Kemampuan PLN Bayar Utang Sudah Kronis

Bappenas menyebut tingkat kemampuan PLN untuk membayar utang sudah dalam kondisi kronis.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 08 Des 2014, 08:20 WIB
Diterbitkan 08 Des 2014, 08:20 WIB
Ilustrasi PLN
Ilustrasi PLN (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan tingkat kemampuan PT PLN (Persero) untuk membayar utang sudah dalam kondisi kronis.

Sehingga apabila dibebankan dengan investasi proyek pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW), PLN harus memperoleh suntikan dana dari pemerintah.

"Debt equity ratio (DER) PLN saat ini kondisinya sudah kronis sekira 257 persen," tegas Direktur Energi, Telekomunikasi dan Informatika Bappenas, Jadhie J. Ardajat saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Senin (8/12/2014).

Sementara pemerintah menugaskan PLN untuk menggarap pembangkit listrik 16,4 gigawatt (GW) atau lebih dari 16 ribu MW sampai 2019. Total kebutuhan investasi lima tahun ke depan jatah PLN sebesar Rp 545 triliun.

Namun kemampuan investasi dan DIPA 2015-2019 hanya sanggup Rp 205,6 triliun, sehingga ada kekurangan anggaran Rp 339,4 triliun. Kekurangan pembiayaan itu harus ditambal dari anggaran pemerintah, sebagian dari Penyertaan Modal Negara (PMN) dan pinjaman.

Menurut Jadhie, investasi merupakan solusi paling mendesak untuk mengatasi krisis listrik atau potensi krisis listrik di Indonesia mengingat pertumbuhan ekonomi selalu meningkat.

"Kondisi PLN sudah kronis, karena kalau disuruh investasi tanpa PMN dan pinjaman dari pemerintah, DER-nya bisa semakin bengkak sekira 300 persen sampai 400 persen," jelas dia.

Dikatakannya, pemerintah perlu menerapkan program penyehatan kondisi keuangan PLN, melalui berbagai cara. Pertama, lanjut Jadhie, penyesuaian tarif dasar listrik mencapai nilai keekonomiannya pada 2017 sesuai tarif yang mencerminkan kemampuan investasi PLN secara mandiri.

"Marjin PLN juga harus dinaikkan lebih dari 7 persen sampai 9 persen, karena secara geografis kondisi kita dengan Malaysia berbeda, sehingga biaya produksi lebih tinggi," ujarnya.

Langkah kedua, melalui peningkatan injeksi PMN. Dan ketiga, tambah dia, menerapkan subsidi yang semakin tepat sasaran hanya untuk pengguna di bawah 60 kWh per bulan.

Sebagai contoh, tutur Jadhie, penyesuaian tarif dasar listrik juga harus diberlakukan untuk pelanggan rumah tangga 450 kWh-900 kWh yang tidak mengalami kenaikan selama 10 tahun terakhir.

"Jadi kita harus seimbangkan keuangan PLN, pakai PMN dan cara-cara itu supaya DER nggak semakin besar. Kalau sudah bagus keuangannya, PLN bisa melakukan pinjaman sendiri untuk investasi. Nggak kayak sekarang yang mengandalkan pemerintah buat penerusan pinjaman ke PLN," pungkas Jadhie. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya