Pengamat: Negara Ampuni Koruptor Ide Kontroversial Jokowi

Wacana pengampunan spesial (special amnesty) pidana umum, pidana pajak dan pidana khusus bagi koruptor dianggap kebijakan yang kontroversial

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 21 Mei 2015, 12:01 WIB
Diterbitkan 21 Mei 2015, 12:01 WIB
Ilustrasi Penjara
Ilustrasi Penjara

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Perpajakan, Yustinus Prastowo menilai wacana pengampunan spesial (special amnesty) pidana umum, pidana pajak dan pidana khusus bagi koruptor yang menyimpan dananya di dalam negeri sebagai kebijakan kontroversial. Jadi rencana tersebut harus dikaji lebih mendalam.

"Saya kira ide ini perlu dikaji lebih dalam lagi, karena terus terang ini kontroversial dan sensitif," ungkap dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Kamis (21/5/2015).

Lebih jauh Yustinus menyarankan, agar pemerintah kembali mematangkan rencana pembebasan pidana bagi koruptor yang memarkir aset dan hartanya di Indonesia.

"Dimatangkan lagi sesama internal pemerintah, sebab peniadaan hukuman bagi koruptor belum pernah terjadi di negara manapun. Afrika Selatan yang pernah dicontohkan Dirjen Pajak itu hanya rekonsiliasi politik," terangnya.

Dia beralasan, pengampunan pidana tersebut bisa menjadi ketidakadilan baru bagi Wajib Pajak. Pengampunan pajak, sambung dia, terkandung dalam dua hal yakni pengampunan sanksi administrasi, pidana pajak dan tarif yang lebih rendah agar menarik.

"Dari literatur yang saya baca, saya enggak menemukan negara lain penghapusan pidana bagi pelaku korupsi. Kalau enggak mempersoalkan asal usul (dana) iya, tapi pidana lain tetap harus diproses seperti Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan korupsi," terang dia. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya