Liputan6.com, Jakarta - Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dinilai belum memiliki pengalaman yang cukup untuk merealisasikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi mengatakan, bahwa menyelenggarakan kegiatan penelitian, pengembangan dan perekayasaan atau Litbangyasa teknologi nuklir milik Batan di sejumlah daerah seperti di Tangerang dan Yogyakarta tidak bisa dijadikan patokan kesiapan Indonesia dalam membangun PLTN.
"Batan tidak punya reaktor PLTN. Itu reaktor (Litbangyasa iptek nuklir) yang tidak menghasilkan energi satu watt pun. Jadi pengalaman Batan adalah pengalaman yang risikonya jauh lebih kecil dari PLTN," ujarnya dalam diskusi Sudah Waktunya PLTN di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (7/6/2015).
Proyek pembangunan PLTN, lanjut Rinaldy seharusnya menjadi pilihan terakhir jika Indonesia tidak lagi mempunyai sumber energi lain. "Apabila PLTN dibangun sebagai pilihan terakhir, investor yang harus bertanggungjawab atas kecelakaan saat pembangunan, bukan pemerintah," kata dia.
Selain itu, jika pemerintah tetap ngotot untuk membangun pembangkit ini, maka pemerintah tetap harus mengimpor bahan bakunya, yaitu uranium. Pasalnya di Indonesia belum eksporasi uranium secara serius. "Kalau punya PLTN, kita juga harus impor uranium," tandasnya.
Pemerintah sendiri sepertinya masih enggan untuk merealisasikan pembangunan PLTN. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil memastikan reaktor nuklir tak akan dibangun oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam waktu lima tahun mendatang.
"Akibat kejadian di Fukushima, Jepang, pembangunan nuklir di Indonesia masih banyak perdebatan. Kan kita baru tahap awal desain oleh BPPT atau Batan dengan reaktor skala kecil yang dibiayai dari APBN," terang Sofyan.
Dia menilai, pembangunan reaktor nuklir di Indonesia masih jauh dari kata sepakat. Pasalnya, Sofyan memastikan, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla tidak memprioritaskan pembangunan reaktor nuklir dalam kurun waktu lima tahun ke depan.
"Bangun reaktor nuklir masih jauh, selama lima tahun ini tidak ada program pembangunannya. Sebab setelah kejadian Fukushima itu kita harus hati-hati, termasuk perlu mencari tempat aman dan pas untuk pembangunan nuklir," tegasnya. (Dny/Gdn)
Batan Dinilai Tak Berpengalaman Bangun PLTN
Jika pemerintah tetap ngotot untuk membangun PLTN, maka pemerintah tetap harus mengimpor uranium.
diperbarui 07 Jun 2015, 22:05 WIBDiterbitkan 07 Jun 2015, 22:05 WIB
Fasilitas nuklir BATAN berkembang menjadi pusat penelitian mampu menghasilkan teknologi yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan Nasional.
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Mendag Budi Lepas Ekspor Produk Furnitur Senilai USD70.000 ke AS dan Prancis
Portofolio Green Loan BNI Tumbuh Double Digit Sejak 2021
Anggota Kongres AS Sambut Baik Surat Penangkapan Benjamin Netanyahu, Biden Marah-Marah
DP3AP2KB Kota Cilegon Kumpulkan Calon Pengantin Sebagai Upaya Cegah Stunting Sejak Dini
Pastikan Layanan Prima, Pertamina Patra Niaga Gencar Inspeksi ke SPBU
Pencegahan Sejak Dini, Ratusan Pelajar di Pekanbaru Nyatakan Lawan Peredaran Narkoba
Ini Pesan Mendag Budi saat Lepas Ekspor Adonan Roti ke Uni Emirat Arab
Top 3 Berita Hari Ini: Candaan Ridwan Kamil Soal Janda Saat Kampanye Tuai Kecaman, Susi Pudjiastuti Ikut Angkat Bicara
Bioethanol E10 Pertamina akan Diuji Lini Kendaraan Toyota
Hasil China Masters 2024: Pukul Pasangan Malaysia, Sabar/Reza ke Semifinal
Unit Usaha APP Group Resmikan PLTS Berkapasitas 3,7 MWp
46 TPS Kota Cirebon Rawan Bencana, Begini Langkah Mitigasi BPBD