Hadapi MEA, Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja RI Masih Kalah

Tingkat produktifitas dan pendidikan tenaga kerja di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 26 Mar 2014, 13:00 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2014, 13:00 WIB
111031apln1.jpg
Citizen6, Surabaya: Untuk mengetahui dan memetakan kompetensi pegawai, PLN melaksanakan uji kompetensi secara online melalui komputer. Yang terhubung dengan internet secara serentak diseluruh Unit PLN se-Indonesia. (Pengirim: Agus Trimukti)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menyatakan tingkat produktifitas dan pendidikan tenaga kerja di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Padahal Indonesia akan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015.

Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN), Armida Alisjahbana masih mempertanyakan produktifitas tenaga kerja Indonesia untuk menghadapi MEA berbasis kompetensi, mengingat dalam era liberalisasi itu membutuhkan pekerja terampil untuk bekerja di wilayah ASEAN.

Dia menyebut, tingkat pendidikan pekerja di Indonesia untuk usia 25 tahun ke atas saja, rata-rata lama sekolahnya 5,8 tahun.

"Sedangkan Malaysia 9,5 tahun, Filipina 8,9 tahun dan Thailand 10,1 tahun. Apalagi dengan Singapura, Indonesia jelas lebih rendah. Inilah yang menggambarkan kesiapan tenaga kerja kita di ASEAN," ujar Armida di acara Seminar Nasional Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Jakarta, Rabu (26/3/2014).

Untuk meningkatkan profesionalitas tenaga kerja Indonesia, kata Armida, salah satunya melalui pendidikan, baik formal maupun non formal. Sebab, hanya sekitar 5% pekerja di Indonesia yang mengaku mendapat pelatihan.

Tantangan lain, lanjut dia, pemerintah perlu menjaga momentum bonus demografi melalui program Keluarga Berencana (KB), pendidikan perempuan, peningkatan resproduksi, dan sebagainya.

"Program KB sangat tepat untuk mengendalikan jumlah penduduk dan kesehatan perempuan. Selain itu, usia kelahiran di usia muda masih cukup tinggi," ujar Armida.

Selain itu, Armida menjelaskan, Indonesia perlu meningkatkan produktifitas tenaga kerja seperti Korea Selatan, Taiwan, dan China serta negara-negara BRICS. Programnya termasuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam ketenagakerjaan.

"Partisipasi kerja perempuan sangat besar untuk meningkatkan leverage ekonomi. Karena selama 20 tahun, tingkat partisipasi kerja wanita Indonesia tidak banyak bergerak hanya 50,3%. Sedangkan Thailand 45,4%, Filipina 41,8%. Kontribusi perempuan pun lebih banyak di sektor yang punya nilai tambah rendah," papar dia.

Sementara Menteri Pendidikan, Muhammad Nuh mengatakan, Indonesia membutuhkan 113 juta tenaga kerja yang memiliki kompetensi, mengingat potensi pendapatan mencapai US$ 1,8 triliun pada 2030. Saat ini baru 55 juta pekerja berketerampilan.

"Tenaga kerja yang punya keterampilan semakin naik setiap tahun. Kalau tidak punya keterampilan, bisa jadi bencana. Makanya kami pakai pendekatan mendidik sejak dini, sekolah tinggi dan menjangkau lebih luas," ucapnya.

Dari data ILO pada tahun lalu, ada sekitar 300 juta kesempatan kerja di kawasan ASEAN dan pasifik. Sedangkan 1% pertumbuhan ekonomi mampu menyerap 200 ribu tenaga kerja.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya