3.000 Produk Langgar SNI, Hanya Belasan yang Disidang

Sudah banyak juga produk non SNI yang tertanggap. Namun sayangnya, banyak yang lolos.

oleh Septian Deny diperbarui 21 Apr 2014, 16:52 WIB
Diterbitkan 21 Apr 2014, 16:52 WIB
Mainan Anak
(Foto: Antara)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan Republik Indonesia menjelaskan sudah banyak produk-produk yang memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) di Indonesia saat ini. Sudah banyak juga produk non SNI yang tertanggap. Namun sayangnya, banyak yang lolos.

"Pengalaman kami itu kesulitannya justru pada proses pengadilan. Saat ini kami sudah tangkap lebih dari 3 ribu barang, tapi yang masuk ke proses pengadilan paling baru belasan kasus. Itu yang harus kita cari solusinya," ujar Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Senin (21/4/2014).

Bayu meminta agar semua pihak yang menjalankan pelaksanaan SNI tersebut benar-benar konsisten terhadap aturan yang ada. Pasalnya, jika hanya salah satu pihak saja maka tak akan berarti.

Untuk diketahui, Pemerintah mulai memberlakukan SNI bagi produk mainan per 1 Mei 2014. Dengan pemberlakuan ini, diharapkan tidak ada lagi produk mainan anak-anak berbahaya yang beredar di pasaran.

Menurut Bayu, sebenarnya sudah ada SNI untuk produk mainan ini. Namun dalam prakteknya, banyak ketentuan SNI yang perlu diperbaharui karena sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini.

"SNI memang sudah kami terapkan dari dulu, karena diharapkan dapat berlaku baik untuk produk impor maupun dalam negeri. Tapi SNI banyak yang harus diperbaharui karena basis teknologi sekarang dan dulu itu berbeda," tambahnya.

Bayu menegaskan bahwa kewenangan SNI ini tetap berada di bawah Badan Standarisasi Nasional (BSN), sedangkan Kementerian Perdagangan hanya menetapkan aturan pada wilayah perbatasan serta pengawasan di pasaran.

"Kemendag hanya menetapkan di border dan pengawasan barang beredar, sangsinya akan untuk melindungi konsumen," lanjutnya.

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya