Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan menyayangkan sikap BPJS Ketenagakerjaan yang hingga kini masih belum menentukan besaran iuran sebesar 8 persen untuk Jaminan Pensiun (JP).
Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja, Wahyu Widodo menilai, dengan menentukan besaran iuran sebesar itu, BPJS Ketenagakerjaan sebenarnya tidak perlu takut tidak mampu membayar klaim kepada peserta.
"BPJS Ketenagakerjaan tidak perlu khawatir program JP akan bikin tekor. Bila dikelola dengan baik, tidak tekor," ujar Wahyu dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (6/5/2015).
Advertisement
Wahyu menjelaskan, dari hasil penghitungan aktuaria BPJS Ketenagakerjaan, dengan iuran sebesar 8 persen maka ketahanan dana yang dikelola lembaga tersebut bisa mencapai 68 tahun ke depan.
Selain itu, dia juga berharap lembaga lain yang selama ini sudah melakukan pengelolaan dalam bentuk Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) untuk tidak khawatir. Wahyu meyakini keduanya bisa berjalan beriringan dengan JP dari BPJS Ketenagakerjaan.
"DPPK dan DPLK juga tidak perlu harus khawatir terhadap program JP BPJS Ketenagakerjaan. Ini kan cuma untuk dasar saja. Sedangkan yang sudah melaksanakan dengan lebih baik, ya silahkan jalan terus. Tidak perlu takut, sasarannya jelas beda," kata Wahyu.
Sebelumnya rencana iuran jaminan pensiun 8 persen antara lain sebesar 5 persen dibayarkan perusahaan dan 3 persen disetor pekerja. Pemerintah pun akan merevisi PP Nomor 19 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan terkait iuran itu. (Dny/Ahm)