Liputan6.com, Jakarta - Sudah lebih dari tiga tahun sejak diluncurkannya AI Generatif untuk pertama kalinya. Namun, sebelum kemunculannya, AI dilatih dengan data buatan manusia untuk berbagi pengetahuan.
Kini, Elon Musk menyebut data yang dipakai untuk melatih AI mulai berkurang bahkan mulai habis, sejak tahun lalu.
Advertisement
Baca Juga
Miliarder pemilik platform X --dulunya Twitter-- itu mengatakan hal tersebut dalam wawancaranya di event CES 2025 yang belum lama ini digelar. Meski data untuk melatih AI sudah hampir habis, Elon Musk mengaku punya solusi untuk masalah ini.
Advertisement
Mengutip Tech Times, Rabu (15/1/2025), sebelumnya pernyataan serupa dibuat oleh peneliti di OpenAI Ilya Sutskever.
Desember lalu, Sutskever memerkirakan bahwa industri kecerdasan buatan telah mencapai "data puncak" untuk melatih AI dan ini menjadi salah satu masalah yang berkembang dalam bidang AI yang kini tengah populer.
Adapun ide Elon Musk untuk melengkapi kekurangan data buatan manusia untuk melatih AI adalah dengan menggunakan data sintetis, di mana AI menciptakan data pelatihan untuk dirinya sendiri.
Elon Musk mengatakan, proses ini akan mendorong model AI untuk menjalani proses belajar mandiri. Proses ini juga sudah banyak dipakai oleh nama-nama besar di industri AI seperti Google, OpenAI, Meta, dan lain-lain.
Data Pelatihan AI dan xAI Grok Milik Elon Musk
Elon Musk sebelumnya juga menciptakan xAI dengan tujuan tunggal untuk mengembangkan kecerdasan buatan untuk berbagai penggunaan, termasuk penciptaan chatbot bertenaga AI yang dikenal sebagai Grok.
Namun, Musk dan xAI pernah dikritik ketika pengguna mendapati Grok mengambil output seperti ChatGPT. Oleh karenanya, publik percaya kalau Elon menggunakan kode OpenAI untuk Grok.
Menanggapi hal itu, xAI mengklaim mengembangkan model bahasa dari sumber terbuka alias open source. Selain itu, kode Grok juga tersedia secara luas untuk pihak ketiga.
Para pesaing Musk di bidang AI, seperti Meta dengan model Llama, GPT-2 milik OpenAI, dan lain-lain juga banyak yang memilih memakai sumber terbuka.
Advertisement
TikTok Amerika Mau Dijual ke Elon Musk?
Sementara itu, Pemerintah China dikabarkan tengah mempertimbangkan rencana yang memungkinkan Elon Musk mengakuisisi operasi TikTok di Amerika Serikat (AS) guna mencegah aplikasi tersebut dilarang secara efektif.
Rencana kontingensi ini merupakan salah satu dari beberapa opsi yang dieksplorasi China seiring Mahkamah Agung AS yang tengah mempertimbangkan apakah akan menguatkan undang-undang yang menuntut ByteDance, perusahaan induk TikTok yang berbasis di China, untuk melepaskan bisnis TikTok di AS paling lambat 19 Januari 2025.
Setelah tenggat waktu tersebut, penyedia layanan internet pihak ketiga akan dikenai sanksi jika mendukung operasi TikTok di negara tersebut.
"Berdasarkan rencana itu, Elon Musk akan mengawasi X (dahulu Twitter) yang saat ini dimilikinya, maupun bisnis TikTok di AS," demikian menurut laporan Bloomberg, dikutip Selasa (14/1/2025).
Belum Pasti
Namun, para pejabat pemerintah China belum memutuskan apakah rencana tersebut akan dilanjutkan. Laporan dari Bloomberg menekankan bahwa rencana itu masih bersifat awal.
Masih belum jelas apakah ByteDance mengetahui rencana pemerintah China serta keterlibatan TikTok dan Musk dalam diskusi tersebut.
Para pejabat tinggi China sedang memperdebatkan rencana kontingensi terkait masa depan TikTok di AS sebagai bagian dari diskusi yang lebih besar tentang kerja sama dengan presiden terpilih Donald Trump.
Advertisement