, masing-masing individu harus segera membekali diri dengan ilmu tentang keamanan siber. (Foto: Pexels/Pixabay)

Mengutip laman Field Effect, untuk mengamankan data perusahaan berarti berinvestasi pada lisensi antivirus, memasang firewall, dan meminta staf untuk menggunakan kata sandi yang kuat.

Keamanan siber sering kali didelegasikan kepada tim TI perusahaan, yang akan menangani permasalahan umum selama hari kerja rutin mereka.

Namun, semuanya tidak sesederhana itu. Keamanan siber kini memerlukan teknologi yang jauh lebih terspesialisasi untuk bertahan melawan berbagai risiko dan kerentanan yang dihadapi bisnis modern.

Perangkat lunak antivirus jarang menjadi perhatian saat ini. Perusahaan malah beralih ke alat-alat canggih, terkadang puluhan alat, untuk mengamankan setiap aspek infrastruktur TI mereka--mulai dari endpoint dan layanan cloud hingga jaringan.

Pertahanan ini mengandalkan pemantauan yang berkelanjutan dan menyeluruh, yang memberikan peringatan ketika potensi masalah muncul. Tantangannya adalah manusia masih diperlukan untuk menganalisis dan merespons peringatan ini secara real time.

Hal ini mungkin dapat dikelola dengan satu atau dua alat, namun dunia usaha saat ini menggunakan lebih banyak teknologi keamanan siber, dan banyak diantaranya yang rumit dan sulit untuk dikelola.

Artinya, meskipun teknologi keamanan siber semakin mumpuni, tingkat keahlian yang dibutuhkan untuk mengelolanya terus meningkat.

 


Meningkatnya Permintaan Ahli Keamanan Siber

Ilustrasi Keamanan Siber, Enkripsi. Kredit: Pixabay/geralt-9301
Ilustrasi Keamanan Siber, Enkripsi. Kredit: Pixabay/geralt-9301

Sekalipun perusahaan memiliki kapasitas anggaran untuk staf keamanan siber, permintaan akan talenta keamanan siber jauh lebih besar daripada pasokannya.

Faktanya, diperkirakan terdapat 700.000 pekerjaan keamanan siber yang belum terisi di Amerika Serikat.

Ketika perusahaan bersaing satu sama lain untuk merekrut pakar keamanan siber terbaik, gaji bagi para pekerja yang dicari akan terus meningkat.

Hal ini membuat banyak bisnis kehilangan kemampuan untuk membangun tim keamanan internal yang mampu mendeteksi, menganalisis, dan merespons semua ancaman berbeda yang mungkin dihadapi perusahaan.

Mengisi kesenjangan keterampilan keamanan siber akan membutuhkan waktu karena semakin banyak siswa yang lulus dari perguruan tinggi dan memasuki industri ini.

Hal ini merupakan alasan utama mengapa kenaikan biaya keahlian keamanan siber sepertinya tidak akan mereda dalam waktu dekat. Namun hal ini tidak berarti keamanan yang efektif berada di luar jangkauan (atau anggaran) perusahaan.


Infografis Kejahatan Siber (Liputan6.com/Abdillah)

Beragam Model Kejahatan Siber
Infografis Kejahatan Siber (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya