Pengusaha Dukung Penggunaan Rupiah dalam Transaksi di Pelabuhan

Kerugian pengusaha pada awal penerapan , penggunaan mata uang rupiah dalam transaksi di pelabuhan bisa dianggap sebagai resiko bisnis.

oleh Septian Deny diperbarui 20 Jul 2014, 10:19 WIB
Diterbitkan 20 Jul 2014, 10:19 WIB
Bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Data PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) bongkar muat peti kemas selama 2010 naik 23 persen.(Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Keinginan pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dimana seluruh kegiatan ekonomi di Indonesia wajib menggunakan mata uang rupiah dan buka lagi dengan dolar Amerika Serikat (AS) mendapat dukungan dari kalangan pengusaha perlayaran.

Wakil Ketua Indonesia National Shipowners Association (INSA), Asmari Herry menilai, penggunaan mata uang rupiah dalam transaksi di pelabuhan sangat baik, namun diharapkan semua sistem transaksi juga harus diubah ke dalam rupiah seperti besaran tarif sehingga tidak lagi bergantung pada nilai tukar terhadap dolar.

"Bukan tarifnya dolar kemudian dibayar pakai rupiah, itu dampaknya hanya kecil karena esensinya masih dolar. Tetapi yang diharapkan yaitu dasar penerapannya sudah menggunakan rupiah. Itu sangat bagus," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Minggu (20/7/2014).

Dia mencontohkan pada penentuan biaya bongkar muat peti kemas dari kapal ke lapangan penumpukan terminal peti kemas atau Container Handling Charge (CHC).

Selama ini, penentuan biaya operasional tersebut masih menggunakan mata uang dolar. Menurutnya, Seharusnya diubah jadi menggunakan rupiah.

Meskipun memiliki konsekuensi berat pada awal penerapannya, namun hal tersebut dinilai baik untuk jangka panjang.

Bagi Asmari, kerugian pengusaha pada awal penerapan tersebut bisa dianggap sebagai resiko bisnis dan bila hal ini terjadi juga diperkirakan tidak akan berlangsung lama.

"Contohnya biaya CHC yang saat ini sebesar US$ 83. Anggap saja nilai tukar rupiahnya Rp 12 ribu, maka tarif yang mulai bisa diterapkan yaitu tarif Rp 1 juta. Pada saat rupiah menguat, maka perusahaan tetap untung karena sudah menggunakan tarif tetap Rp 1 juta. Tetapi kalau rupiah melemah maka itu menjadi konsekuensi bisnis," tandasnya. (Dny/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya