Malaysia Dapat Keuntungan dari Kebijakan CPO Fund RI

Bila penerapan kebijakan pengelolaan dana perkebunan kelapa sawit tidak dibenahi maka dapat menganggu ekspor Indonesia.

oleh Septian Deny diperbarui 23 Jul 2015, 19:38 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2015, 19:38 WIB
Kelapa Sawit
(FOTO:Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha sawit dalam negeri mengeluhkan kekacauan implementasi kebijakan pemerintah terkait pungutan pengelolaan dana perkebunan kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) fund.

Direktur Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga mengatakan kekacauan ini dikhawatirkan akan menganggu kinerja ekspor CPO dan produk turunannya. Target ekspor CPO dan produk turunannya mencapai 21 juta ton.

"Ekspor Indonesia ditargetkan 21 juta ton pada 2015, tapi bisa tidak tercapai kalau masalah ini tidak segera diselesaikan. Pada tahun lalu 20,8 juta ton. Tapi kalau melihat gejala ini tidak mungkin sampai 21 juta ton, apalagi kalau ini sampai berlarut-larut," ujar Sahat di Jakarta, Kamis (23/7/2015).

Dia menjelaskan, CPO dan produk turunannya merupakan komoditas ekspor yang sangat menjanjikan untuk ditingkatkan guna mencapai target pertumbuhan ekspor. Kementerian Perdagangan menargetkan pertumbuhan ekspor sebesar 300 persen pada 2019.

"Bisnis sawit sangat besar, (ekspor) bisa mencapai US$ 28 miliar per tahun," lanjutnya.

Jika pemerintah tidak segera membenahi implementasi kebijakan CPO fund ini di lapangan, Sahat khawatir ekspor sawit Indonesia akan menurun. Hal tersebut tentu akan dimanfaatkan oleh Malaysia yang juga menjadi penghasil CPO terbesar bersama-sama dengan Indonesia.

"Yang menikmati ini adalah Malaysia. Kalau kita lihat ekspor Malaysia pada periode Juni-Juli naik 35 persen. Makanya kalau tidak segera diselesaikan, tidak yakin ekspor tercapai," kata Sahat. (Dny/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya