Industri Ponsel RI Butuh Perbaikan Infrastruktur dan Investasi

Pengusaha mengharapkan industri ponsel Indonesia dapat menjadi basis industri seperti otomotif.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 11 Agu 2015, 10:30 WIB
Diterbitkan 11 Agu 2015, 10:30 WIB
Ponsel pun masih aktif
Ponsel pun masih aktif

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) menyambut baik aturan pemerintah melarang impor ponsel batangan. Kebijakan itu dinilai akan menggairahkan industri di dalam negeri dan mendorong kemajuan industri kreatif.

Ketua Bidang Industri Kreatif dan Telekomunikasi BPP Hipmi, Yaser Palito mengatakan dalam lima tahun terakhir, Indonesia mengimpor senilai Rp 210 triliun atau sekitar 270 juta ponsel. Namun tidak terlihat nilai tambah yang diperoleh negeri ini dari banjirnya impor tersebut.

"Ini terjadi, sebab kita cuma jadi pasar. Yang nikmati value added-nya Taiwan, China, dan Malaysia," ujar Yaser di Jakarta, Selasa (11/8/2015).

Yaser mengatakan, era Indonesia hanya sebagai pasar ponsel harus diakhiri. Saatnya, Indonesia menjadi basis industri seperti otomotif. Ia melanjutkan, liberalisasi di sektor telekomunikasi yang dimulai pada awal tahun 2000-an telah membuahkan hasil dengan ekspansi infrastruktur telekomunikasi yang sangat massif sampai ke pelosok di Tanah Air. Dampaknya, pasar ponsel terbuka lebar dan dikepung oleh produk impor.

Namun selama bertahun-tahun Indonesia kemudian hanya menjadi pasar produk ponsel dari beberapa negara. Bahkan ponsel-ponsel tersebut bebas masuk ke pasar dalam negeri secara utuh atau 'batangan' tanpa proses perakitan apalagi produksi di dalam negeri.

Pemerintah kemudian membuat beberapa peraturan yang memaksa para pelaku usaha agar beralih dari hanya sebagai importir, namun sebagai produsen ponsel di dalam negeri. Setidaknya ada tiga aturan yang sudah dan bakal berlaku efektif untuk mendorong berkurangnya peredaran impor ponsel secara utuh atau gelondongan.

Ponsel impor yang dipasarkan di dalam negeri terancam tak lagi bisa beredar bila importir dan produsen merek ponsel tersebut tak menanamkan investasinya di Indonesia. Pemerintah memberikan waktu hingga Februari 2016 bagi importir atau produsen untuk segera merealisasikan investasi.

Sesuai dengan ‎Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 38 Tahun 2013 tentang Ketentuan Impor Ponsel, Handheld, dan Tablet, importir terdaftar (IT) wajib menanamkan investasi dalam bentuk apapun di Indonesia.

Ketentuan tersebut berlaku untuk seluruh importir merek ponse‎l yang masuk ke Indonesia. Nantinya juga, pemerintah mengarahkan importir-importir yang jumlahnya cukup banyak, termasuk distributor tersebut untuk hanya memegang satu merek saja. Tujuannya adalah agar pengawasan terhadap IMEI atau nomor ponsel lebih jelas, dan mengurangi beredarnya ponsel illegal.

Iklim Investasi

Meski demikian, Yaser meminta agar pemerintah memperbaiki iklim investasi dan infrastruktur serta memberikan kemudahan bagi investor.

"Iklimnya diperbaiki. Investor itu nanya ke kita daya saing kita apa. Kalau dia produksi di sini apa tidak lebih mahal biayanya daripada di negara-negara seperti China, Malaysia, atau Taiwan. Jadi harus dipermudah misalnya soal lahan dan infrastruktur, perizinan dan sebagainya," kata Yaser.

Selain itu, Yaser menuturkan, investor menanti kesiapan infrastruktur Indonesia. "Infrastruktur jalan dari pabrik sampai pelabuhan, dwelling time-nya jangan kelamaan, infrastruktur gas, listrik, telekomunikasi dan sebagainya harus benar-benar siap," ujar dia. (Yas/Ahm)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya