Ini Dia Pemicu Penguatan Rupiah ke 11.300 per Dolar AS

Pemerintah menyatakan penguatan nilai tukar rupiah yang saat ini menembus Rp 11.300 per dolar AS tak terlepas dari berbagai kebijakan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 10 Mar 2014, 19:55 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2014, 19:55 WIB
rupiah-melemah-131230b.jpg
Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menyatakan penguatan nilai tukar rupiah yang saat ini menembus Rp 11.300 per dolar Amerika Serikat (AS) tak terlepas dari berbagai kebijakan ekonomi serta keluarnya Indonesia dari negara rentan (Fragile Five). 
 
"Betul (karena keluar dari basket fragile). Tapi itu bisa berubah kalau orang melihatnya reform tidak berjalan terus. Makanya penting menunjukkan kalau semua reform-nya ada," kata Menteri Keuangan Chatib Basri di kantornya, Jakarta, Senin (10/3/2014).  
 
Sekadar informasi, data kurs referensi Bank Indonesia (BI) atau yang disebut dengan JISDOR, rupiah hari ini berada di level Rp 11.449 per dolar AS, melemah 54 poin dibandingkan dengan akhir pekan lalu di level Rp 11.395 per dolar AS. 
 
"Kita akan lihat pelan-pelan sampai semua settle baru diputuskan apakah masuk APBN-P 2014 atau tidak. Kalau masuk APBN-P nanti di Mei, dan untuk besarannya kita lihat pergerakannya," ujarnya.
 
Salah satu reformasi teranyar yang bakal dilakukan, menurut Chatib, rencana menerbitkan kebijakan jilid III yakni repatriasi profit. Pemerintah saat ini tengah menggodok kebijakan tersebut supaya memberikan dampak signifikan. 
 
"Sekarang ini belum settle (repatriasi profit) sekali karena saya ingin kebijakan yang keluar signifikan, karena sejauh ini baru bisa tax allowance. Tapi efeknya tidak terlalu besar. Jadi lebih baik memakan waktu dan begitu keluar punya dampak," jelas dia.
 
Chatib mengakui, pemerintah sangat berharap bisa memberikan insentif berupa double deduction yang mempunyai kekuatan besar bagi investor. Sayangnya, di sistem pajak Indonesia belum dikenal dengan double deduction. 
 
"Kalau secara produk legalnya belum dan mesti dibahas jadi lebih baik menunggu produk legalnya seperti apa. Dulu saya ingin keluarin double deduction jika orang tidak melakukan unemployment, tapi karena belum bisa akhirnya terbitkan insentif pengurangan cicilan Pajak Penghasilan (PPh)," terang dia. 
 
Chatib mengaku tak ingin terburu-buru menerbitkan kebijakan repatriasi profit maupun double deduction. "Saya terus proses sampai beres supaya pas dikeluarin dampaknya bagus. Kita lagi cari struktur (insentif) yang baik yang mana," papar dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya