Liputan6.com, Jakarta - Kawasan Bintuni di Papua Barat diproyeksikan menjadi megapolitan industri petrokimia di Indonesia bahkan skala global. Pasalnya, kawasan di Indonesia timur itu memiliki paling tidak dua keunggulan.
Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengatakan, keunggulan pertama yaitu melimpahnya potensi gas bumi yang dibutuhkan industri petrokimia. Sedangkan kedua, beberapa perusahaan nasional dan multinasional telah siap menanam investasi seperti Ferrostaal Industrial Project GmbH, raksasa petrokimia asal Jerman.
"Ferrostaal dari Jerman, LG Chemical dan Pupuk Indonesia sudah siap masuk ke Bintuni dan mereka menunggu kepastian harga dan pasokan gas. Inilah yang harus dipercepat kepastian harganya," ujar dia di Jakarta, Rabu (1/7/2015).
Menurut Saleh, pihak calon investor memang telah beberapa kali meminta kepastian dukungan energi gas sebagai salah satu basis kalkulasi investasi dan operasi. Ini mengingat industri petrokimia merupakan bisnis jangka panjang.
"Untuk Bintuni, memang perlu intervensi pemerintah terhadap harga gas karena ini demi kepastian investasi petrokimia yang mendukung beragam industri lainnya dan menciptakan lapangan kerja," jelas dia.
Harga gas domestik, lanjut dia, selama ini dinilai menjadi kendala utama pengembangan petrokimia. Sebagai perbandingan, banderol harga gas di Indonesia masih sebesar US$ 9-US$ 10 per MMBTU. Sedangkan di luar negeri hanya US$ 3-US$ 4 per MMBTU.
Selain itu, perlu dilakukan joint study antara Pupuk Indonesia selaku pengguna gas dengan BP Berau selaku penghasil gas serta koordinasi dengan kementerian dan lembaga maupun instansi terkait agar pembangunan pabrik dapat berjalan dengan lancar.
Saleh mengungkapkan, potensi gas bumi di Teluk Bintuni yang sudah diidentifikasi sebesar 23,8 TSCF, dimana sebesar 12,9 TSCF sudah dialokasikan untuk 2 train LNG, dan sisanya sebesar 10,9 TSCF untuk 1 train LNG. Selain itu, ditemukan juga cadangan baru sebesar 6-8 TSCF.
"Potensi gas bumi tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku industri ammonia untuk mendukung industri urea dan bahan baku industri methanol untuk mendukung industri pusat olefin," ungkapnya.
Â
Oleh sebab itu, pembangunan industri melalui program hilirisasi serta kompleks industri petrokimia ini juga diharapkan berdampak terhadap pengembangan daerah, meliputi infrastruktur, pendidikan dan kesejahteraan.(Dny/Nrm)
Bintuni Bakal Jadi Megapolitan Industri Petrokimia
Keunggulan pertama lokasi ini, yaitu melimpahnya potensi gas bumi yang dibutuhkan industri petrokimia.
diperbarui 01 Jul 2015, 10:01 WIBDiterbitkan 01 Jul 2015, 10:01 WIB
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
VIDEO: Jenazah AKP Ryanto Ulil Dimakamkan dengan Upacara Kedinasan di Makassar
Apa Itu Bhang India: Minuman Tradisional Bersejarah dengan Kontroversi
Rata-Rata Usia Pemain Timnas Indonesia di Piala ASEAN Mitsubishi Electric Cup 2024, Siap Saingi Lawan Tangguh
Apa Itu Asst Supervisor: Peran Krusial dalam Manajemen Perusahaan
Cosplay Jadi Princes Belle di Ulang Tahun Anak, Potret Tasya Farasya Curi Perhatian
Penembakan Dekat Kedutaan Besar Israel di Yordania, Pelaku Tewas Ditembak
Tips Rambut Tebal: 41 Cara Efektif Menebalkan dan Menyehatkan Rambut
70Mai Tawarkan Dashcam Murah di GJAW 2024, Harga Tak Sampai Rp 800 Ribu
Viral Video Wanita Berbibir Sumbing Tapi Bersuara Merdu, Komentar Tompi Jadi Sorotan
Mainkan Peran Ganda dalam Dear Hyeri, Intip 4 Drama Shin Hye Sun dari Melodrama Hingga Romcom
Intip, Profil Singkat Paslon Pilgub 2024 Nusa Tenggara Barat
Bungkusan Rokok Tanpa Merek Punya Alasan Kesehatan, tapi Ancam Ekonomi?