Pemerintah Stop Izin Ekspor Freeport Indonesia, Ini Dampaknya

Jika pembekuan izin ekspor konsentrat dilaksanakan, maka pekerja Freeport yang menganggur akan menjadi beban negara.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 22 Jan 2015, 15:49 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2015, 15:49 WIB
Tambang Freeport
Ilustrasi Pertambangan (Foto:Antara)

Liputan6.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia mengungkapkan, jika pembekuan izin ekspor konsentrat diberlakukan oleh pemerintah kepada Freeport, maka akibatnya cukup besar. Selain berdampak kepada kinerja keuangan perusahaan, penghentian tersebut juga akan berdampak kepada para pekerja Freeport yang kemungkinan besar bakal dirumahkan.

Presiden Direktur Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin mengatakan, pembekuan izin ekspor konsentrat, akan berdampak pada operasional perusahaan yang berujung pada penghentian pekerja.

"Coba dilihat berapa banyak orang yang saat ini bekerja di Papua? Saat ini lebih kurang 13.000 orang sebagai pekerja langsung, sebagai karyawan," kata Maroef di kantor Freeport Indonesia, kawasan Kuningan, Jakarta, Kamis (22/1/2015).

Dengan pembekuan izin tersebut, maka bisa berdampak kepada kondisi sosial. Menurut Maroef, keluarga pekerja akan terkena imbas dari penghentian operasi.

"Belum lagi yang sebagai kontraktor, saya jadi berpikir kalau ini berhenti bagaimana nanti jika terjadi pengangguran. Dampak sosialnya. Anak istrinya," tuturnya.

Mantan Wakil Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) tersebut menambahkan, jika pembekuan tersebut dilaksanakan, maka pekerja Freeport yang menganggur akan menjadi beban negara.

"Perusahaan ini tidak boleh memberikan beban tambahan ke pemerintah ke bangsa dan negara, lapangan kerja harus terbuka, dan harus dipertahankan," pungkasnya.

Sebelumnya, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana untuk membekukan izin ekspor PT Freeport Indonesia, karena perusahaan tersebut menunjukan ketidak seriusan dalam pembangunan pabrik pengelolahan dan pemurnian mineral (Smelter).

Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, menjelang penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understading/MOU) pada 24 Januari 2015, Freeport Indonesia belum menentukan lokasi pembangunan smelter.

"24 Januari 2015 MOU selesai, mereka harus memutuskan sesuatu segera. Sekarang kami review perkembangan renegosiasi. Kami review sejauh mana pembangunan smelter. Komitmen pemerintah membangun industri hilir jadi dampaknya luas," paparnya.

Menurut Sudirman, jika perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut tidak menunjukan keseriusan pembangunan smelter dengan menentukan lokasi pembangunan smelter sampai batas yang ditentukan, maka poemerintah tidak segan untuk membekukan izin ekspor konsentrat Freeport.

"kalau sampai 25 Januari tidak menunjukan progres signifikan maka izin ekspor konsentrat dibekukan," tutupnya. (Pew/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya