Ini Daerah yang Punya Dana Nganggur Paling Besar

Lima provinsi dengan dana mangkrak paling besar hingga Juni 2015, antara lain, DKI Jakarta, Jawa Barat, Riau, Papua dan Kalimantan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 21 Agu 2015, 19:24 WIB
Diterbitkan 21 Agu 2015, 19:24 WIB
Jokowi Bahas Hutang Aceh di Istana
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, posisi dana transfer daerah pada Desember 2014 mencapai Rp 113 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut ada dana menganggur Rp 273 triliun di perbankan daerah, swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sejumlah daerah mencatatkan jumlah simpanan mangkrak terbanyak dibanding daerah lain di seluruh Indonesia.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengatakan, posisi dana transfer daerah pada Desember 2014 mencapai Rp 113 triliun atau meningkat dibanding periode yang sama 2013 Rp 80 triliun, Rp 92 triliun di Desember 2012, pada Desember 2011 sebesar Rp 79 triliun.

"Dana idle atau mengendap naik menjadi Rp 188,9 triliun pada Januari 2015, Rp 181 triliun di Februari, Maret mencapai Rp 277 triliun, April naik jadi Rp 253 triliun, Mei Rp 255 triliun dan Juni berada di posisi Rp 273 triliun. Sudah diberi warning, jumlahnya terus meningkat," ujar dia di kantornya, Jakarta, Jumat (21/8/2015).

Lebih jauh Bambang menyebut, lima provinsi dengan dana mangkrak paling besar hingga Juni 2015, antara lain, DKI Jakarta, Jawa Barat, Riau, Papua dan Kalimantan. Di tingkat Kabupaten, yakni Kutai Kertanegara, Malang, Bengkalis, Berau dan Bogor. Itu artinya daerah tersebut paling lamban menyerap belanja.

"Untuk tingkat Kota, simpanan nganggur terbanyak di bank ada Surabaya, Medan, Cimahi, Tangerang dan Semarang," cetus dia.

Alasan minimnya penyerapan belanja sehingga dana daerah masih ngendon di perbankan, tambah Bambang, karena masalah-masalah eksternal serta kekhawatiran kriminalisasi kepada Kepala Daerah.

"Pemda gamang bergerak cepat. Di sisi lain ada masalah ketakutan kriminalisasi. Pemerintah pusat sudah menyalurkan uangnya ke Pemda, harusnya ada ekstra effort dari Pemda. Semua orang menduduki posisi dengan risiko, tapi jangan menghindari risiko itu," sindir dia.

Oleh sebab itu untuk memacu belanja pemda, Bambang sudah menyiapkan sanksi. Langkah tegas pertama, kata dia, pemerintah pusat akan mengganti penyaluran dana ke daerah yang kurang maksimal penyerapannya.

"Kita akan convert dari tunai menjadi non tunai dalam bentuk SUN. Biasanya kita menyalurkan 1/12 Dana Alokasi Umum (DAU) setiap bulan dari tunai menjadi non tunai kalau termasuk dana idle besar," terangnya.

Pemerintah, sambung dia, akan mengganti dana tunai itu menjadi surat utang bertenor 3 bulan, non tradable. Namun surat berharga ini bisa dicairkan sebelum jatuh tempo melalui buyback (pembelian kembali) oleh pemerintah.

"Syaratnya, jika pemda sudah tidak memiliki dana nganggur atau mengalami kondisi darurat seperti bencana alam," ujar Bambang.

Sanksi lain yang menunggu adalah pemerintah pusat bakal menahan, memotong sampai menghentikan Dana Alokasi Khusus (DAK) ke daerah apabila pemda tidak sama sekali membelanjakan dana mangkrak di perbankan untuk belanja produktif.

"Kalau tidak menyerap dengan benar dan tidak dikerjakan sama sekali, maka DAK tahun berjalan dan tahun anggaran berikutnya bisa dikurangi atau dihentikan," tandas Bambang. (Fik/Gdn)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya