Rumput Laut Masih Jadi Primadona Perikanan Budidaya

Rumput laut masih menjadi daftar pertama yang menjadi komoditas unggulan budidaya.

oleh Septian Deny diperbarui 03 Jul 2015, 11:29 WIB
Diterbitkan 03 Jul 2015, 11:29 WIB
Rumput Laut
(Foto: Antara)

Liputan6.com, Jakarta Rumput laut tampaknya masih menjadi primadona di sektor perikanan budidaya di Indonesia. Hal dibuktikan dengan produksi rumput laut nasional mencapai 2,1 juta ton dengan nilai Rp 4,9 triliun sepanjang 2014.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto saat ini, rumput laut masih menjadi daftar pertama yang menjadi komoditas unggulan budidaya.

Ditargetkan pada 2015, produksinya mencapai 10,6 juta ton. Bahkan hingga 2019 diperkirakan rata-rata pertumbuhan produksi rumput laut mencapai 16,74 persen per tahun.

"Rumput laut masih menjadi komoditas unggulan perikanan  budidaya. Komoditas ini menyerap tenaga kerja, memiliki pasar yang  tidak terbatas dan produksinya sangat beragam. Negara-negara didunia tidak semua bisa menghasilkan rumput laut," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (3/7/2015).

Dia menjelaskan, dari data Badan Pusat Statistik (BPS), mencatat bahwa pada kuartal I 2015 yang lalu, perikanan budidaya memberi kontribusi terbesar pada peningkatan produksi sub sektor perikanan hingga 2,92 juta ton, dengan nilai Rp 21 triliun.

Peningkatan produksi ini mendorong peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) sub sektor perikanan pada periode yang sama yang mencapai 8,64 persen atau lebih besar dibanding dengan peningkatan PDB Nasional yang hanya 4,7 persen.

Selain dari rumput laut peningkatan produksi perikanan budidaya tersebut juga disumbang oleh produksi ikan nila yang mencapai 149 ribu ton dengan nilai produksi Rp 2,5 triliun, dan bandeng yang mencapai 137 ribu ton dengan nilai Rp 1,9 triliun.

"Kita optimis peningkatan produksi perikanan budidaya ini akan terus meningkat sepanjang tahun 2015 dan mencapai target yang telah ditetapkan sebesar 17,9 juta," lanjutnya.

Slamet mengungkapkan, beberapa strategi pun telah disiapkan KKP dan akan dilakukan untuk menggenjot produksi perikanan budidaya tersebut. Salah satunya, mulai tahun ini beberapa komoditas juga diperhitungkan dan menjadi andalan antara lain bawal bintang.

"Tahun ini target produksinya masih 1.900 ton. Namun, target pertumbuhannya adalah 31,5 persen per tahun hingga 2019," kata dia.

Menurutnya, bawal bintang merupakan primadona baru karena merupakan salah satu komoditas alternatif budidaya laut atau marikultur. Harga jual komoditas ini juga bersaing yaitu sekitar Rp 70 ribu per kilogram (kg).

"Waktu budidaya lebih cepat dibanding kerapu, yaitu enam bulan dari ukuran benih tebar serta lebih mudah dalam pemeliharaannya," jelasnya.

Komoditas lain yang juga terus dikembangkan adalah kekerangan. Target produksi kekerangan pada 2015 adalah 233.700 ton dan ditargetkan tumbuh 32,60 persen per tahun hingga 2019.

"Kekerangan selama ini memang belum diperhitungkan dan pembinaannya masih kurang sedangkan kebutuhan di dalam negeri tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan selama ini justru diimpor dari Eropa karena belum diperhatikan secara serius," ungkapnya.

Potensi kekerangan di laut Indonesia pun dinilai sangat besar. Itu sebabnya sudah mulai dijalankan strategi pemberdayaan masyarakat seperti di Nusa Tenggara Barat (NTB), Banten, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).(Dny/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya