Tekan Penimbun, Pemerintah akan Guyur Daging Impor

Mahalnya harga daging sapi membuat pemerintah meradang. Rencana impor tersebut ada kemungkinan untuk dilakukan.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 18 Agu 2015, 14:33 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2015, 14:33 WIB
20150810-Pedagang Daging Sapi Mogok-Jakarta
Pedagang tertidur di atas meja kios daging yang kosong di Pasar Palmerah, Jakarta, Senin (10/8/2015). Pedagang daging sapi melakukan aksi mogok jualan karena harga daging terus merangkak naik hingga mencapai Rp 130 ribu/kg. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana melakukan impor sapi dengan total 200 ribu-300 ribu sampai akhir tahun. Langkah tersebut untuk menekan tingginya harga daging sapi yang saat ini menembus Rp 120 ribu per kg.

Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengatakan, langkah tersebut juga guna melawan para penimbun daging sapi. Pasalnya kegiatan para penimbun membuat harga daging sapi terus meroket.

"Pesan utama kami siap untuk guyur pasar supaya yang timbun-timbun stok ini juga berpikir dua kali, karena ketika kita guyur pasar, harga akan anjlok dan yang timbun itu akan mengalami kerugian finansial cukup berat. Jadi itu sementara ini pembicaraan kita," jelasnya di Jakarta, Selasa (18/8/2015).

Mahalnya harga daging sapi membuat pemerintah meradang. Rencana impor tersebut ada kemungkinan untuk dilakukan.

"Kami pemerintah sangat tidak happy dengan tingginya harga daging sapi, dan saya kemarin sudah bicara cukup panjang dengan Menteri Pertanian. Saya kira beliau punya strategi untuk pengembangan industri ini agar jangka panjang yang sangat bagus. Dan tentunya saya ditugaskan untuk tertibkan pasar," jelasnya.

Dia menuturkan, rencana impor daging sapi sedang dalam kajian dengan Kementerian Pertanian.

"Jadi kemaren saya dan Menteri Pertanian sudah bicara dan kita siap untuk guyur pasar. Untuk sisa tahun ini kita mungkin bisa impor 200-300 ribu ekor. Jadi kami sepakat dan kami masih menjalankan prosesnya," tandas dia. (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya