Beberapa hari belakangan kita dikejutkan dengan laporan hasil riset yang dilakukan oleh lembaga riset Akamai tentang traffic serangan malware di Indonesia, sehingga Indonesia didudukkan di posisi teratas sebagai negara dengan traffic malware tertinggi.
Sebelumnya ESET Indonesia pernah menerbitkan laporan prevalensi malware sepanjang tahun 2013, dimana traffic malware di Indonesia mencapai titik tertinggi yaitu pada bulan September lalu dengan level prevalensi 20.09%. Informasi selengkapnya dapat dilihat di blog ESET Indonesia.
Awalnya sulit dipercaya, Indonesia yang pengguna internetnya baru seperempat dari total populasi bisa menciptakan masalah malware sedemikian besar. Martin McKeay, Senior Security Advocate Akamai menyampaikan, "Laporan tentang traffic serangan lansiran Akamai didasarkan pada traffic yang diterima server di IP Space yang tidak terpublikasi. Tidak bisa dipastikan mengapa sistem melakukan koneksi ke alamat IP tersebut, sehingga semua traffik terkait dengan IP Space tersebut, pada tingkat tertentu dianggap berbahaya."
Maware traffic di Indonesia dan negara lain di dunia dapat dilihat pada gambar berikut:
Lalu apa penyebabnya?
Dilihat dari sisi pengguna, pengguna komputer dan internet di Indonesia masih cenderung jauh dari kesadaran akan keamanan. Yudhi Kukuh, Technical Consultant PT. Prosperita-ESET Indonesia mengungkapkan tiga alasan mengapa traffic serangan malware paling tinggi di Indonesia.
"Pertama, minimnya kesadaran masyarakat akan keamanan komputer. User enggan mengalokasikan keuangan untuk membeli software tambahan, dalam bentuk software Antivirus. Jikapun menggunakan Antivirus, cederung memilih versi gratis yang diperoleh melalui berbagai cara. Misalnya membeli versi bajakan atau mencari versi crack-nya di forum-forum komunitas di internet," ujar Yudhi.
Kedua adalah ketidaktahuan user tentang keamanan dan perangkat untuk proteksinya. Kondisi tersebut berakibat pada terbukanya ruang bagi perkembangbiakan dan penyebaran virus komputer. Pertumbuhan warnet yang pesat menjadi tempat penyebaran virus yang paling ramai. Pelanggan dari warnet tersebut juga banyak sekali dan berbeda-beda, sehingga sangat sulit untuk mengontrol pola perilaku pelanggan.
Ketiga, dari keterangan di situs Virus Radar dapat dilihat bahwa LNK/Autostart, INF/Autorun, Win32/Conficker masih berada dalam 10 malware teratas, yang berarti masih banyak sistem operasi yang tidak di-patch alias masih menggunakan bajakan. Sebab tipikal malware tersebut memanfaatkan celah keamanan sistem operasi dan dapat dihindari bila sudah di-patch.
Komputer yang belum di-patch ini ditambah dengan kesadaran menggunakan sistem antimalware yang rendah menyebabkan banyak komputer menjadi BOTNET's zombies yand bisa dikontrol dari pihak lain, yang bisa saja bukan dari Indonesia.
[ bersambung ke tulisan berikutnya: Ini Penyebab Serangan Malware Indonesia Tertinggi di Dunia (2) ]
(dew)
Sebelumnya ESET Indonesia pernah menerbitkan laporan prevalensi malware sepanjang tahun 2013, dimana traffic malware di Indonesia mencapai titik tertinggi yaitu pada bulan September lalu dengan level prevalensi 20.09%. Informasi selengkapnya dapat dilihat di blog ESET Indonesia.
Awalnya sulit dipercaya, Indonesia yang pengguna internetnya baru seperempat dari total populasi bisa menciptakan masalah malware sedemikian besar. Martin McKeay, Senior Security Advocate Akamai menyampaikan, "Laporan tentang traffic serangan lansiran Akamai didasarkan pada traffic yang diterima server di IP Space yang tidak terpublikasi. Tidak bisa dipastikan mengapa sistem melakukan koneksi ke alamat IP tersebut, sehingga semua traffik terkait dengan IP Space tersebut, pada tingkat tertentu dianggap berbahaya."
Maware traffic di Indonesia dan negara lain di dunia dapat dilihat pada gambar berikut:
Lalu apa penyebabnya?
Dilihat dari sisi pengguna, pengguna komputer dan internet di Indonesia masih cenderung jauh dari kesadaran akan keamanan. Yudhi Kukuh, Technical Consultant PT. Prosperita-ESET Indonesia mengungkapkan tiga alasan mengapa traffic serangan malware paling tinggi di Indonesia.
"Pertama, minimnya kesadaran masyarakat akan keamanan komputer. User enggan mengalokasikan keuangan untuk membeli software tambahan, dalam bentuk software Antivirus. Jikapun menggunakan Antivirus, cederung memilih versi gratis yang diperoleh melalui berbagai cara. Misalnya membeli versi bajakan atau mencari versi crack-nya di forum-forum komunitas di internet," ujar Yudhi.
Kedua adalah ketidaktahuan user tentang keamanan dan perangkat untuk proteksinya. Kondisi tersebut berakibat pada terbukanya ruang bagi perkembangbiakan dan penyebaran virus komputer. Pertumbuhan warnet yang pesat menjadi tempat penyebaran virus yang paling ramai. Pelanggan dari warnet tersebut juga banyak sekali dan berbeda-beda, sehingga sangat sulit untuk mengontrol pola perilaku pelanggan.
Ketiga, dari keterangan di situs Virus Radar dapat dilihat bahwa LNK/Autostart, INF/Autorun, Win32/Conficker masih berada dalam 10 malware teratas, yang berarti masih banyak sistem operasi yang tidak di-patch alias masih menggunakan bajakan. Sebab tipikal malware tersebut memanfaatkan celah keamanan sistem operasi dan dapat dihindari bila sudah di-patch.
Komputer yang belum di-patch ini ditambah dengan kesadaran menggunakan sistem antimalware yang rendah menyebabkan banyak komputer menjadi BOTNET's zombies yand bisa dikontrol dari pihak lain, yang bisa saja bukan dari Indonesia.
[ bersambung ke tulisan berikutnya: Ini Penyebab Serangan Malware Indonesia Tertinggi di Dunia (2) ]
(dew)