Pemerintah Tak Bisa Perpanjang Kontrak Freeport Sebelum 2019

Freeport Indonesia telah bersedian mengubah status kerja sama dari KK menjadi IUPK.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 08 Jul 2015, 12:59 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2015, 12:59 WIB
Tambang Freeport
Ilustrasi Pertambangan (Foto:Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tidak bisa langsung mengubah status kerja sama PT Freeport Indonesia dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan langsung memperpanjang kontrak dua tahun sebelum kontrak habis pada 2021.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengatakan, hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Menurut Hikmahanto,  jika perubahan status kerjasama IUPK dilakukan saat ini, Pemerintah telah melanggar Peraturan tersebut.

"Perpanjangan paling cepat diajukan dua tahun sebelum kontrak berakhir.  Kalau kepastian IUPK diberikan saat ini itu melanggar PP 77," kata Hikmahanto di Jakarta, Selasa, Rabu (8/7/2015).

Ia melanjutkan, dalam melakukan penyusunan amendemen kontrak karya harus mengacu ragulasi yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014, yaitu kepastian perpanjangan kontrak paling cepat dilakukan dua tahun sebelum kontrak habis.

Meski perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut telah bersedia mengubah status kerja sama dari KK menjadi  IUPK. "Kalau memberi kepastian sekarang maka pemerintah saat ini mengambil alih sikap pemerintah mendatang," tuturnya.

Ia menambahkan, pemerintah sebaiknya tidak sibuk mencari celah untuk memberi kepastian usaha bagi Freeport, tetapi mengambil alih tambang PT Freeport Indonesia setelah kontrak karya di 2021.

Pemerintah harus melakukan hal yang sama kepada Freeport seperti yang dilakukan dengan memutuskan kontrak Blok Mahakam Kalimantan Timur dengan menyerahkan ke PT Pertamina (Persero), setelah masa kontrak operator sebelumnya PT Total E&P Indonesa habis pada Desember 2017.

"Ini sesuai nawacita, kedaulatan sumber daya alam harus kembali ke pangkuan ibu pertiwi," pungkasnya. (Pew/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya