Dolar Makin Super, Industri Penerbangan RI Masih Aman

Industri penerbangan nasional belum terpengaruh signifikan dari turbulensi perekonomian Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 29 Sep 2015, 14:58 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2015, 14:58 WIB
20150923-Dollar-Naik-Jakarta
Seorang teller menunjukan mata uang dollar di konter penjualan mata uang di Jakarta, Rabu (23/9/2015). Pada perdagangan pagi hingga siang ini, rupiah terus bergerak di kisaran 14.577 per dolar AS hingga 14.658 per dolar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menegaskan industri penerbangan nasional belum terpengaruh signifikan dari turbulensi perekonomian Indonesia, terutama pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang marak di industri padat karya, belum dilakukan maskapai penerbangan.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Udara Kemenhub, Suprasetyo mengatakan, pemerintah sudah mengantisipasi penguatan dolar AS pada sektor transportasi udara dengan menaikkan tarif batas atas tiket pesawat. Langkah lain, menyesuaikan total biaya operasi pesawat berdasarkan pergerakan kurs.

"Batas atas tarif tiket sudah disesuaikan, jadi belum ada pengaruh apapun meski rupiah terdepresiasi sampai Rp 14.700 per dolar AS. Belum ada laporan juga soal PHK, mudah-mudahan tidak," ujar dia saat ditemui di Gedung DPR, Selasa (29/9/2015).

Menurut Suprasetyo, saat kondisi perekonomian sulit seperti sekarang ini, ekuitas beberapa maskapai penerbangan menunjukkan kinerja positif karena suntikkan modal. "Tapi dolar AS tidak pengaruh ke industri penerbangan, karena daya beli masyarakat masih cukup bagus. Mereka masih punya uang," terang dia.

Lebih jauh sambungnya, maskapai penerbangan belum memberlakukan harga tiket sesuai batas atas yang ditetapkan pemerintah. Alasannya, kata Suprasetyo, maskapai penerbangan memilih bertahan pada harga saat ini demi mengejar okupansi atau tingkat keterisian penumpang.

"Saya lihat harga tiket belum ke batas atas tuh. Hitung-hitungan bisnis mereka kalau okupansi di atas 60 persen, lebih baik dibanding menaikkan harga tapi load factor kecil atau bisa di bawah 50 persen, jadi rugi. Yang penting penuh tapi harga tidak naik," paparnya.

Dia menambahkan, pelemahan kurs rupiah pun tidak memicu penutupan rute penerbangan karena masih dianggap aman. "Belum ada yang ditutup rutenya. Kalau ada yang tutup, itu berarti belum bisa diterbangi," ujar Suprasetyo.

Dirinya mengaku, Kemenhub belum akan mengevaluasi tarif batas atas pesawat lagi karena penguatan dolar AS masih dianggap aman. Siprasetyo pun enggan mengatakan sampai berapa level ketahanan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Belum ada batasnya. Nanti kalau INACA sudah teriak baru, kita evaluasi lagi," pungkas Suprasetyo. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya