Kronologis Dugaan Penganiyaan PRT oleh Anggota DPR

Ketujuh saksi yang diperiksa di Polda Metro Jaya terkait penganiayaan pembantu rumah tangga oleh anggota DPR berinisial IH.

oleh Liputan6 diperbarui 06 Okt 2015, 09:15 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2015, 09:15 WIB
LBH Apik Beberkan Kronologis Kasus Penganiyaan Korban PRT T
Ketujuh saksi yang diperiksa di Polda Metro Jaya terkait penganiayaan pembantu rumah tangga oleh anggota DPR berinisial IH.

Liputan6.com, Jakarta - Ketujuh saksi yang diperiksa di Polda Metro Jaya terkait penganiayaan pembantu rumah tangga (PRT) oleh anggota DPR berinisial IH, di antaranya pelapor sekaligus korban T,  2 pembantu rekan korban serta penyalur pembantu, LBH Apik, dan Yayasan LPK Mandiri.  

Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Selasa (6/10/2015), 2 pembantu lainnya mengaku pernah mendapatkan perlakuan fisik dari majikannya A yang merupakan istri anggota dewan tersebut.

Dari hasil pemeriksaan, polisi akan melakukan gelar perkara untuk menentukan peristiwa tersebut merupakan tindak pidana. Jika terbukti ada tindak pidana maka akan dilanjutkan ke proses penyidikan dan akan dilakukan pemanggilan terhadap terlapor.

"Bagaimana sekarang apabila yang bersangkutan ternyata anggota DPR, maka kami harus mengacu pada undang-undang yang terbaru. Untuk pemanggilan anggota DPR harus seizin Presiden," jelas Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti.

Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasai Perempuan Indonesia Korban Kekerasan (LBH Apik) mengungkap kronologis kasus penganiayaan.

"Di Stasiun Manggarai bertemu saya, lalu kita amankan di pos keamanan waktu itu, karena dia trauma sekali, takut dikembalikan, takut dipukuli. Semua badannya lebam, kupingnya hancur, dan dari hasil visumnya dia juga mengalami ketulian. Kepalanya juga dihantam dengan botol minyak yang besar," jelas anggota LBH Apik Veni Siregar.

Sementara kuasa hukum korban Nursyahbani Katjasungkana meminta kepada Mahkamah Kehormatan Dewan agar segera menindak pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota DPR RI tersebut. Terlapor menurutnya juga  bisa diperiksa tanpa melanggar Undang-undang Md3  dan tidak perlu menunggu persetujuan Presiden untuk dilakukan pemeriksaan.

"Bahwa izin pemeriksaan bagi anggota DPR untuk mereka yang tertangkap tangan, untuk mereka yang melakukan tindak pidana khusus atau melakukan pidana dengan ancaman pidana mati atau pidana serumur hidup, itu tidak perlu lagi minta izin," ucap Kuasa Hukum pelapor Nursyahbani Katjasungkana.

T melaporkan IH, anggota DRR RI yang sekaligus anak mantan wakil presiden dengan tuduhan tindak pidana fisik dalam rumah tangga dengan Pasal 44 Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang kekerasan rumah tangga. Hingga saat ini korban masih dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ([LPSK](lpsk "")) akibat adanya laporan ancaman kepada korban. (Mar/Mut)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya