Liputan6.com, New York - Hidup sebagai anak peternak sederhana saat masih kecil tak lantas membuat salah satu miliarder terkaya dunia, Glen Taylor putus semangat. Berkat kegigihan dan perjuangannya, Glen yang kini telah berusia 73 tahun berhasil menjadi bos di berbagai industri termasuk peternakan.
Mengutip laman Insurance News, Selasa (1/7/2014), ketika masih kecil, Taylor membantu orangtuanya menanam jagung, kedelai, gandum, serta membesarkan ternaknya seperti ayam, babi dan sapi perah. Keluarganya memiliki tanah seluas 150 hektare untuk pertanian dan peternakan pribadi.
"Hidup kami sangat sederhana. Kami mengumpulkan telur lalu menjualnya di hari Sabtu. Saat tukang susu datang mengambil susu sapi yang telah diperah, saya mendapatkan penghasilan tambahan," kisahnya.
Advertisement
Dengan uang tersebut, ibunya membeli berbagai keperluan rumah termasuk makanan dan minuman. Semua diperoleh dari lahan pertanian dan peternakannya.
Tumbuh remaja, Taylor menikah di usia yang terbilang masih sangat muda. Dia menikahi kekasihnya yang tengah hamil di usia 16 tahun. Tapi Taylor tak putus sekolah.
Dia lantas melanjutkan studinya ke perguruan tinggi. Setelah lulus, dia ingin menjadi seorang guru seperti kakaknya tetapi takdir berkata lain.
Next
Pria yang telah memiliki 5 orang anak ini bekerja di sebuah perusahaan sebagai pengurus keuangan di Carlson Wedding Service pada 1960-an. Pada 1975, setelah sang pemilik meninggal dunia dia lantas membeli perusahaan tersebut.
Tak lama kemudian, taylor mengganti namanya menjadi Taylor Corp. Perusahaan itu bergerak di bidang pemasaranm,pengemasan dan percetakan komersial.
Berkat kejelian dan ketekunannya berbisnis, Taylor kini telah memiliki total harta hingga US$ 1,8 miliar atau setara Rp 21,37 triliun (kurs: Rp 11.875 per dolar AS). Meski telah menjadi konglomerat, pria tersebut tetap rendah hati. Dia bahkan tetap menanam sayuran atau mengurus hewan di sela waktu luangnya.
Tak lupa masa kecilnya, dia juga membeli sebuah lahan peternakan di Iowa dan Minnesota. Hingga saat ini, dia lebih memilih mengurus peternakannya dibandingkan duduk di kantor dan mengikuti serangkaian rapat penting.
"Dengan bermain di peternakan, saya bisa memiliki kebebasan berpikir. Tidak tergesa-gesa dan terikat banyak jadwal seperti di kantor," tegasnya. (Sis/Ndw)
Â
Advertisement