Sampoerna Pecat 4.900 Pekerja karena Rokok Kretek Mulai Tak Laku

Setiap tahun terjadi penurunan pangsa pasar dari jenis rokok Sigaret Kretek Tangan.

oleh Septian Deny diperbarui 20 Mei 2014, 10:57 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2014, 10:57 WIB
Proses pelintingan sigaret kretek tangan (SKT) di sebuah industri rokok di Kediri, Jatim. Saat ini tinggal 75 industri rokok yang bertahan akibat tarif cukai tembakau naik setiap tahunnya. (Antara)

Liputan6.com, Jakarta - PT HM Sampoerna, salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 4.900 karyawan di Jember dan Lumajang, Jawa Timur.

Perusahaan beralasan hal ini terjadi karena terus menurunnya pangsa pasar Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang diproduksi di kedua wilayah tersebut.

Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Hasan Aoni Aziz membenarkan bahwa setiap tahun terjadi penurunan pangsa pasar dari jenis rokok SKT ini.

"Pangsa pasar kretek SKT memang sedang mengalami penurunan dan selalu turun tiap tahunnya. Yang stabil, bahkan justru meningkat itu SPM (Sigaret Putih Mesin) dan SKM (Sigaret Kretek Mesin)," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (20/5/2014).

Dia menjelaskan, pola kebiasaan masyarakat yang saat ini lebih banyak mengkonsumsi SKM jenis mild ini yang lama-kelamaan menggerus pangsa pasar SKT, sehingga pada akhirnya mempengaruhi hidup dan matinya industri rokok SKT itu sendiri.

"Mild ini jenis rokok yang luar biasa menggerus rokok jenis SKT. Jadi polanya seperti ini, jika terjadi kenaikan konsumsi pada SKM, biasanya akan diikuti dengan penurunan pada SKT," jelasnya.

Menurut dia, pola konsumsi rokok memang berbeda dengan pola konsumsi produk lain. Jika konsumsi satu jenis rokok penurunan, maka akan terjadi kenaikan pada jenis rokok yang lainnya.

Hal ini karena secara total, pangsa pasar rokok cenderung tidak berubah karena orang yang berhenti untuk merokok terhitung tidak banyak dan butuh proses yang panjang.

"Dari data kami, banyak switching ke SKM. Jadi secara ekonomi, meskipun dari sisi harga SKM ini lebih mahal tetap ada indikator ekonomi yang mendukung pola konsumsi orang. Sepanjang ekonominya stabil, orang akan lebih memilih SKM," tandas dia.

Berdasarkan data GAPPRI, pangsa pasar SKT tiap tahunnya terus turun, di mana pada 2009 sebesar 32,80%, 2010 menurun 31,06%, 2011 sebesar 29,63%, 2012 sebesar 27,67% dan 2013 menjadi 26,07%.

Sebaliknya terjadi pada pangsa pasar SKM yang tiap tahunnya terus mengalami kenaikan. Mulai dari 2009 yang sebesar 59,24%, 2010 sebesar 60,79%, 2011 sebesar 61,74%, 2012 sebesar 62,92% dan 2013 sudah mencapai 66,20%.

Sementara itu, untuk jenis SPM, cederung stabil, dimana pada 2009 pangsa pasarnya sebesar 6,18%, 2010 sebesar 6,06%, 2011 sebesar 5,72%, 2012 sebesar 6,24% dan 2013 sebesar 5,99%. (Dny/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya