Pengadaan Bibit dan Perbaikan Saluran irigasi Tak Perlu Tender

Untuk menunjang swasembada pangan, pengadaan bibit dan perbaikan tersier atau perbaikan saluran irigasi tak perlu melalui sistem tender.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 15 Des 2014, 15:16 WIB
Diterbitkan 15 Des 2014, 15:16 WIB
Seorang petani menanam bibit padi di sawah di Persawahan Takalar, Sulsel.(Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengeluarkan surat edaran agar penunjukan pengadaan bibit dan perbaikan tersier atau perbaikan saluran irigasi tak perlu lagi melalui sistem tender. Surat edaran itu untuk menunjang swasembada pangan yang direncanakan pemerintah terwujud 1 atau 2 tahun ke depan.

"Kami tanda tangan bersama untuk diketahui publik apabila pertanian sampai tingkat bawah mau beli bibit dengan harga tertentu yang bersertifikat, itu langsung penunjukan saja karena harga ditentukan, kualitas ditentukan. Sama seperti pembangunan tersier ribuan kilometer langsung  direncanakan tetap dengan range harga yang ditentukan sebelumnya,"kata Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (15/12/2014).

"Tinggal tunjuk langsung saja. Dengan harga yang ditentukan maka, dua hal di sini kami bicarakan harga bibit harganya ditentukan pemerintah setelah dihitung dengan betul bersama BPKP. Begitu juga pengairan, akan dibangun ribuan perbaikan tersier. Tapi kalau satu blok pengairan itu di tender, maka akan enam bulan baru bisa diperbaiki," tambahnya.

Surat edaran itu ditandatangani oleh Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljo, Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Mardiasmo, Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti, dan Jaksa Agung HM Prasetyo.

Jusuf Kalla menjelaskan bila dilakukan tender maka memakan waktu 45 hari. Selain itu, dari pengalaman 2 tahun lalu, proses tender melahirkan mafia pangan dan menghambat swasembada pangan.

Ia menambahkan sesuai keputusan Presiden, ada 4 hal yang tidak boleh dilakukan tender, yaitu keadaan darurat, kalau harganya di bawah Rp 200 juta, harga ditentukan pemerintah dan kalau ada hanya ada agen tunggal.

"Karena itulah dihibahkan saja sesuai peraturan ke menteri PU dan Perumahan Rakyat. Juga nanti menteri PU menentukan biayanya per kilometer (untuk perbaikan tersier) contohnya begitu. Sehingga, rakyat langsung melaksanakan saja," tuturnya.

Jusuf Kalla juga menuturkan keterlibatan Polri dan Kejaksaan Agung guna memberi kepastian payung hukum, bahwa penunjukan langsung tak menyalahi aturan.

"Kami butuhkan surat edaran bersama agar kepolisian dan kejaksaan di pusat sampai kapolsek sampai kejari mengetahui bahwa ini tidak melanggar aturan, tidak melanggar UU, tidak melanggar Keputusan Presiden," terang Jusuf Kalla.

"Ini bicara kesejahteraan yang tidak melanggar hukum. Kalau Menteri Pertanian kasih-kasih saja tanpa aturan, dia melanggar hukum. Tapi ini harus semua ada payungnya," imbuhnya.

Masalah penunjukan langsung kerap berujung pada korupsi. Salah satu contohnya adalah penunjukan langsung dalam proyek pengadaan alat kesehatan dan perbekalan wabah flu burung pada 2006 dan pengadaan alat kesehatan perlengkapan rumah sakit rujukan flu burung tahun anggaran 2007.

Mantan Ketua Umum Golkar ini mengatakan swasembada pangan sudah saatnya diwujudkan. Hal ini dapat memberikan kesejahteraan bagi kalangan petani. Akan lebih menguntungkan dengan swasembada, karena impor berkurang.

"Mudah-mudahan semua lancar karena tahun depan ini kami harus swasembada pangan. Kami usahakan tahun depan. Karena itu menstabilkan bangsa ini. Kalau tidak impor, habis devisa, inflasi bisa naik lagi masalah lagi dan uang tidak perlu ke luar negeri. Kalau kita impor pangan, kita malah bantu petani vietnam, thailand. Di lain pihak petani kita kekeringan," tandas Jusuf Kalla. (Silvanus Alvin/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya