Hampir Krisis Energi, RI Masih Terbuai dengan Kekayaan

Kandungan minyak yang dimiliki oleh Indonesia hanya 0,2 persen dari cadangan minyak dunia.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 24 Mei 2015, 19:23 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2015, 19:23 WIB
Ilustrasi Tambang Minyak 5 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Tambang Minyak 5 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia diperkirakan akan mengalami krisis energi pada 2019 jika tidak segera mengembangkan energi alternatif. Namun sebagian pihak masih terbuai dengan masa lalu saat Indonesia masih memiliki kekayaan energi fosil yang cukup besar.

Ketua Komisi VII DPR RI, Kardaya Warnika menjelaskan, sebagian besar pihak yang berkepentingan di bidang energi masih menganggap bahwa Tanah Air ini cukup banyak memiliki kekayaan energi. Padahal menurutnya, pada kenyataannya sumber energi fosil seperti minyak dan gas bumi dan batu bara yang dimiliki Indonesia sangat minim.

Dengan semakin sedikitnya sumber energi fosil tersebut, dalam hitungan Kardaya, Indonesia akan mengalami krisi pada 2019 nanti. "Di sisi energi, kita akan defisit. Kalau tidak melakukan trobosan kita akan mengalami krisis," jelasnya dalam sebuah diskusi, di Kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (24/5/2015).

Kardaya memamparkan, kandungan minyak yang dimiliki Indonesia hanya 0,2 persen dari cadangan minyak dunia, cadangan batu bara Indonesia hanya 0,6 persen dari cadangan dunia. "Gas ngakunya kaya, jika dibandingkan dengan belanda yang kecil saja ternyata masih banyak Belanda cadangannya. Selama ini pemerintah selalu mengatakan kaya," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan, Indonesia sudah memasuki krisis energi karena itu perlu berhati-hati untuk mengelola energi agar hal itu tak jadi kenyataan."Indonesia sedang mengalami krisis, saya kira ya. Memasuki krisis, kalau kita tidak hati-hati," katanya.

Sudirman menuturkan, perlu ada perubahan pola dalam pembangunan dan pengelolaan sektor energi, untuk menghindari krisis energi. Perubahan pola yang dilakukan dengan tidak menjadikan komoditas energi sebagai sumber pendapatan negara, tetapi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi.

"Menjadi mendorong dari pertumbuhan ekonomi. cara kita melihat migas harus berubah, bukan sebagai sumber pertama penghasilan negara tapi sebagai pemberi nilai tambah karena berpikir jangka panjang itu berbeda," kata Sudirman.

Ia menambahkan, komponen politik juga harus berkurang dalam pengelolaan energi karena hanya memikirkan pengelolaan energi jangka pendek. "Secara perspektif, bagaimana diskusi mulai mengurangi komponen politik. Menurut saya setelah sekian bulan di ESDM karena penjara politik harus segera diabaikan, akan membuat kita lupa membangun hal-hal yang sifatnya fundamental," ujar Sudirman.

Komponen politik tersebut harus diganti dengan komponen teknis bersama dengan koordinasi antar instansi pemerintah dan pemangku kepentingan. (Pew/Gdn)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya